Tiga

279 12 0
                                    

Oh, I, oh... i'm still alive...

Hey, I, oh... i'm still alive...

Ponsel sialan itu berbunyi lagi. Aku menghitung, ini sudah yang ke empat kalinya.

"Jangan ganggu aku!" erangku. Lalu kubenamkan kepala lebih dalam ke bantalan sofa yang entah mengapa terasa keras seperti keset saat ini.

Belum juga satu jam aku tertidur, ponselku tak kunjung mau berhenti berdering. Kurang ajar! Siapa sih yang menelepon malam-malam begini. Aku lelah sekali, tak bisakah aku dibiarkan beristirahat.

Ponsel masih berdering di atas meja, getarannya mendengung sampai telinga.

"SHIT!"

Kututup telinga dengan bantal, seraya berguling ke kanan, dan melanjutkan tidur. Kuabaikan ponsel yang masih sibuk menyanyikan chorus lagu dari band kesukaanku itu. Kemudian ponsel mendadak berhenti berbunyi.

Tapi beberapa detik dari situ, ponselku berbunyi lagi.

"Oh, ya ampun..." rengekku seperti balita.

Malas membuka mata, Ku ulurkan satu tangan untuk menggapai ponsel yang kutaruh di atas meja coffee di samping.

Tanpa repot-repot melihat siapa yang menghubungi, ku terima panggilannya.

"Apa?!" bentakku pada siapa pun yang ada di ujung sambungan telepon.

"Kau ada di mana?" sahut seseorang di dalam panggilan.

Suara melengking yang menyakitkan gendang telinga itu membuatku seketika membuka mata.

"Sal?"

"Ya! Kau di mana? Bukankah hari ini kita masih melakukan pemotretan? Kita semua sudah menunggumu kira-kira seabad lalu. Kau di mana sih? Mengapa kau tak angkat teleponku dari tadi —"

Sal, editor majalah yang bekerja sama denganku dalam pemotretan bersama model Rusia itu terdengar tidak senang.

Kulirik arloji di pergelangan tangan, aku cukup terkesiap ketika melihat waktu sudah menunjukkan hampir pukul 11 siang.

Kuhembuskan napas kencang seraya mengusap wajah.

"Oke, oke... aku akan ke sana sekarang," desahku.

"Get your ass here as soon as possible!" bentaknya, dan panggilan pun terputus.

Tumben wanita pirang itu marah-marah padaku, biasanya di hadapanku dia selalu beramah tamah dan menebar pesonanya yang menurutku di bawah standar itu. Mungkin dia sudah hilang kesabaran menghadapi sikapku yang cuek dan tidak pernah menggubrisnya. Sekarang lah mungkin saatnya dia menumpahkan kekesalannya kepadaku.

"Bitch."

Rasanya baru satu jam yang lalu aku memejamkan mata. Tapi nyatanya aku sudah tertidur selama 6 jam.

Aku bangun dan mendapati kausku lembab akibat berbaring di atas sofa basah. Semalam aku lupa melapisinya dengan kain. Oh ya, aku juga lupa kalau ada seseorang yang kutemukan tadi malam. Bagaimana ya, aku harus pergi bekerja sementara ada wanita terluka di dalam tempat tinggalku. Apa tidak apa-apa jika aku tinggalkan dirinya di sini sendirian?

Dengan langkah gontai aku berjalan menuju kamar tidur, berniat untuk memeriksanya.

Kubuka pintu kamar dengan perlahan, dan kulihat wanita itu masih terbaring aman di balik comforter dengan posisi persis seperti saat terakhir kali aku meninggalkannya tadi malam. Dia masih tertidur, syukurlah.

Linger [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang