03 : kenyataan seorang Segara

42 18 13
                                    

Kenapa dia bisa semenyebalkan ini, dan kampretnya kenapa dia ganteng, ya lord!
Andin, 2020.

Disinilah Andin, membentuk lingkaran dengan tiga orang, satu diantaranya adalah teman sekelasnya, Gea. Satunya lagi memandangnya dengan tatapan aneh yang sulit diartikan. Ya sebenarnya gara-gara kesalahannya juga yang lupa membawa jaket cowok itu, tapi asli demi apapun dia lupa. Dan yang dilakukan Andin dari tadi hanya, membuat pola abstrak di kertas untuk menghindari tatapan dari Gara.

"Nih!" Gea memberi kertas kecil berisi catatan barang yang diperlukan untuk dekorasi pementasan, setelah tadi mereka berdiskusi, dan akhirnya Gea menulis semua barang yang diperlukan serta membaginya untuk pembelian.

"Seksi dekor? Nih, buat beli barang-barang dekorasinya. Jangan lupa setiap beli apapun pake nota ya." Jeje tetangga kelas sebelah selaku bendahara di persiapan pentas ini, memberi beberapa lembar uang untuk membeli barang-barang kemudian berlalu pergi.

"Kita bagi-bagi aja ya belinya biar cepet, nanti tinggal bentuk-bentuk. Terus, kerjaan kita kelar." Kania anak Mipa 4 memberi usulan yang diangguki oleh tiga orang lainnya.

"Tapi, ini yakin seksi dekorasi cuma berempat. Banyak banget yang harus dibeli, belum lagi nanti buat bagian panggungnya?" Andin akhirnya buka suara.

"Mau gimana lagi, yang lain juga sibuk, nanti paling seksi konsumsi bisa bantu kita." Jawab Kania, sambil tersenyum menenangkan.

"Ya udah kita bagi aja, ya?" Lanjutnya kalem.

"Kita bisa susun bagian ini dulu, otomatis kita cari kardus dulu. Kita harus ke pemasok, sama cari cat buat warnanya." Gea memberi saran.

"Hm, boleh. Terus cari kertas hias sama selotip dan kawan-kawannya. Gar, lo yang ke pemasok ya? Lo kan cowok." Kania memberi dua lembar uang berwarna merah pada Gara.

Gara yang sedari tadi matanya melihat ke arah Andin kini melengos ke arah Kania, sambil mengangguk malas. Aneh aja, apa hubungannya seorang cowok dengan pemasok kardus? Emang cewek nggak bisa gitu beli kardus ke pemasok? Tapi karena Gara baik, akhirnya dia terima.

"Nah, lo yang beli cat ya Ndin? Lo kan tau banyak warna-warna gitu, pasti nanti kalo lo yang milih bagus." Giliran Gea melempar tugas pada Andin.

"Ha? Terserah deh."

"Ya, udah kalau gitu gue sama Kania ke toko stationery. Kalian berdua ke pemasok sama toko cat, searah kan? Disebrang sana juga ada." Gea lalu berdiri dan mengambil tasnya.

"Sekarang ya emang belinya?" Tanya Andin ragu.

"Iyalah, udah nggak ada waktu ini."

Andin hanya mendesah, takut-takut pada cowok di depanna ini, karena dari tadi matanya nggak kepas dari Andin. Ya dia tau sih salahnya sendiri yang lupa bawa jaket itu cowok. Tapi mau gimana lagi, Andin lupa. Beneran, deh.

Lalu, setelah Kania dan Gea dengan kampretnya meninggalkan Andin dan Gara berdua. Andin cuma bisa berdehem canggung.

"Gue..."

"Cepet, gue nggak mau pulang malem." Ucap Gara sambil menendang tasnya ke tepi aula.

Andin hanya melongo, demi apa. Iya, sih dia seneng bisa berdua sama mahluk ganteng macem Gara. Tapi kalau kelakuannya macam tai gitu siapa yang betah. Huh, untung ganteng. Ia pun lalu mengikuti Gara yang udah ngacir duluan ke parkiran.

Gara menoleh melihat Andin masih setia mengikutinya sampai ke arah motornya. Lalu ia menaiki motornya dan matanya melotot saat Andin ikut menaiki motornya. "Ngapain lo naik motor gue?" Tanyanya agak keras.

"Lah, gue harus gimana?"

"Naik motor lo sendiri lah."

"Apa?!"

"Turun! Naik motor sendiri." Tegas Gara.

