"Alice berikan salammu pada Tuan Duke" Tuan Steharf tersenyum puas begitu menatap sang putri yang menuruti perintahnya
"Tuan Duke, saya Alice Steharf" Alice memperkenalkan dirinya dengan wajah yang tertunduk
Ethan menatapnya sejenak kemudian mengangguk penuh persetujuan dia kemudian menoleh pada Gery seakan menyuruhnya melanjutkan.
Gery berdeham lalu kembali tersenyum pada pria paruh baya tersebut "Tuan Steharf, ini adalah dokumen-dokumen yang perlu anda tanda tanganin, dengan ditanda tanganinnya surat tersebut, maka anda memenuhi persetujuan bahwa putri anda telah menjadi keluarga Demitrius dan telah menikah di hari ini pada waktu ini" pada kalimat akhir Gerry menekankan kalimatnya. Seakan menyatakan pada pasangan tersebut masalah yang terjadi disini bukanlah pembunuhan namun sebuah pernikahan.
Pasangan tersebut saling memandang "bukankah kita baru saja membicarakan lamaran?"
Gerry masih setia dengan senyum dan wajah penuh kesopanannya "Tuan, anda cukup mengerti bahwa hari ini kita melihat pemandangan yang tidak biasa. maka dari itu untuk menghentikan desas-desus yang tidak meyenangkan, bagaimana jika kita membuat sebuah cerita baru"
"Ce-cerita seperti apa?"Pasangan tersebut membeku begitu mendengar penekanan tentang kejadian yang tidak biasa
ini sebuah ancaman. Itulah yang mereka tau saat ini
"Cerita tentang bagaimana sang duke jatuh cinta pada Nona Alice dan pada akhirnya melangsungkan pernikahannya dihari ini"
"Maksud anda adalah pernikahan yang diadakan bukan pernikahan putri saya dengan-"
"Benar, hari ini adalah hari bersejarah bagi keluarga Demitrius dan keluarga Stehart. dan Nyonya- tidak maksud saya Ducches akan kembali bersama kami"
"Ducches.." wanita paruh baya tersebut berteriak kaget begitu mendengar sebutan bangsawan. Dia lupa bahwa, jika seorang DUke menikah maka sang istri akan diberi gelar Ducches. Wanita paruh baya tersebut menatap Alice dengan pandangan suram 'bukankah itu berarti, gelar wanita kotor ini akan lebih tinggi'
"benar, sekarang Nona Alice telah menjadi seorang istri dari Duke Demitrius, yang berarti bahwa Nona Alice memiliki Gelar Ducches Demitrius. Tuan kami tidak memiliki banyak waktu, dapatkah anda menandatanganinnya lebih cepat" wajah Gerry masih menyunggingkan senyum ramahnya
"Ba--ik "dengan tangan yang gemetar pria paruh tersebut mengambil pulpen tinta lalu menandatanganinnya
Gerry yang melihat hal itu kembali melebarkan senyumannya " kami sudah mengurus para tamu untuk menutup mulut mereka rapat-rapat, jadi Tuan Stehart tidak perlu khawatir terlalu banyak dan juga dengan ditandatanganin perjanjian ini, maka putri anda akan kami bawa sekarang. Tapi sebelum itu, Ducches... dapatkah anda juga menadatanganin surat nikah ini" Gerry mengeluarkan kertas lainnya dan meletakannya tepat didepan Alice.
Alice menatap sebentar isi dalam kertas tersebut lalu melihat kesekelilingnya. Ayahnya tidak memandangnya, Ibunya tidak menyukainya dan saudara-saudaranya tidak pernah menganggapnya, selain itu para pekerja ditempat inipun meremehkan dirinya. Jadi, bukankah dengan meninggalkan tempat ini adalah sebuah berkat baginnya?
Alice menghela napasnya kasar, tangannya yang putih dan kurus mengambil pulpen tinta tersebut lalu menandatanganinya tepat disebelah kolom yang sudah terisi sebuah tanda tangan seseorang. Kemudian dia kembali memberikannnya kembali.
"Ducches tolong ambil ini dan letakan di jari manis anda" Gerry kembali mengeluarkan sebuah kota berwarna amber kemudian membukanya. cincin tersebut memiliki warna emas dengan sebuah berlian kecil ditengahnya. Terlihat sederhana, namun jika seorang pengrajin melihat material cicin tersebut dengan detail, mereka pasti akan mati karena menjerit.
Alice telah pasrah dengan semua yang terjadi begitu tiba-tiba, dengan datangnya cincin yang indah tersebut dia tidak terkejut. DIapun meletakan cincin tersebut di jari manisnya dengan mudah. Cincin tersebut sangat pas dengan jarinya dan terasa sangat nyaman. Inilah rasanya menjadi wanita yang telah menikah.
Alice kemudian memandang pada pria berwajah dingin tersebut, sekarang pria tersebut adalah suaminya, hidup dan matinya kini adalah ditangan pria tersebut. Alice tidak tahu apakah kepergiannya dari sini akan menjadi berkat atau malah menjadi bomerang bagi kehidupannya. Alice hanya berharap apa yang dia lakukan kali ini adalah hal yang terbaik bagi kehidupannya
Ethan bangkit dari kursinya, memandang sejenak orang disekitarnya lalu tanpa berbasa basi dia langsung melangkah pergi tanpa mengatakan apapun. Gerry yang melihat itu mengerti, bahwa Tuan yang telah dia layanin tidak ingin berlama-lama ditempat seperti ini.
"Baiklah, Tuan Steharf kami akan undur diri, terimakasih atas kerjamanya" Gerry tersenyum dengan ramah kemudian melihat alice yang masih diam ditempat dia mengulurkan tangannya kedepan dengan sopan
"Duchess.. ini waktunya kita pergi, adakah sesuatu barang yang ingin ada bawakan, tapi sebelum itu saya ingin mengatakan keluarga Demitrius mampu untuk membeli segala macam kebutuhan anda, jadi Duchess tidak perlu repot-repot membawanya"
Alice yang hendak kembali kekamar mengambil pakaiannya berhenti kemudian menatap Gerry yang masih setia dengan senyumannya, diapun berjalan mengikuti sang Duke yang telah pergi masuk kedalam gerbong yang berada didepan rumah.
Gerbong itu memiliki warna hitam dipadu dengan warna keperakan disisi-sisinya, didepannya terdapat dua kuda dan juga pengemudi yang duduk dengan tegap, gerbong itu berbentuk seperti labu dan cukup besar, kira-kira dapat menampung sekitar 4 orang didalamnya. Ketika dia masuk, dia menemukan Ethan yang duduk sembari menghisap rokoknya sementara kedua bocah yang sangat mirip duduk didepannya. Itu berarti dia harus duduk disamping pria tersebut.
Alice menghela napasnya panjang lalu duduk dengan sopan tanpa menimbulkan bunyi yang dapat membuat orang disamping terganggu. Tepat ketika dia duduk, gerbong kemudian jalan dengan kecepatan standar. Alice melihat kedepan dengan terpaku, dia melihat kedua bocah yang tampak sangat mirip saling bergandengan tangan, sekilas Alice tersenyum melihat itu. Tapi, ada apa dengan dahi bocah tersebut.
"kau berdarah" Alice tanpa sadar mengulurkan tangannya yang telah memegang sapu tangannya
Pria kecil yang sedari tadi tidak memperhatikan adanya wanita didepannya kaget begitu menerima sentuhan didahinya. Dia hendak menghindar tapi begitu melihat mata wanita yang tampak sangat serius dan khawatir, dia membiarkannya.
Alice yang sadar dengan apa yang dia lakukan langsung menarik tangannya dengan cepat, dia melihat sekelilingnya dan mendapati tiga pasang mata dengan wajah yang hampir mirip.
"a--ku hanya membersihkannya saja" ucapnya dengan gugup.
Melihat ketiga pasang mata itu masih menatapnya tanpa mengatakan apa-apa, membuat Alice menjadi cemas. Namun ketika dia merasakan uluran tangan ditangannya yang saling terlipat, dia merasa lega. Tangan kecil yang menyentuh tangannya sangat hangat, terlebih lagi begitu melihat senyum penuh syukur yang diberikan pria kecil yang dia tolong membuat hatinya menjadi lega. Sepertinya pria kecil itu mengucapkan terimakasih dari matanya yang terlihat membesar.
"namaku Sean dan ini adalah adikku, Sebastian. Terimakasih karena telah menolongnya " suara seperti bayi terdengar seperti orang dewasa membuat Alice ingin tertawa. Haruskah pria kecil itu mengatakan hal-hal seperti orang dewasa?
"namaku Alice" Alicepun membalas sapaan pria kecil bernama Sean tersebut.
Sean tidak menanggapinya, dia kemudian menyandarkan kepala kecilnya dan menutup matanya dengan lelah. Dia sangat lelah, dia juga sangat lapar. Melihat kembali perjalanan yang dia lalui bersama adiknya, dia hanya makan sisa roti selama tiga hari perjalanan. Tapi kelelahan ditubuh kecilnya lebih besar dibandingkan rasa lapar, pada akhirnya kegelapan menghampirinya.
"Sean..." saat itu dia hanya mendengar suara penuh panik, dan pada akhinya kesadarannya menghilang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DUCHESS
RomancePria itu mengatakan pada Kepala Pelayan disampingnya "Aku membenci anak-anak, Jadi jangan bertanya tentang keturunan lagi padaku, karena aku akan menjadi keturunan terakhir di keluargaku" ucap pria itu dengan suara beratnya * Setelah Bertemu dengan...