Part 2

1.3K 192 5
                                    

Sehun mendesah kecewa lantaran ternyata buku itu sudah tidak lagi ada di halte. Memang ia masih ingat betul wajah laki-laki semalam. Tapi itu pasti menyulitkan karena Sehun yang tak pernah bersosialisasi di kampus harus mencarinya di seluruh gedung kampus yang besarnya tak masuk akal ini.

Tapi apapun ceritanya ia harus bisa menemunkan jurnal itu. Banyak hal penting di dalamnya yang ia tidak ingin siapapun tahu termasuk pria semalam. Dengan keadaan yang sama sekali tidak ada pengamanan apapun, ia khawatir sosok itu diam-diam penasaran dan membukanya.

Sehun cemas. Pikiran negatif menguasi kepalanya. Tapi bahasa tubuhnya terkesan santai. Langkahnya mengayun begitu saja menyusuri gedung pertama yang akan ia amati. Fakultas ilmu pendidikan.

Agak ragu sebenarnya ia menduga bahwa laki-laki semalam itu adalah calon guru. Dilihat dari penampilannya yang mengenakan ripped jeans hitam dengan atasan berupa kaus dalam putih dan luaran kemeja kotak-kotak biru laut. Tatanan rambutnya yang dicat abu-abu, disisir ke kiri dengan klimis—yang Sehun yakin itu dilapisi gel lantaran tak berantakan sekalipun dihantam angin sepoi— ditambah sandal jepit senada ripped jeansnya. Calon guru macam apa?!

Sehun memutar badan. Mencoba menerka fakultas lain yang sekiranya memiliki mahasiswa dengan modelan yang sama dengan laki-laki itu. Langkahnya terhenti lagi di sebuah gedung fakultas kesenian. Ada kemungkinan kan dandanannya itu khas anak band atau mungkin dancer hiphop.

Kelas perkelas, mulai dari jurusan seni musik, teater, rupa, dan sebagainya Sehun amati. Tak sama sekali ia bertemu dengan pria hidung mancung itu. Sialan.

Sehun mulai lelah. Ia kemudian memelankan langkah menuju kelasnya sendiri. Ia terpaksa menunggu dengan harapan bahwa orang itu dengan baik hati mengembalikan jurnalnya. Meskipun hanya sepuluh persen kemungkinan orang itu akan peduli.

Tapi apapun ceritanya ia harus cepat menemukan jurnalnya sebelum sang ayah berhasil menjemputnya. Ia yakin pasti sekarang seisi rumah keluarga Oh sedang dihebohkan dengan fenomena hilangnya putra bungsu mereka. Persetan, nyatanya ada yang jauh lebih penting dari pada itu.

***

"Apa kau mengenal Oh Sehun?" tanya Chanyeol pada Minhyun, satu-satunya temannya yang berada di jurusan yang sama dengan sosok pemilik buku di halte semalam.

Ia lelah mencari ke sana ke mari tapi tetap tak ada petunjuk ataupun tanda-tanda. Ternyata kulit mulus porselen anak itu tetap tak memudahkannya dalam pencarian.

Minhyun mengernyit, "Oh Sehun siapa?"

Chanyeol balik mengernyit. Minhyun tak mengenalnya, padahal jurusan yang Sehun tulis sama dengan jurusannya. Apa Sehun itu setan? Atau memang berbeda kelas dengan Minhyun?

"Oh Sehun dari jurusan yang sama denganmu. Orangnya cukup tinggi, tapi lebih tinggi aku. Kulitnya pucat. Kau tak kenal?"

Minhyun menggeleng atas ciri-ciri yang disebutkan teman SMAnya itu.

"Apa kelas kalian berbeda?"

"Mungkin."

Helaan nafas Chanyeol menderu, "Baiklah. Terimakasih ya, aku pergi dulu."

Minhyun mencegah, "Tunggu!"

"Kenapa?"

"Kalau kau benar-benar ada perlu dengannya, kita bisa menanyai salah satu temanku dari kelas sebelah." Minhyun menawarkan.

Chanyeol menarik senyum, menepuk pelan kepala Minhyun. Dari dulu Minhyun selalu memiliki sikap ringan tangan dan suka membantu orang lain. Makanya sejak SMA, teman-teman sekelasnya suka memanfaatkannya saat ada tugas menggambar. Chanyeol adalah salah satu dari mereka.