Andin pun turun, bukan untuk mematuhi petuah Gara, tapi agar lebih jelas buat bacotin Gara.

"Gini ya, Segara yang terhormat. Lo pikir kalo gue bawa motor gue bakal nebeng lo? Ya enggak lah. Dan sekarang lo nyuruh gue turun dari motor lo dan naik motor sendiri, emang gue mau naik motornya siapa?" Tanya Andin sedikit nyolot.

"Oh, naik kali gitu." Ucap Gara enteng.

Andin melotot, lalu menggeram kesal sambil berkata kurang ajar, yang tentunya ia tujukan pada Gara. Setelah itu akhirnya motor yang dikendarai Gara melaju menuju pemasok.

***

Andin mendengus kesal melihat cowok yang sekarang sedang menyeruput es buah sambil senderan di dinding toko cat. Sekarang Andin sudah fix kehilangan respect sama cowok tengil dengan nama Segara itu.

Andin udah cukup kesel sama sikap annoying Gara hari ini. Gimana enggak? Mengingat kejadian di pemasok kardus tadi saja sudah cukup membuat Andin panas. Gimana enggak. Saat di pemasok tadi Gara menyuruh Andin memilah kardus mana yang bagus untuk dekorasi. Agar nantinya dipisahkan dan langsung dikirim pake pick up sama pemasoknya. Awalnya Andin fine-fine aja saat pertama Gara menanyainya, tapi cowok itu malah menyuruh-nyuruh Andin mengambil kardus lain dan mengumpulkannya dengan kardus lain lainnya. Jangan lupakan muka datar yang nyebelin tingkat akut itu.

Dan sekarang di toko cat, setelah cowok itu menurunkan Andin ia pergi tanpa berkata apa-apa pada Andin, lalu Andin pun memilih mencari warna-warna yang dibutuhkannya nanti. Dan setelah ia bekerja keras melihat list sembari menyocokkan warna ia malah mendapati cowok itu senderan di tembok sambil minum es buah.

"Gar!" Panggil Andin nggak santai.

Yang dipanggil hanya menoleh sambil mengunyah es batu sampai berbunyi 'krauk-krauk'.

Andin mengatupkan giginya.

"Huh, sabar Ndin." Ucapnya dalam hati.

"Nih, bantuin bawa." Andin menunjuk 5 cat kaleng di dekat kakinya. Dua berukuran 5 kilogram, tiga lainnya adalah kaleng kecil.

"Ok." Ucap Gara. Cowok itu pun melempar asal cup es nya dan berjalan ke arah Andin, membuat Andin sedikit tersenyum senang. Akhirnya, bantuan datang juga.

"Tangan." Ucap Gara pada Andin.

Andin mengerjap, lalu menberikan tangannya pada Gara, ia kira Gara akan memberinya tiga kaleng kecil, namun tangannya kaget bukan main saat mendapati beban berat yang bergelantung. Ia sanpai meletakkan kaleng cat itu kembali ke tanah. Sedangkan Gara, dengan mudah membawa tiga kaleng kecil itu sambil menatap Andin.

"Cepet."

Andin hanya melongo lalu kemudian berdecak sebal, namun ia tetap membawa dua kaleng cat itu dengan kesusahan sampai akhirnya berhenti disamping motor Gara.

Demi apapun, Andin menyesal pernah memuja cowok ganteng di dedekatnya ini. Kenapa dia bisa semenyebalkan ini, dan kampretnya kenapa dia ganteng, ya lord!

Sampai di rumah, Andin menyenderkan punggungnya yang terasa akan patah setelah seharian berkutat dengan persiapan pensi persahabatan, yang kampretnya dia dapat partner macam Segara.

Ah! Mengingat betapa menyebalkannya tingkah seorang Segara seharian ini membuat Andin ingin menarik perkataannya dulu saat memuja Segara dengan segala daya tariknya. Bagaimana tatapan datar dari seorang Segara dan jangan lupakan ucapannya yang selalu datar tapi berhasil membuat orang naik pitam itu.

"Iih! Kenapa bisa ada orang model begitu sih?" Andin bergidik, lalu melepas dasi dan ikat pingganya. Meletakkannya pada gantungan baju dibelakang pintu. Saat itu juga matanya menatap sebuah jaket yang dia yakini bukan miliknya.

"Masukkin tas aja kali ya, biar nggak lupa."

Stay at home, we read
😊😍😊

THE CONNECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang