Attention(2)

29 8 2
                                    

"Malem itu lo mau mutusin dia?"

Gibran mengangguk.

"Masih inget dimana, Bran? Kita bisa mulai geledah dari sana. Mungkin aja ada petunjuk yang bisa ditemuin." Sifi meletakkan tiga gelas isi sprite di meja.

Lelaki itu menatap satu-satunya gadis disana yang kurang dari satu jam lalu menangisi dirinya.

Aneh memang. Gibran merasa bersalah atas kelakuannya pada Sifi, apalagi sampai gadis itu menangis. Tapi, kenapa? Apa dia peduli? Peduli yang bagaimana?

"Bener tuh, kak," ocehan Dani memutus lamunan Gibran, "TKP memungkinkan kita nemuin hal yang mungkin aja bisa ngeringanin lo, Gib."

Gibran terdiam.

Ia menghela nafas berat. "Gue gak tau apa tempat itu udah disterilisasi atau malah dipake sama pengunjung seperti fungsinya yang seharusnya."

Sifi dan Dani menatap Gibran tak percaya.

"Tapi, kok gitu sih? Kan itu TKP." Dani mengacak rambut frustasi.

"Cewek itu sengaja telat ngelaporin ke polisi. Biar dia bisa nuduh gue udah hamilin dia," lirih Gibran.

Sifi menutup mulut. "Dia..segitunya?"

Gibran membuang muka ke jendela.

Pembahasan ini selalu berujung pada ketidaknyamanan. Dan ia tak suka itu. Apa gunanya dia merasakan perasaan tulus pada orang yang sudah tahu semua aibnya? Ah, lebih gampang jika ia ditenggelamkan ke bumi sekarang juga.

"Bran."

Gibran menggerakkan bola matanya gusar. "Liat gue, Bran."

Gibran menoleh. Mendapati Sifi menatapnya lekat. "Kalau lo yakin bisa, pasti bakalan bisa. Lo juga perlu minta sama Allah buat nunjukin jalan-Nya. Bukan buat semata-mata naikin pamor lo lagi. Tapi, biar ini," Sifi menunjuk dada kirinya sendiri, "biar tenang buat jalanin hidup. Manusia tugasnya usaha dan doa. Abis itu serahin sama Yang Di Atas. Apa keyakinan kita, itu bakal pengaruhin hasilnya. Stay positive."

Ucapan itu diakhiri dengan senyuman manis.

Gibran tercenung di tempat.

Kenapa...kenapa baru sekarang dia bertemu gadis ini?

'_'

"Bagus sih masih disegel," lelaki berkacamata itu menyentuh garis kuning yang menempel di pintu.

"Dan, gue-"

Dani balas menepuk pundak lelaki di sampingnya. Sikap tubuhnya terlihat gusar dengan terus-terusan menaikkan masker di wajahnya. Padahal kepalanya pun sudah ditutup topi.

Sifi tersenyum di balik masker saat mendekati pintu kamar hotel sambil membunyikan kunci.

"Cepet banget, kak. Gue tadi minta, malah dimarahin sama security."

Sifi tertawa kecil sambil memutar kunci di handle pintu. "Makanya belajar ngerayu orang."

Dani mengangkat tangannya.

"Gue nyerah, Gib. Cewek pendiem kayak kak Sifi ternyata punya bakat terpendam kayak gitu juga. Gue kira cuma Tiara doang."

Gibran menatap Dani yang terdiam. Dan Sifi yang tertegun setelah berhasil membuka pintu yang terkunci itu, membuat Gibran merasa bersalah berada di sini. Padahal, ia tak tahu apa salahnya.

"Ayo, masuk. Pintunya udah kebuka kan, mbak?"

Seolah tersadarkan, gadis itu mendorong pintu yang menguarkan bau apek dari dalam itu. Kamar itu gelap total.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Silent ModeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang