Siwon memerhatikan putranya yang berbeda dari biasanya. Anak itu terkesan hampir tak pernah menaruh perhatian pada sekitar. Tapi, apa itu tadi? Sehun menoleh ke belakang—halte tempat ia duduk sebelum dijemput—saat Siwon sudah melajukan mobilnya beberapa meter. Seperti ada objek yang mencuri perhatiannya.
"Kau lihat apa, Sehun?" tanya Siwon.
Putranya menoleh, lumayan kaget tapi setelah itu Sehun menetralkan kembali rautnya. Menjadi datar seperti biasa. "Tidak ada, Yah."
Siwon tak berkomentar lagi. Keheningan menyelinap. Sesaat kemudian, helaan nafas lirih milik Siwon terdengar.
"Kau sudah bilang pada dosenmu?"
Sehun mengernyit, "Tentang apa?"
"Kau akan mengambil cuti besok karena kau harus mengikuti terapi rutin."
"Oh. Belum." jawab pemuda itu datar.
"Bagaimana bisa? Kau lupa apa bagai-"
"Ayah.." potong Sehun lirih. Siwon membiarkan anak itu melanjutkan kata-katanya. "Ini sudah hampir setahun aku menjalani terapi itu. Tapi emosiku tetap tak menunjukkan perubahan berarti. Lebih baik sudahi saja dari pada uang Ayah terbuang sia-sia."
"Tapi Ayah tetap lebih memilih uang Ayah habis untuk mengobatimu daripada puas melihatmu tak bisa mengekspresikan emosi. Lagi pula, kau tahu sendiri biaya terapi itu bahkan tak sama dengan uang jajanmu sehari penuh."
Memang benar begitu. Tidak sedikitpun Siwon ingin menyombongkan diri. Tetapi memang biaya terapi itu tak berarti apapun baginya yang seorang general manager di perusahaan ayahnya sendiri. Akan sangat memalukan jika ia sampai tak bisa membuat putranya sembuh.
"Ayah, ini bukan penyakit berarti,"
"Bukan penyakit berarti bagaimana, Oh Sehun?" tegas Siwon. Ia sampai menekan nama lengkap putranya itu.
Oh Sehun memiliki gangguan alexithymia. Alexithymia adalah ketidakmampuan untuk mengenali dan menyampaikan emosi. Meski Sehun paham bahwa ia sedang merasa sedih atau emosi lainnya, ia tak bisa mengungkapkannya.
Orang tuanya mengetahui ini ketika Sehun lulus SMA. Mereka pikir dari kecil anak bungsu mereka itu memang berkepribadian tertutup dan antisosial. Tapi lama kelamaan mereka merasa ada yang aneh. Tak sekalipun mereka melihatnya tertawa lepas, cemas, atau menangis semasa hidupnya. Psikolognya kemudian menjelaskan kondisi Sehun yang sebenarnya. Meski kondisinya tak memberikan berpengaruh buruk, orang tuanya bersikeras memberi Sehun penanganan terbaik berupa terapi atau apapun yang psikolognya anjurkan.
"Jika kau tak mau, biar Ayah saja yang menghubungi dosenmu nanti." final Siwon.
Sehun menunduk tak sanggup melawan. Siwon terkesan otoriter dalam mendidik. Ia tak pernah main tangan, tapi suaranya sudah cukup membuat anak-anaknya bergidik.
***
"Kenapa Kakak menjemputku sekarang? Aku kan belum menelepon itu artinya aku dan Johnny belum selesai mengerjakan-"
"Kakak tak pernah mengajarimu memanggil nama pada seniormu sendiri." respon Chanyeol datar saat ia sudah tiba di depan dua anak laki-laki berseragam SMA itu.
Jaehyun dan Johnny sama-sama menunduk.
"Aku bahkan tidak melihat buku atau laptop sama sekali di sini. Apa tugas kelompok kalian makan snack bersama? Dan oh, mana mungkin dua orang berbeda tingkat punya tugas kelompok."
Dua laki-laki beda umur itu masih menunduk. Benar, di depan mereka hanya ada bungkusan makanan ringan yang berserakan di mana-mana. Juga ada kaleng-kaleng softdrink tergeletak asal di sana.
Chanyeol menghela nafas. "Bukannya kakak tak suka jika kau pacaran-"
"Kami tidak pacaran!" sela Jaehyun cepat.
"Lalu apa?"
"Hanya teman. Atau.. Senior-junior."
Chanyeol hampir tertawa mendengar ocehan polos adiknya. Lebih lagi saat ia melirik wajah kesal bercampur putus asa milik Johnny saat Jaehyun berkata bahwa mereka hanya teman. Chanyeol tahu bagaimana pedihnya terjebak friendzone. Poor Johnny.
"Kau yakin?" Chanyeol menyeringai.
Jaehyun lagi-lagi dengan tampang inosennya menjawab, "Yakin!"
"Tapi wajah Johnny tidak meyakinkan."
Johnny langsung salah tingkah lantaran melihat senyum sialan Chanyeol. Dasar Park bajingan Chanyeol. Johnny bingung harus bagaimana.
"Aku.. tidak yakin." kata Johnny dalam nada keputus asaan. Terpaksa mengaku.
Tawa Chanyeol lepas, sementara sang adik melongo seperti orang bodoh. Jaehyun tak pernah pacaran jadi ia setolol ini dalam urusan percintaan. Chanyeol tak yakin apakah anak itu tahu apa yang sebenarnya ia rasakan pada Johnny adalah cinta.
"Maksud kakak?" tanya Jaehyun.
Johnny tak sanggup menahan gemas pada kapasitas otak Jaehyun yang di bawah anak TK. Ia mengungkapkan apa yang ia rasakan pada Jaehyun selama ini. Persetan jika ada Chanyeol di sana. Lagipula Chanyeol pun mengerti. Jadi, kepalang basah, mandi sekalian.
"Bagaimana bisa kau menganggap kita hanya teman setelah apa yang kita lalui selama ini, Jaehyun? Aku-mencintai-mu-Park-Jaehyun. Astaga! Maaf kak Chanyeol, tapi adikmu ini bodoh sekali."
Chanyeol terkekeh, "Memang."
Wajah Jaehyun yang sempat bersemu mendengar pengungkapan cinta Johnny, berubah kesal.
Bug!
Bug!
"Apa maksud kalian mengataiku bodoh?!" teriak Jaehyun seusai memukuli lengan kakak kelas dan kakak kandungnya.
Chanyeol dan Johnny meringis.
"Johnny, mengatakan dia mencintaimu. Kau bagaimana?" tanya Chanyeol setelah berhasil menetralkan kembali perih di lengannya.
"Aku.." Jaehyun menjawab ragu-ragu dengan senyum malu membuat Johnny tak sabaran mendengarnya. "Aku juga mencintai kak Johnny." kata Jaehyun dalam satu tarikan nafas. Ia sempat memejamkan mata saat mengucapkannya saking malunya ia.
Johnny tersenyum lega. "Kak Chanyeol, bolehkan jika Jaehyun jadi pacarku?"
"Kenapa tak kau tanya langsung dengan yang bersangkutan?" tantang Chanyeol.
Johnny melebarkan senyumnya, merasa sudah direstui sang calon kakak ipar. Tangan kanannya meraih jemari halus milik Jaehyun. Sementara yang lain meraih salah satu botol softdrink yang sudah kosong. "Jaehyun, jadilah pacarku. Aku tak bisa berpuisi juga tak ada bunga di sini. Jadi ku mohon, terimalah kaleng softdrink kosong ini. Ini simbol bahwa kau juga menerima cintaku."
Jaehyun menerimanya dengan kulit yang sudah memerah dari wajah sampai telinga dan leher. Perlahan tangannya yang terbebas meraih kaleng itu sembari berucap lirih, "Aku menerimamu."
Chanyeol terkekeh melihat aksi picisan di depannya. Ia kemudian menarik tangan Jaehyun yang masih digenggam Johnny. "Sudah jangan lama-lama memegangnya."
"Ini untuk pertama dan terakhir kalian bermain bersama dengan alasan bohong. Setelah ini, kalian harus jujur jika mau pergi ke manapun dan melakukan apapun. Kau juga Johnny, jika kau benar-benar pria, kau harus minta izin padaku jika hendak membawa Jaehyun. Jangan menyuruhnya berbohong seperti tadi."
"Maaf, Kak." Johnny berujar.
Chanyeol menepuk pundak laki-laki itu. Kemudian menarik Jaehyun hingga berdiri, "Sudah ayo pulang. Lain kali, kau harus menyuruh Johnny mengantarmu pulang."
***
Satu yang menjadi alasan Sehun mengapa ia kabur dari jadwal terapi pagi ini. Ia harus mengambil buku jurnalnya yang ia ingat betul tertinggal di halte depan kampus. Jika tidak ada, maka satu orang yang pantas ia tuduhkan sebagai pelaku. Ia masih hafal betul wajah satu-satunya orang yang duduk di sebelahnya semalam, sekaligus orang yang membuatnya menoleh ke belakang saat sudah di mobil.
![](https://img.wattpad.com/cover/220525042-288-k930592.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The First One • ChanHun
Hayran KurguBisa kau bayangkan setelah 20 tahun hidup tanpa airmata, kemudian seseorang datang lalu menjadi yang pertama dan satu-satunya yang berhasil membuatmu menangis?