Minhyun tak pernah mau dibayar atas jasanya layaknya anak lain yang menjadikan skill mereka sebagai uang jajan tambahan. Untuk itu Chanyeol selalu membelikan makanan kesukaannya secara diam-diam sehingga ia tak bisa menolak. Juga, Chanyeol sempat jatuh cinta padanya.

Minhyun berjalan menuju kelas di sebelahnya bersama Chanyeol.

"Hanbin!" panggil Minhyun pada salah satu anak laki-laki berkacamata yang tengah sibuk di mejanya.

Yang dipanggil menoleh. Berjalan ke arah Minhyun kemudian menanyakan maksud kedatangannya.

"Temanku ada perlu denganmu," kata Minhyun.

Hanbin menoleh pada Chanyeol dengan mata menyiratkan tanya.

Chanyeol mulai bertanya dengan sopan, "Ah begini, apa di kelasmu ada yang namanya Oh Sehun?"

"Ada." jawab Hanbin

"Bisa tolong kau panggilkan untukku?"

"Dia sedang absen hari ini."

Chanyeol mendesah, tapi sebisa mungkin tersenyum kecil kemudian mengucapkan terimakasih atas informasi yang diberikan Hanbin.

Setelahnya Chanyeol berpamitan pada Minhyun dan Hanbin sebelum beranjak. Ia berjalan ke parkiran berniat meninggalkan kelas pagi ini. Ia memang niatnya hanya ingin mengembalikan buku itu pada pemiliknya setelah itu ia pulang.

Sebenarnya bisa saja Chanyeol menitipkannya pada Hanbin untuk memberikannya besok saat Oh Sehun sudah datang. Tapi ia ingin memberikannya langsung supaya bisa melihat wajah itu lagi. Sialnya hari ini ia belum beruntung.

Tapi saat Chanyeol hendak membuka pintu mobil, seseorang dari belakang menepuk bahunya. "Hei!" ucap orang itu.

Chanyeol berbalik. Setengah tak percaya bahwa orang itu adalah Oh Sehun. Dengan setelan kasualnya seperti biasa. Bedanya hari ini Oh Sehun mengenakan kaus berwarna Peach. Menambah kesan cantik dalam diri si pucat.

Chanyeol tersenyum kikuk kemudian menjawab, "Hai."

"Kau laki-laki yang duduk di sebelahku semalam kan?" tanya Sehun to the point. Suara khas dengan logat cadel itu mengubah pemikiran Chanyeol terhadap bibir yang semalam sangat datar dan rapat itu. Tak hanya cantik, Sehun juga imut ternyata.

Chanyeol mengangguk. Feelingnya mengatakan bahwa saat ia mencari-cari Sehun tadi, Sehun juga sedang mencarinya.

"Apa kau melihat jurnalku?" ah, rasanya Chanyeol ingin terus-terusan mendengar Sehun berbicara.

Melihat Chanyeol yang tak merespon, Sehun lantas melambaikan tangannya ke depan wajah si pria hidung mancung. "Halo,"

"Oh, sebentar." Chanyeol sadar bahwa dari tadi ia sibuk memerhatikan wajah Sehun dan berfantasi ria. Ia kemudian merogoh ranselnya lalu mengembalikan buku itu pada Sehun. "Maaf, aku menyimpannya semalam. Tadi aku juga sudah mencarimu ke kelas. Tapi kata temanmu kau absen."

"Terima kasih kalau begitu. Apa yang bisa kulakukan untuk membalasnya?" muncul ide di otak Sehun agar secara tidak langsung ia bisa meminta tolong pada sosok —yang bahkan ia tak tau namanya— itu untuk membawanya kabur dari kampus. Ia hanya tak ingin tiba-tiba Siwon datang bersama bodyguard dan menyeretnya paksa di depan para penghuni kampus. Itu akan sangat memalukan meskipun ekspresi Sehun tetap datar.

Sehun bisa saja pulang sendiri tapi ini sudah tidak sempat untuknya menunggu kendaraan umum yang lewat. Ia yakin, jika ia mengulur waktu sedikit lagi maka Siwon pasti tiba.

"Ah, tidak usah. Aku ikhlas, kok."

"Ah, tapi aku tak bisa berhutang budi."

"Tapi—"

"Bagaimana jika aku menraktirmu makan di restoran jepang ujung jalan gangnam? Aku akan sangat sedih jika kau menolaknya." Sehun menyela.

"Baiklah."

"Tapi aku tidak bawa kendaraan pribadi. Apa aku boleh menumpang denganmu?"

Senyum lima jari Chanyeol mengembang, "Tentu."

The First One • ChanHunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang