Part 4

1.1K 192 13
                                    

Siwon menatap punggung Sehun hingga menghilang di balik pintu kamarnya. Ia menghela nafas. Sadar akan ucapannya yang memang sudah sepenuhnya salah.

Jennie yang sudah sibuk mengetuk pintu kamar itu melirik tajam suaminya yang masih terpaku di tempat semula.

"Sehun, buka pintunya, sayang. Biarkan ibu masuk." pujuk Jennie.

"Sehun? Buka pintunya." tetap nihil. Sehun masih enggan membukakan pintu kamarnya.

Siwon berjalan ke arah sang istri. Meraih punggungnya, "Sayang, aku-"

"Jangan bicara padaku sampai Sehun memaafkanmu." tukas Jennie sebelum ia benar-benar meninggalkan suaminya.

Siwon mengacak rambutnya frustasi. Tapi begitulah. Penyesalan tak pernah datang lebih awal.

***

"Sehun," panggil Siwon seusai ia berhasil membuka pintu kamar Sehun dengan kunci cadangan.

Putra bungsunya terduduk di atas karpet bulu berwarna merah jambu dengan posisi memeluk kedua lutut. Kepalanya ia letakkan diatasnya. Mungkin jika kondisinya normal, Sehun akan menangis. Tapi seperti yang Siwon lihat, anak itu hanya memasang wajah datar tanpa sedikit pun memberikan ekspresi atas apa yang sedang ia rasakan.

Sehun bergeming mendengar panggilan ayahnya. Masih dengan posisi yang sama. Bahkan sampai Siwon duduk di sampingnya.

Siwon menarik kepala Sehun ke dadanya. "Maafkan Ayah. Demi tuhan, maafkan ayah." lirihnya benar-benar menyesal.

"Bukan Ayah yang salah. Aku saja yang berbeda."

"Tidak! Jangan bilang dirimu berbeda, tidak ada yang boleh mengatakan dirimu berbeda. Itu menyakitkan, kau tahu?"

Lucu kedengarannya. Siwon mengatakan itu setelah jelas-jelas ia sendiri yang membandingkan Sehun dengan putranya yang lain. Secara tidak langsung Siwon mengatakan bahwa ia berbeda. Tapi bukankah orang tua memang begitu? Bebas mencaci anak mereka sendiri, tapi tidak sudi jika ada orang lain yang ikut-ikutan mencaci.

"Tapi memang seperti itu kenyataannya.." Sehun mengeratkan pelukannya pada pria yang paling ia cintai sedunia itu. Tangannya mencengkeram sisi kemeja Siwon. Sebatas itu ia bisa menyalurkan kekesalannya.

Sejatinya, Sehun tak pernah benar-benar membenci ayahnya. Lantaran ia tahu betul laki-laki itu sebenarnya menyayanginya lebih dari apapun terlepas dari kata-katanya beberapa menit yang lalu. Sehun pun demikian.

Siwon melepas cengkeraman putranya dengan lembut. Ia mengamati kedua telapak tangan yang kini sudah memerah itu. Sudah bisa ia bayangkan bagaimana kusutnya kemeja itu sekarang.

"Kau putra kami yang paling berharga. Kau tahu, saat kau lahir aku bahkan tak bisa bernafas dengan baik lantaran tak mendengar suara tangisan sedikitpun darimu." Siwon kembali membawa Sehun ke dekapannya. "Tapi jangan pernah menganggapnya kekurangan. Itu keistimewaanmu, Sehun."

Keheningan kemudian menetap untuk beberapa menit. Sebelum suara Sehun kembali terdengar.

"Ayah.."

"Hm?"

"Aku rasa aku jatuh cinta, Yah."

Siwon menyimpulkan senyum, "Kau sudah dewasa. Apa dia cantik?"

Sehun lantas menunduk kemudian menggeleng lemah. "Dia.. pria, Yah."

Siwon menangkup kedua pipi Sehun. Membuat manik kembar itu bertubrukan langsung dengan matanya. "Ayah tidak marah. Jangan takut."

Sehun menarik ujung bibirnya. Tidak memberikan respon apapun hingga sang ayah kembali melontarkan pertanyaan, "Siapa dia? Siapa orang yang berhasil membuat bungsu keluarga Oh jatuh cinta?"

"Nanti Ayah akan tahu."

Detik berikutnya terdengar suara panggilan masuk dari ponsel Sehun. Melihat nama si penelepon, Sehun buru-buru menjauh dari sang ayah untuk mengangkatnya. Siwon tersenyum geli melihat tingkah putranya. Ia yang paham kondisi pun bergegas keluar dari kamar Sehun.

"Halo?" suara berat Chanyeol menyapa. Membuat rindu di relung jiwa Sehun menggebu, padahal mereka baru bertemu siang tadi.

"Hai,"

"Sedang apa?"

"Tidak ada. Kenapa tiba-tiba menelepon?"

"Memangnya tidak boleh?"

"Ya tidak apa. Aku kan bertanya." Sehun terdengar ketus diujung kalimat.

Chanyeol tertawa mendengarnya, "Hahaha, santai. Jangan marah-marah begitu. Nanti cantikmu hilang."

Panas..
Bibir tiba-tiba tertarik ke atas..
Canggung..
Malu..

Apa ini? Baru kali ini Sehun merasakannya. Apa Sehun perlahan sembuh dari kelainannya?

"Aku bosan."

"Jadi kau meneleponku karena ingin melampiaskan kebosanan?"

"Tentu saja bukan!" jawab Chanyeol cepat. "Kenapa galak sekali, sih?"

"Habisnya kau.."

"Aku bosan, ketepatan aku juga sedang merindukanmu."

Gila! Sekali lagi Sehun merasakan pipinya lagi-lagi menghangat. Chanyeol benar-benar lebih hebat dari psikolog pribadinya. Besok Sehun akan minta pada ayah untuk menghentikan terapi rutinnya. Ia hanya perlu konsultasi saja jika sudah begini.

"Kau gila." kata Sehun tanpa sadar.

"Kenapa aku gila?"

"H-hah?" Sehun kebingungan. Benar, atas dasar apa ia mengatakan Chanyeol gila? "M-maksudku, kau gila. Mana ada orang yang rindu pada seseorang yang baru ia temui." kata Sehun. Diam-diam ia lega lantaran berhasil menemukan jawaban.

"Ada, aku buktinya."

"Yasudah terserah."

"Sehun, besok kau kau pergi bersama siapa?"

"Aku diantar ayahku."

"Mau kujemput?"

The First One • ChanHunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang