04.

526 66 8
                                    

Saat ku melihatnya,
Ku bahagia.

-- 76 production, Padamu.

***

Akyla

"Ya Allah lama-lama indomaret pindah dah kemari!"

Udah hampir seminggu kata-kata itu adalah pengawal hari gue di kantor dan kata-kata itu selalu keluar dari mulut Bang Viros.

Gue menoleh ke arah kantong bertuliskan indomaret dan ada sekitar 5 kantong yang isinya cemilan. Mulai dari ciki-cikian yang beraneka rasa mulai dari rumput laut sampai rasanya ternyata begini ditinggal olehnya, terus wafer yang ternyata tidak seratus lapis, minum-minuman penyebab kandungan gula meningkat cukup tajam, dan pastinya kuaci.

"Gak apa-apa, gue malah bersyukur bos kita kesambet kayak gini tiap hari, karena itu berarti kuaci gratis buat gue!" sorak Kak Wini sambil membawa semua kuaci ke mejanya.

"Kyl, ambil aja, yang banyak, yang kemarin aja belom abis, ini si Bos udah beli lagi aja," ucap Pita sambil menyodorkan pringles ke arah gue.

Gue mengambilnya, "Thank you, Pit."

"Semenjak lo pingsan ye, Kyl, tiap pagi pasti udah ada cemilan begini di sini, pas gue tanya Juan ternyata dari si Bos," ucap Bang Viros.

"Ada bagusnya juga lo pingsan, Kyl," lanjutnya.

"Kesambet kayaknya di klinik gedung," balas Pita yang disambut dengan anggukan dari Viros.

"Kesambet malaikat makanya jadi baik hati."

Setelah mendengar suara itu, Pita langsung keselek wafernya, Bang Viros langsung menyembur teh kotaknya, sedangkan gue cuma bisa memandang pemilik suara itu yang sedang berdiri sambil menatap gue.

Altair.

"Pastiin lo makan, biar gak kurus-kurus amat, entar gue disangka mengeksploitasi karyawan gue," ucapnya lalu segera berjalan ke arah ruangannya.

Gue memandangi pintu ruangannya yang sudah kembali menutup.

"Bang Ros, lo memikirkan apa yang gue pikirkan gak?" tiba-tiba Pita ngomong setelah batuk-batuknya selesai.

"Naon?"

Pita menatap gue lalu kembali menatap Bang Viros. Kenapa Pita begitu?

"Kapan terakhir liat atau mendengar Alta peduli sama orang?"

Bang Viros terlihat berpikir sejenak lalu menggeleng, "Gak pernah, bahkan waktu masih di kampus pun dia terkenal gak peduli apapun."

"Kalo dia peduli sama orang lain, udah langgeng sampe pelaminan kali dia sama pacarnya, lah ini kan enggak," lanjutnya.

Pita menjentikkan jarinya, "Betul, lalu apakah lo merasa kata-katanya dia barusan termasuk ke kata-kata kepedulian?"

Dan Bang Viros juga Pita kompak menatap ke arah gue yang sedang membuka pringles.

"Kenapa?" tanya gue.

Lalu kemudian mereka berdua sama-sama menggelengkan kepala.

"Ah gak mungkin," ucap Bang Viros.

"Ngawur aja kita," balas Pita.

Dan mereka berdua kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Ini mereka berdua kenapa deh?

Kebanyakan micin?

***

Mungkin benar apa kata Pita soal Alta yang sedang menghambur-hamburkan gajinya yang belom abis-abis juga kepada kaum penuh cicilan di kantor.

Understanding YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang