16

113 10 0
                                    

Freya baru sampai di rumah saat hari sudah gelap. Senandung dan siulannya sepanjang jalan kontan terhenti saat dia melihat sedan hitam pekat milik papa terparkir di carport. Seorang laki-laki yang diketahuinya sebagai sopir pribadi sang papa,  yang penampilannya lebih mendekati debt collector khusus untuk debitur paling bermasalah dari pada sopir pribadi, berdiri tidak jauh dari kendaraan papanya.

" Baru pulang, non Freya? " Tanyanya.

Pertanyaan basa-basi itu dilontarkan dengan sikap yang benar-benar profesional. Punggung yang sedikit di bungkukan plus senyuman antifisial. Meskipun orang yang disapanya itu masih bocah ingusan, dia tetap putri sang bos besar.

" Iya, mang " Freya mengangguk. " Ada papa, ya? "

" Iya. Sudah dari sore nunggu non Freya pulang. "

" Kenapa harus nunggu sore? Telepon dong. Hari gini, nunggu nggak pake ngomong. Kalo saya nggak pulang, gimana? Emangnya cuma papa yang sibuk. Saya juga sibuk, mang "

Laki-laki berkulit agak gelap serta berpostur tinggi besar itu tersenyum. Kali ini ia benar-benar tersenyum.

" Iya, saya tau. Non Freya juga pasti sibuk. " Dia mengangguk.

" Bagus deh, " ucap Freya dingin. Cewek itu lalu berbalik badan dan berjalan ke dalam. Siapapun yang berada di pihak papa, jelas bukan kawannya.

Papa duduk di salah satu kursi besar di ruang tamu. Sama seperti semua perabotan kayu di rumah itu, kursi besar tersebut terbuat dari kayu jati kualitas terbaik dan dipesan dengan desain khusus. Papa langsung menghentikan kegiatannya membaca lembaran kertas di pangkuan. Diletakannya lebaran kertas itu di meja di depannya. Dua kotak kue keluaran bakery ternama di Jakarta terhidang di meja dalam keadaan tutup terbuka.

" Baru pulang? " Sapanya. Freya tidak menjawab karena memang pertanyaan itu tak perlu dijawab. Jelas-jelas dia beru pulang. Bukan baru ngepel atau baru nyiram tanaman.

Papa tersenyum. sudah sejak lama anak yang dipilih untuk tetap bersamanya ini seperti jauh dari jangkauannya.

" Duduk Frey, " perintah papa dengan nada lembut. " Udah lama ya, kita ga pernah duduk sama-sama. Ngobrol lagi kaya dulu. "

Freya mengangkat kedua alisnya. Lawakan yang nggak lucu banget. Emangnya kapan mereka pernah ngobrol? kecuali kalau pembicaraan dengan nada tinggi atau suara tinggi yang sering berakhir dengan papa menggunakan otoritas yang sebagai seorang ayah atau Freya menggunakan satu dari banyak cara pembangkangan sebagai bentuk protes bisa dianggap sebagai ngobrol bersama. Yaaah, mereka adalah ayah dan anak yang sangat komunikatif.

Freya dan papanya tak beranjak, walau lama hanya tercipta keheningan diantara mereka. ini pembicaraan pertama tanpa keinginan untuk pergi secepatnya. Pembicaraan pertama tanpa kuota kata-kata. Freya bahkan bersedia tetap duduk di tempatnya selama yang diinginkan papa, asalkan papa juga bersedia mengatakan hal-hal yang ingin ia ketahui.

" Kamu kata siapa Mama sama Rey mau ke balik lagi kesini? "

" Buat apa Papa tanya bukannya Papa ga peduli ya? "

" Freya Papa serius " ucap nya dengan nada tinggi.

" Frey juga serius kok Pa "

" Huft jadi gimana keadaan nya Rey apa dia baik baik aja? "

" Ya begitulah "

" Kalo dia gimana? "

Freya mengerutkan keningnya. " Dia? Dia siapa? "

" Ya dia "

" Maksud Papa, Mama? " Ujar Freya penuh emosi.

" Iya Mama kamu "

" Kalo ga mau tau kabar mereka ga usah sok sok an pingin tau deh " kata Freya langsung beranjak dari kursi dan melangkah naik menuju kamarnya.

" Freya maksud Papa bukan kaya gitu.. Frey dengerin Papa dulu.. Freyaaaaa!!! " Teriak papa.

Freya sudah terlatih untuk menulikan kedua telinganya saat dalam kondisi seperti ini. Hanya itu yang ia bisa untuk menghindari pertikaian dengan sang Papa.

...

Freya duduk di dapur sendirian. Rumahnya gelap karena lampu sudah dimatikan tiga jam yang lalu oleh pembantunya. Ia sudah duduk di situ selama satu jam dengan cangkir coklat yang sudah dingin. Ini sudah cangkir keempat, tapi dia masih enggan beranjak dari tempatnya atau pun masuk ke dalam kamar.

Kenangan sembilan tahun yang lalu terus muncul di benaknya. Saat ia tak bisa tidur dan merengek kepada mamanya agar dinyanyikan lagu  kesukaannya dan ia pun terlelap. Saat terbangun dari tidurnya hal pertama yang selalu ia lakukan adalah mencari keberadaan sang Mama. Tapi pada hari itu ia tidak melihat tanda-tanda keberadaan sang Mama. Padahal ia sudah menjelajahi seisi rumahnya tapi ia tak kunjung menemukan sang Mama yang amat sangat disayanginya itu. Hari itu ia juga tidak menemukan kakaknya nya Rey di kamarnya ataupun diruang lainnya. Dan aneh nya lagi saat ia menanyakan keberadaan kedua orang yang sangat berharga untuk nya kepada para pembantu yang bekerja di rumah nya mereka hanya diam membisu dan menampilkan ekspresi wajah seolah-olah mereka sedang mengasihani anak berumur tujuh tahun itu. Tidak sampai di situ ia pun turut menanyai keberadaan sang mama dan kakaknya kepada Papanya namun, yang ia dapat hanya bentakan dan teriakan dari sang Papa sejak saat itu ia sadar Mama Dan Kakak Nya Rey Menghilang!!!

Ia pun teringat saat ia dan kakaknya Rey bermain kejar-kejaran di bawah derasnya hujan setelah pulang sekolah, pastinya mereka harus kabur dulu dari sopir pribadi yang Papa mereka utus khusus untuk menjemput mereka dan tak ketinggalan pula empat bodyguard yang senantiasa mengawasi mereka 24 jam nonstop mengikuti mereka dari belakang tanpa mengacaukan kesenangan kedua bocah itu. Semua hal tentang kakak dan Mama nya masih tergambar jelas di ingatan nya.

Freya merasa senang luar biasa setelah bertahun-tahun ia mencari keberadaan sang mama dan kakaknya yang tak kunjung ditemukan. Ketika ia sudah hampir menyerah akan situasi, ia masih bisa melihat setitik cahaya agar keluarganya bisa berkumpul seperti sembilan tahun yang lalu, ia sangat merindukan suasana itu.

Freya membuang sisa kopi didalam cangkirnya ke bak cuci piring. Ia menyalakan keran dan membiarkan air itu memenuhi cangkir kotor yang ia taruh. Secara tak sengaja, matanya melihat bungkusan gummy bear milik Keyra yang tertinggal di sebelah rak piring. Permen itu adalah topping yang selalu dipilih ia dan kakaknya setiap kali membeli yogurt beku saat masih SD dulu.

Jam dinding menunjukkan pukul tiga pagi dan apa yang ada di pikirannya saat ini dia jauh dari segala angan yang dia punya untuk menyatukan lagi keluarganya.

Jantungnya berdegup kencang seperti drum yang dipukul-pukul. Ia kira ini efek kafein, tapi bisa jadi bukan itu. Mungkin karena ia sadar sebentar lagi impiannya untuk tinggal bersama Papa, Mama dan kakaknya sebentar lagi akan terwujud.

Story Of The Four Girls♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang