o n e | ini beda

94 37 12
                                    

"ER!!" Bentak pria paruh baya yang akan melayangkan tamparan diwajah yang masih terdapat sisa-sisa luka.

"Jangan pernah denger dari orang lain tentang ER! Mereka tidak tahu Er seperti apa! SIAPA YANG SEHARUSNYA LEBIH TAHU ER?? Siapa?!"

David mengusap wajahnya kasar. Membuang muka enggan melihat putra nya. Ia murka. Baru ingin David membalasnya Key lebuh dulu berbicara.

"Dengarkan Er dulu saja. Mungkin Er ingin menjelaskannya pada kita. Key yakin dia sudah dewasa dalam mengambil keputusan, meskipun remaja labil. Tenangkan hati masing-masing dulu coba, Ayo .. Duduk dulu."

Lelaki itu membawa pria paruh baya tersebut duduk disofa. Mendengar nafasnya yang tersengal-sengal. Menahan emosinya yang sudah memuncak. Lelaki itu ikut duduk menenangkan sang bapak. Sedangkan, Er masih berdiri dengan menundukkan kepala. Nafasnya yang terlihat memburu juga sudah normal.

Mungkin David butuh penjelasan langsung dari anaknya. Seharusnya ia tidak menghakimi anaknya begitu saja. Setelah kemarin ia menampar putranya dihadapan orang banyak dan kini ia hampir menamparnya, lagi. Benar, ia hanya tersulut emosi mengingat kata 'tawuran'.

"Jelaskan pada Ayah."

Er menegang mendengarnya. Ayah. Pria itu menyebut dirinya yang berbeda.

"Jelaskan!" Tegas David sedikit menuntut.

"Jelaskan.Er!" Tekan David.

"Maaf." David mengehela nafas. "Maafin, Er."

"Er minta maaf." David terkejut saat anaknya berlutut dengan air bening berjatuhan.

Anaknya menyesal. Ia sedikit luluh tapi masih enggan karna emosi yang masih menyelimutinya.

"Er, enggak ikut-ikutan hanya ingin melindungi sahabat Er diserang. Awalnya Er disuruh diam dan minggir. Er enggak bisa diam aja saat teman dekat Er butuh bantuan. Sahabat Er di habisin dengan brutal. Er pikir dia mampu makanya Er nurut diam dipinggir tapi tiba-tiba lawannya ngeluarin senjata tajam. Saat temen Er jatuh, Er masuk ke dalam perkelahian dan langsung membalas mereka tanpa ampun. Er hanya ingin mereka merasakan apa yang sahabat Er rasakan. Bagaimana Er kehilangan sahabat yang sudah Er anggap saudara?"

Tak ada respon dari David membuat Er semakin risau.

"Ini bukan tawuran, ini kesalahpahaman. Er dibawa ke kantor polisi sebagai saksi bukan pelaku atau korban. Saat Er memberi kesaksian itu juga berdasar kenyataan. Er tidak melebih-lebihkan atau mengurangi pernyataan. Er jujur dan enggak bohong. Percaya Er kan?"

David menangkap mata elang anaknya. Disana tak terlihat ada kebohongan. Benar-benar tidak ada jalan yang bisa mencelah mata itu sekalipun. Jika dilihat lagi itu sorot mata ketakutan dan kecemasan.

David beranjak langsung memasuki kamarnya. Ia harus tenang. Bagaimana Natasha tahu apa yang dilakukannya pada Er kemarin dan hari ini? Setelah kemarin ia kelepasan menampar pipi kanan anaknya dengan wajah yang masih babak belur.

Dirumah hanya ada David, Er, dan Key. Tanpa Natasha, dan ketiga anaknya yang lain. Untungnya mereka tidak menyaksikan betapa iblisnya seorang David.

Bisa-bisa Natasha menceraikan David saat itu juga, atas apa yang telah dilakukan pada Er. Mungkin David sedang lelah dan salah melampiaskannya.

"Apa Abay* enggak percaya sama gue, Key?" Tanya Er yang masih terlihat gusar.

Kakak pertama nya seakan menjadi bapak kedua bagi Er. Key memeluk tubuh Er lumayan erat. Menepuk-nepuk pelan punggung bergetar itu lalu Er melepas pelukan Key. Setidaknya itu sedikit menenangkan walaupun hanya sebentar.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang