PROLOG

29 3 0
                                    

"Tolong...tolong lepasin gue" gadis itu meronta-ronta. Keringat tidak kunjung berhenti mengalir dari pelipisnya. Ia sangat ketakutan.

"Heh percuma Lo teriak nggak bakalan ada yang datang nolongin Lo" hardik lelaki berbadan besar berkulit hitam itu.

"Hahahahah mendingan Lo diam dan ikut sama kita" kini lelaki yang brewokan bersuara.

Gadis itu di tarik paksa agar ikut dengan mereka. Namun sebuah tendangan berhasil mendarat di kepala preman itu.

Kedua preman itu berbalik hendak membalas, namun yang mereka liat hanya siswa berseragam SMA menampilkan senyum meremehkan.

"Berani sama cewe. Lo berdua banci hah?" Ucapnya masih dengan ekspresi sama.

"Banyak bacot Lo anak kecil".

Kedua preman itu kemudian melayangkan tinjunya namun di tepis oleh pemuda itu.

Dengan lincah pemuda itu menendang perut salah satunya akhirnya terlempar keras ke aspal.

Preman yang satu berhasil memukul wajah pemuda itu hingga sudut bibirnya sedikit robek.

Sebelum membalas pemuda itu memegang bibirnya dan tanpa aba-aba langsung memukul wajah preman dan menendang kepalanya.

Karena sudah babak belur kedua preman itu kabur.

"Lo nggak papa?" Tanya pemuda itu pada gadis yang masih duduk di aspal saking terkejutnya.

Ia baru kali ini melihat perkelahian secara langsung.

"Hey" menjentikkan jarinya di depan gadis itu sehingga membuat gadis itu tersadar.

"Lo pasti kaget ya. Gue bantuin Lo berdiri" gadis menerima uluran tangan pemuda itu.

"Ma-makasih" ucapnya terbata-bata.

"Aw" gadis itu meringis merasakan perih di lututnya.

"Lo luka" lalu pemuda itu merangkul pundak gadis itu membawanya ke pinggir trotoar dan mendudukkannya.

Kemudian pemuda itu mengeluarkan plester luka dan menempelkan pada luka gadis itu. Gadis itu hanya diam memperhatikan.

"Biar nggak infeksi. Sampe rumah langsung ganti plesteran nya" selesai dengan kegiatannya.

"Gue Keano" memperkenalkan dirinya.

"I-iya".

Keano mengangkat sebelah alisnya. "Maksudnya?"

"Iya gue tau kok Lo Keano" tanpa melepas pandangan dari wajah pemuda itu.

Keano terkekeh kecil. Gadis itu sungguh lucu.

"Lo kenal gue?".

Ya ampun Ken siapa sih yang nggak kenal Lo cowok terpopuler seantero sekolah.

"Kita satu sekolah seangkatan tapi gue kelas IPA".

Keano mengangguk paham. "Tapi kok gue nggak pernah liat Lo di sekolah?"

"Gue siswi pindahan. Seminggu yang lalu".

"Wow Lo baru pindah aja udah tahu gue. Nggak nyangka gue seterkenal itu". Menggelengkan kepalanya.

"Oh iya nama Lo siapa?".

"Aluna".

"Heum oke Aluna sekarang udah sore dan waktunya balik ke rumah".

Seakan baru sadar bahwa hari sebentar lagi akan gelap Aluna langsung berdiri dan "aw.." ia lupa dengan lukanya.

"Pelan-pelan makanya" Keano membantu Aluna berdiri dengan tegak.

"Makasih gue bisa kok. Kalo gitu gue duluan".

"Siapa yang suruh Lo cabut hah?" Keano berkacak pinggang.

"Hah? Maksud Lo gue nggak boleh pulang gitu?".

"Pulang bareng gue".

"Nggak usah gue bisa sendiri kok".

"Lo mau di gangguin lagi sama preman tadi?".

"Gue bisa naik taksi".

"Mana ada taksi jam segini woy" kesal dengan tingkah cewek di depannya yang membangkang.

"Gue bisa pesan grab" kemudian mengotak-atik handphonenya dan langsung di rampas Ken.

"Eh.."

"Gue anterin Lo pokonya gue nggak mau dengar alasan apapun lagi. Lagian gue nggak butuh pendapat Lo" kemudian memapah Aluna sedikit kasar.

Mau tidak mau Aluna ikut kakinya yang sakit tidak bisa membuatnya melepaskan diri.

Sebenarnya diantar pulang oleh Keano bukanlah hal yang akan menjadi masalah. Tapi Aluna takut setelah ini dia akan di vonis penyakit jantung kalau berdekatan dengan Ken seperti ini.

Bagaimana pun hal ini tidak pernah ia bayangkan. Selama seminggu ia bersekolah ia hanya bisa menatap Ken dari jauh. Karena sejak awal ia masuk sekolah, ia sudah jatuh hati pada Ken.

MenepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang