"Mana Dani?"
Seorang gadis dengan dress kuning terang menatap Gibran yang kebingungan.
Ia merasakan pintu di belakangnya terbuka lebih lebar. "Ah! Lo lagi?!"
Gibran menoleh. Mendapati Sifi menatap datar pada perempuan di hadapannya.
"Mana Dani, ha?! Dia pasti di dalem, kan? Ngapain kalian?" Perempuan itu menunjuk-nunjuk wajah Sifi. Tetap tak ada pergerakan selain udara yang terasa semakin panas.
Dia pun merangsek masuk ke kamar Sifi tanpa aba-aba.
Gibran yang terletak pada posisi tak tahu apa-apa, pasrah saat gadis bertubuh kecil itu mendorongnya ke samping. Namun, Sifi menahannya. Dan mata gadis itu membelalak lebar.
"Lo?! Berani lo dorong gue? Dasar fans gak tau diri!"
Sifi menghela nafas. "Maaf, ya. Tolong sopan dikit kalau mau masuk ke rumah orang. Gak usah teriak-teriak, bisa kan?"
Gadis itu menatap tajam. "DANI! KELUAR KAMU, DAN!"
"Siapa sih, kak. Ribut amat," Dani mengurut pelipisnya saat mendekati pintu kamar Sifi. Tertegun melihat apa yang ada di depan matanya. "Tiara?"
"APA? MAU NGOMONG APA KAMU SEKARANG?"
Sifi menunjuk Tiara dengan dagunya. Lalu, berjalan mendekati Gibran yang masih bingung akan keadaan di hadapannya sekarang.
"Waw! Jadi fans kamu itu berhasil gaet 2 cowok dalam satu waktu gitu?" Tiara mendengus sambil melipat dada.
Gibran melirik Sifi yang wajahnya mulai merah padam. "Ayo pergi," bisiknya.
Gibran menurut. Memutuskan untuk menemani Sifi dan menjauh.
'_'
"Ti! Dia senior aku," Dani mulai angkat suara.
"Oh, terus aku harus hormat gitu sama perebut cowok orang?"
"Kamu ngomong apa, sih?"
"Kamu selingkuh kan, sama dia? Video viral itu bukti, Dan," Tiara menatap Dani berkaca-kaca, "kamu juga pergi tanpa ngabarin aku. Aku nyamperin kamu ke sekolah, ketemu kak Airin, semuanya! Dan kamu tau, orang-orang bilang kamu tinggal di apartemen sama cewek! Terus aku ini apa, Dan?"
Dani menghela nafas. Semua misinya terlalu terburu-buru. Ia tak punya waktu untuk bicara meyakinkan orang lain, bahkan untuk meyakinkan dirinya saja, ia tak punya kesempatan.
"Ti, denger. Aku-" Dani tercekat. Ia bingung harus menjelaskan bagaimana. Tiara tak tahu apa-apa soal misi ini. Dia tak bisa menjelaskannya.
Gadis yang ia sayangi itu berdiri. Tersenyum miris sambil terus menjatuhkan bulir air mata. "Bahkan kamu gak bisa meyakinkan aku kalau semua ini hanya salah paham, Dan. Cepet banget ya, waktu berjalan. Sampai aku gak nyadar kalau kamu berubah. Padahal, aku tetap mencoba bertahan, Dan. Temen-temen aku selalu bisa hang out berdua, aku maklumin kalau kita cuma bisa ketemu sekali seminggu. Mereka bisa bicara dan curhat satu sama lain, aku maklumin kalau obrolan kita hanya satu arah, Dan. Bahkan kamu sering gak bales pesen aku. Aku terima, Dan."
Tiara menghela nafas di antara isak. "Sekarang, aku capek, Dan. Harusnya dari dulu aku gak perlu ngejar kamu, jadi aku gak bakal capek lari sendirian selama ini."
Dani terdiam. Mulutnya terkunci dengan kesalahan yang memang terpampang nyata saat ini.
"Kita udahan, ya." Dani mendongak.
"Maksud kamu, Ti?"
"Kita emang beda kasta, Dan. Kamu artis, aku orang biasa. Kamu terlalu sibuk dan aku terlalu khawatir. Aku pikir cukup sampai disini, Dan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Mode
Teen Fiction[UPDATE SETIAP RABU] Dia bukan artis. Dari balik kacamata hitamnya, lelaki itu kerap menemukan hal yang tak bisa ia mengerti sendirian. Mengejar ketidakpastian akan kejelasan yang ada, sekalipun dari sikap diam sesuatu.