1.5 Diplomatic Course

99 18 1
                                    

Waktu menetapkan tekad untuk masuk jurusan HI, teman-teman di sekitar Sonia menyangsikan niat Sonia. Ada yang berkata Sonia tidak cocok masuk jurusan tersebut karena tidak pandai berbicara di depan banyak orang mengingat Sonia cenderung tidak banyak bicara. Yang lain juga berkata Sonia akan kesulitan beradaptasi karena jurusan HI katanya berisi manusia-manusia pendebat yang argumen-argumennya selalu tajam.

Karena itulah, Sonia sangat senang berteman dengan geng Kemlu. Alih-alih menyangsikan niat Sonia si pendiam untuk masuk jurusan HI, mereka justru mendukungnya. Kata Kaila "Kan nanti kita juga pasti belajar bicara di depan banyak orang waktu kuliah!", dan kata Jeffrey "Kalo misal udah pinter semuanya, ngapain kuliah? Bukannya kita kuliah karena bodoh dan nggak bisa?".

Sementara Winwin, "Wes ta Son, seng waras ngalah" (udahlah Son, yang sehat akalnya harus mengalah)

Di balik dukungan teman-temannya, ketakutan pasti tetap menghantui Sonia. Bagaimana kalau nanti tiba-tiba Sonia harus berbicara di depan orang banyak? Bagaimana kalau Sonia dihadapkan dengan situasi debat?

Dan ketakutan itu datang ketika rangkaian ospek jurusan mengadakan sebuah diplomatic course dengan format simulasi sidang Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) atau Model United Nations (MUN). Kata mbak Wendy, penanggung jawab diplomatic course tahun ini, formulasi ospek jurusan seperti ini dibentuk untuk mengajari mahasiswa baru berbicara di depan umum, mengutarakan pendapat dan menyelesaikan suatu studi kasus global. Untuk diplomatic course kali ini akan membahas mengenai Military Intervention in Syrian Civil War*.

Yang tak kalah penting, kelompok yang tadinya dibagi ternyata bukan hanya kelompok belaka. Jika pembagian peran MUN pada umumnya diserahkan per individu, MUN dalam diplomatic course yang bersifat latihan ini dibagi per kelompok. Kelompok ini memiliki peran negara masing-masing, dan untuk kali ini, mereka mendapatkan peran kelompok Iran.

Sonia sedikit lega karena penilaian diplomatic course ini tidaklah dilakukan per individu melainkan kelompok. Lebih lega lagi ketika tahu Johnny pernah mengikuti MUN pada saat SMA dahulu. Sementara Theo yang satu kelompok juga dengannya pede-pede saja, walaupun terkadang dia terlalu takut argumennya akan diserang kelompok negara lain. Saat kerja kelompok untuk membuat position paper, atau tulisan yang harus diserahkan pada panitia MUN kemarin, Johnny tampak serius dan benar-benar berpengalaman. Bahkan kata Theo, sepertinya MUN adalah salah satu hobi Johnny.

Mbak Wendy dan mas Jae mewajibkan semua anggota kelompok untuk berbicara setidaknya sekali dalam forum. Sejak pagi tadi, Theo sudah tidak sabaran untuk mendapat giliran berbicara. Tapi dia tak tahu harus berbicara apa dan takut salah berargumen. Sehingga dia meminta kelompoknya untuk mendapatkan bagian saat roll call, atau absen delegasi yang dilakukan di awal forum MUN.

"The session is about to begin. The chair will now read the roll and please indicate whether if your delegation is present or present and voting" Wendy membuka sidang pagi ini. Pada saat roll call, delegasi yang dipanggil harus mengangkat placard negaranya dan menjawab, apakah negara tersebut present (hadir) & voting (akan mengikuti pemilihan suara) atau hanya hadir saja.

"The delegates of Iran?"

Theo berdiri mengangkat placard kelompok negaranya, "The delegates of Iran is present and voting", kemudian ia duduk kembali.

***

Sesi pertama MUN pagi ini benar-benar gila. Sonia tidak menyangka teman-temannya begitu semangat. Walaupun berbicara dengan broken english, mereka masih percaya diri menyampaikan argumennya di depan podium. Beberapa memang memiliki perfect english, seperti Johnny dan Dimas. Kai tadi nampak percaya diri untuk maju mewakili negaranya, padahal semalam dia bertekad untuk menjadi silent delegates dan hanya diam sepanjang sidang. Sementara Sonia masih belum percaya diri untuk berargumen di podium. Padahal Johnny dan Theo dari tadi sudah mendorongnya untuk berani berbicara. Tetapi keraguan Sonia tidak hilang hingga sesi coffee break datang.

Johnny yang baru saja mengambil kopi dan kembali ke tempat duduknya melihat Sonia yang melamun, membalik-balikkan kertas dan terlihat berpikir keras. Mungkin sedang memikirkan argumen yang hendak disampaikan di sesi berikutnya. Tak ragu, ia memanggil temannya itu,

"Sonia"

"Ya??" Sonia menoleh ke arah Johnny, menutupi kertas-kertas coretannya. Sepertinya ia takut coretannya dilihat Johnny.

"Tadi... gue denger negara Iraq lagi diskusi" Johnny duduk di sebelah Sonia, meneguk kopinya sedikit. "Kayaknya mereka abis ini bakal raise a motion tentang definisi refugee (pencari suaka)"

"Jadi?"

"Jadi...coba ntar lo argumen tentang itu."

Sonia mengangguk. Ia mulai mengutak-atik kertasnya lagi, menyusun kata-kata yang tepat untuk berargumen tentang definisi pencari suaka.

Saat sesi kedua dimulai, hasil mata-mata Johnny benar adanya. Kelompok Iran yang diwakili oleh Yudha mengangkat placard negaranya sambil berkata, "The delegate of Iraq would like to raise a motion to discuss the definition of refugee", dan disetujui oleh chair. 

Akhirnya datanglah saat di mana Sonia mewakili kelompok Iran untuk maju menyampaikan apa yang telah disiapkannya saat jeda tadi.

"Thank you chair for the time.." ucap Sonia gugup di podium.

"The delegate of Iran would like to point out the UN's definition of refugee. A refugee is someone who has been forced to flee his or her country because of persecution, war or violence........In Syria's case...."

Sepuluh detik berlalu. Waktu Sonia berbicara telah habis, saat kembali ke tempat duduknya, Theo menyambutnya dengan tos kecil. Johnny masih terlihat fokus mengikuti sidang. Dia memang serius. Sementara Sonia bangga dengan dirinya karena berhasil menghadapi salah satu ketakutannya.

***

"Alright delegates, now it's time for gossip box!" kata mas Jae selepas diplomatic course hari ini selesai. "You may leave a note to someone you admire, or hate, or, your secret crush during the forum, anonymously".

Gossip box memang sesuatu yang ditunggu-tunggu para delegasi saat selesai sidang. Di saat ini, delegasi bisa menulis apa saja kepada siapa saja secara anonim. Sonia belum sempat menulis apa-apa, pasalnya dia baru kembali dari toilet.

Jae bersiap untuk membacakan notes yang ditulis delegasi, "Okay I'm going to read it one by one!". Dibukalah salah satu notes yang dilipat kecil,

"To Dimas... 

You're soooooooooo cute"

Bacaan itu membuat seisi ruangan berteriak, "CIEEEEEE AHAYY SOPO IKUUU HAYO DIMAS"

Dimas hanya senyam-senyum menutupi mukanya. Malu.

Jae mengambil notes lain,

"To: Jeffrey
From: Adadeh

Dek, kenalan yuk.." Jae tertawa, 

"KOK MANGGILNYA DEK? Jangan-jangan ini dari kating-kating! Hahahaha"

Jeffrey tertawa kecil malu, "hahaha..sini kakak..ayo kenalan.." katanya sambil melihat gerombolan kakak tingkat yang dari tadi mengamati jalannya sidang. Winwin pun mulai angkat bicara, "Mbak mas Jefri wes onok pawange...ati-ati..."

Saat seisi ruangan tertawa karena note yang didapatkan Jeffrey, Jae mengambil notes lain di dalam kotak.

"Wah guys, this is the most heartwarming one" kata Jae,

"To Sonia, 

You did well today."

Seisi ruangan merespon, "Awwww..............."

Selain tersenyum karena mendapatkan notes dari seseorang, Sonia kebingungan, dari siapakah notes itu? Sonia bisa saja berasumsi seseorang dari kelompoknya, yang tadi membantunya, adalah pengirimnya.

Tapi asumsi itu hilang karena kertas itu ternyata adalah robekan kertas berwarna pink bergambar karakter imut.

Mana mungkin dia punya kertas seperti itu?

***

Westphalia | JohnnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang