38

60 6 0
                                    

Embusan angin malam di ketinggian 120 meter langsung menerpa wajah Caca dan membuat rambutnya bertebangan saat pintu yang terbuat dari besi itu terbuka. Dion yang berdiri di hadapannya langsung menoleh kebelakang dan menawarkan jaket yang ia pakai.

"Mau pake jaket gw gak?"

"Gak usah gapapa" tolak Caca halus sambil mendorong pelan lengan Dion agar ia terus berjalan ke arah luar.

"Entar kalo lu masuk angin, gw yg dimarahin Mahesa."

"Emang dia emak gw apa?" Caca berjalan mendahului Dion. "Emak gw aja gak gitu-gitu amat."

Dion tertawa sambil menyangga pintu dengan balok agar tidak terkunci.

Karena tidak tau harus pergi kemana lagi, cowok itu membawa Caca ke puncak gedung apartemen nya. Tidak ada seorang pun yg tau ia memiliki sebuah apartemen di gedung ini.

Dion melepas jaket yang ia kenakan, lalu memberikannya kepada Caca. "Nggak usah bilang enggak usah, nanti gue seriusan diomelin Mahesa kalau lo masuk angin."

"Mahesa mulu!"

Karena sebenarnya tubuhnya merasa dingin, akhirnya Caca mengambil jaket tersebut dan memakainya.

"Lo pasti lupa kalau Mahesa pernah marahin gw," ujar Dion dengan suara pelan. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.

"Emang pernah?"

Dion mengangguk, "Sebenernya, lo enggak lupa sih tapi emang nggak tahu."

"Kapan? pas SMP? dimarahin kenapa? emang lu ngapain?"

"Nanya nya satu-satu elah," Dion menyenggol Caca dengan lengannya. Senyum nya mengembang. "Ya pokoknya dulu Mahesa pernah marahin gw. Emang gw yang salah sih."

"Gw nggak ngerti deh sama lu berdua," kata Caca pandanganya kini lurus ke arah depan. "Kalian tuh dulu dekat banget, Malah Bisa Dibilang Mahesa yg paling dekat sama lo dibanding sama anak-anak yang lainnya. Tapi tahu-tahu jadi musuhan, terus ga kontak-kontakan lagi. Kayak ga kenal. Nggak jelas."

"Jelas lah."

Caca mengerakkan kepalanya kearah Dion, menatap cowok itu dengan pertanyaan terpampang di wajahnya.

"Dulu gw sering bercanda kalau gue bakal pacarin lo." Dion menarik nafas sejenak. "Awalnya cuma bercanda, eh lama-lama dia jadi kesel. Lama-lama, gue juga jadi suka beneran sama lo, terus dia jadi..."

Caca mengedipkan matanya, ia tidak percaya akan mendengar langsung dari mulut Dion. Selama ini ia hanya mendengar alasan itu dari Mahesa. Ternyata apa yang disampaikan cowok itu memang benar. Ia pikir, selama ini  omongan-omongan itu hanya rekayasa saja.

"Dia jadi marah." Dion melanjutkan. "Mungkin waktu itu Mahesa juga suka sama lo."

Caca terperangah tanpa disadari mulutnya tidak tertutup rapat saat mendengarkan Dion bicara seperti itu. Tangan nya yang terlipat di depan dada perlahan-lahan mengendur. Ia mengedipkan matanya lagi, berusaha untuk mengendalikan diri.

Karena tidak tahu harus berkomentar apa, Caca malah tertawa.

"Kok ketawa sih?" Dion menjauhkan dirinya sekian centi ke belakang. "Aneh banget lo."

Meskipun rasanya sakit untuk mengatakan hal ini, tapi Caca tidak punya kalimat lain. "Nih ya, waktu SMP itu Mahesa cuma pernah suka sama Tasya."

Dion mengusap pipi kananya yang tiba-tiba terasa gatal. "Kalo dia nggak suka sama lo waktu itu, kenapa dia marah pas gue bilang kalo gue suka sama lo?"

Dion tersenyum kaku. "Ya.... Gw pikir kan-"

"Anjir!" Caca tak bisa menyembunyikan senyum nya. "Kok gw yg malu sih?"

"Kok?"

"Gw ga pernah ngira soalnya. I mean, Mahesa emang bilang kalo lo jadi suka beneran sama gw, tapi gw nggak ngira kalo lo ngomong langsung kek gitu."

"Udah ah, gw jadi malu juga kan jadinya."

Caca tertawa sambil berjongkok.

"Lo cemburu nggak pas Mahesa suka sama Tasya?"

Caca terkejut bukan main. Tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya. "Enggak!"

Dion tersenyum. Tapi Caca tidak bisa mengartikan makna dari senyuman itu. Dion merasa ia tidak perlu melanjutkan topik pembicaraan.

Caca menyelipkan beberapa halai rambut yang tidak terikat ke belakang telinga setelah berkali-kali menerpa wajahnya. "Oh ya, gw mau tanya deh."

"Apa?"

"Lo kok pede banget sih, terang-terangan bilang suka sama gw?"

Setelah mendengar pertanyaan Caca Dion diam selama hampir satu menit. Dion tidak tahu harus menjawab apa dan harus memberikan respon bagaimana. Tangannya masih bertautan di depan kakinya yg ditekuk, matanya memandang ke arah Caca yang ada di hadapannya dan ia tidak bisa membikin apa-apa.

Satu hal yang ia sadari Caca terlihat cantik hari ini, meskipun gadis itu tidak melakukan perubahan pada cara berpakaiannya atau cara menata rambutnya sama sekali.

"Oyyy..." Caca menendang sepatu Dion dengan kakinya. "Malah ngeliatin lagi, jawab lah!"

"Gw nggak tahu jawabanya. Jujur sumpah gw juga bingung kenapa ya?"

"Ya mana gw tau orang nanya malah balik nanya"

"Nggak tahu deh gw" Dion beranjak dari tempatnya dan menepuk-nepuk celana di bagian pantat nya cowok itu melangkah ke arah tebing gedung dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.

"Biasanya Mahesa kalau ada urusan lama ya?"

"Tergantung, kalo dia lagi pin lama ya lama. Kenapa?"

"Kenala nggak ikut Mahesa aja?"

"Gw males keluar."

"Tapi sekarang lu lagi di luar"

Caca menghela nafas kasar. "I don't know... I just, don't want to."

Cowok disebelah nya mendekat kan tubuhnya ke arah Caca, Sampai lengan Caca dan bahu Dion bersentuhan.

.
.
.
.

Segini dulu ya part kali ini😅
Terus nantikan part selanjutnya😘
Jangan lupa vote di ikon bintang🥰
Bay bay sampai ketemu di part selanjutnya👋

Story Of The Four Girls♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang