Aku tidak ingat kapan terakhir kali diriku merasa begitu memperdulikan hidup seseorang. Atau mungkin sebenarnya aku belum pernah begitu peduli pada siapa pun sebelumnya. Namun kini, rasa ini menginvasi seluruh sistem tubuhku, sehingga rasanya aku ingin selalu ada baginya. Aku ingin menolong, melindungi dan memberikan waktuku untuknya.
Seperti inikah rasanya memperdulikan seseorang?
Aku berlari menuju bagian resepsionis dan bertanya apakah mereka melihat noona. Awalnya aku agak kelimpungan ketika bertanya. Aku pun panik saat menjelaskan ciri-cirinya.
Mereka menatapku dengan kening berkerut, berusaha keras membantu. Tapi kemudian salah seorang resepsionis menggelengkan kepalanya. Dan memberitahuku bahwa dia tidak pernah melihat wanita dengan ciri-ciri yang telah kusebutkan itu.
Tetapi kemudian aku ingat sesuatu, kukeluarkan ponsel dari dalam saku celana dan kucari foto noona yang sengaja kuambil saat dirinya tengah tertidur dua hari yang lalu. Setelah kutemukan fotonya, kusodorkan layar ponselku ke hadapan wajah si resepsionis. Si wanita resepionis itu memandangnya agak lama sambil mengeryitkan kedua alis mata. Lalu dia kembali menggelengkan perlahan kepalanya.
"Maaf, aku benar-benar tidak pernah melihat wanita itu hari ini," katanya dengan raut bersalah.
Rasa kecewa bercampur gelisah mulai menggerogoti. Harus ke mana aku mencari noona?
Ketika aku hendak akan melangkahkan kaki menjauhi meja resepsionis, seorang doorman menghampiriku. Chief dirinya biasa disebut.
"Mr. Kim, apakah anda perlu bantuan?" ujarnya sopan.
Chief, pria paruh baya yang usianya hampir menginjak kepala tujuh, selalu bersikap sopan terhadapku.
"Apa kau melihat seorang wanita terluka keluar dari apartemen hari ini?" tanyaku.
Chief mengingat-ingat sejenak. "Seperti apa ciri-cirinya?"
"Oh! Sebentar," sahutku, lalu kukeluarkan ponsel dan menunjukkan foto noona kepadanya.
Chief mengamati foto noona dengan seksama, sementara aku memperhatikan raut wajahnya. Beberapa saat Chief hanya mengerutkan dahi seraya menggerak-gerakkan mata, ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah. Aku tahu dia akan mengatakan tidak karena aku bisa melihat dari ekspresi wajah Chief yang meragu. Tapi kemudian...
"Apa wanita ini mengenakan pakaian yang kebesaran?" Chief menyahut pada akhirnya.
Lonjakan kelegaan terasa di perutku, membuatku hampir saja meninju udara.
"Ya, ya! Apakah kau melihatnya?" seruku tak sabaran.
Chief terdiam dan berusaha mengingat lagi. Come on Chief!
"Ya, kurasa aku melihatnya. Kalau tidak salah wanita itu berjalan keluar dengan sedikit terpincang-pincang sambil memegangi pinggangnya dari arah pintu samping. Aku hanya melihatnya sekilas dari kejauhan, karena pada saat itu aku sedang memasukkan barang salah satu penghuni ke dalam mobilnya —"
"Kapan kau melihatnya?" timpalku. Aku masih berharap noona meninggalkan apartemenku tidak lama dari semenjak aku pulang.
"Aku tidak yakin, tapi kira-kira antara pukul setengah sebelas atau sebelas pagi," jawab Chief yang lalu meruntuhkan harapanku.
Oh.
Rasa cemas semakin memuncak mengetahui noona sudah lama meninggalkan apartemen. Kulirik arloji, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore.
Kubuang napas kencang.
"Ke arah mana dia pergi?" tanyaku meski aku tahu kalau diriku memiliki kemungkinan yang tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Linger [Tamat]
Romance(Pindah ke Karyakarsa: www.karyakarsa.com/irmarosewrites) "Semua itu berawal dari sebuah pertemuan yang membingungkan. Dia, wanita misterius - sang enigma, perlahan seiring waktu membuat duniaku jungkir balik. Bersamanya kualami sesuatu yang disebut...