z e r o | garis tuhan

98 40 7
                                    

Seorang gadis duduk santai dibawah pohon rindang yang bersandar pada batang pohon berdiameter tebal. Mata terpejam berkhayal bertemu dengan seseorang yang sangat mencintainya, yang tak akan pernah habis hingga menghembuskan nafas terakhir. Bahkan di dimensi yang berbeda sekalipun. Cinta yang abadi, pikirnya.

Langit senja yang hadir kali ini seakan mendukungnya untuk berkhayal lebih tinggi—lebih jauh—benar-benar diluar kemampuannya. Sepertinya begitu.

Disamping itu, lelaki yang menyandarkan kepalanya di bahu seorang gadis sebagai sandaran, mengunci pandangan pada langit biru yang sama seperti warna matanya. Saraf otaknya terus bekerja bahwa dunia juga tahu apa yang harus dikejar dan apa yang harus dicari. Tidak bisa pulang atau kembali. Tidak akan berhenti atau mati.

Angin membelai lembut kulit. Udara sejuk menembus paru-paru. Lelaki itu ikut terpejam seperti gadis disampingnya.

Seseorang yang langka telah datang tak disangka-sangka.

Ini seperti garis tuhan yang diberikan padanya.

Atmosfer takdir tidak akan pernah terkalahkan dan tidak ada yang berani mengalahkan.

Jika semesta membawanya kembali, maka tidak ada yang harus hidup.

Berpisah dan dipaksa pisah.

Penerang nya redup, penenang nya hilang, dan pelindung nya telah pergi. Tidak ada lagi kekuatan lemah yang menyatu.

Perpisahan adalah salah satu cara agar kita bisa bertemu kembali.

"Pertama kali lihat kamu itu terlalu mendadak bagi aku. Sampai enggak sadar itu seperti hadiah dari tuhan untuk aku."

"Lucu yah. Padahal, pas pertama kali aku ketemu kamu, saat itu juga aku benci sama kamu."

"Bahkan, disaat aku tahu kamu membenci aku, menghindari aku dan kamu juga menolak tatapan ku. Hal-hal kayak gitu yang membuat aku semakin tambah tertarik."

"Aku berpikir aku sedikit enggak waras saat itu. Membenci seseorang yang enggak tahu siapa namanya."

"Awal cerita kita udah enggak baik, jangan sampai berakhir enggak baik juga. Malah, aku berharap enggak ada kata akhir."

"Gimana kalo kita kenalan lagi?"

Mereka diam saling berpandangan lalu tertawa. Entah apa yang ditertawakan.

"Halo! Kenalin gue prince Al pacarnya princess Aurora."

"Hai! Gu-gue .. Lebih suka lo panggil Dan."

"Oke. Dan?" Gadis itu mengangguk.

Mereka saling berjabat tangan.

"Nice to meet you."

"Nice to meet you, too."

Tangan yang berjabatan tadi sudah berubah menjadi saling menggenggam, menautkan jari-jari mereka. Senyum keduanya tercetak dibawah matahari tenggelam dan langit jingga kemerahan.

Indah. Menyenangkan.

Jika dirinya-lah hadiah dari tuhan yang seperti lelaki itu katakan, maka ia akan membuat sang pemilik hadiah merasakan bahagia tak terhingga. Sampai membuat diri nya tak ingin menerima hadiah yang lain.

Rasa syukur itu masih ada.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang