Chapter TWO: Theory of Our Relations

92 18 1
                                    

2 September 2025

Rencana Sonia untuk tidur tenang guna memulai hari Selasa-nya gagal total. 

Ini semua karena pesan yang tak diundang, entah diharapkan atau tidak. Tapi yang jelas ini sudah keseribu kali Sonia membuka layar kunci handphonenya hanya untuk memandangi notifikasi yang bahkan tidak dibukanya itu. 

Sungguh bukan cara yang baik untuk memulai hari, pikir Sonia. 

Tetapi, hari tetaplah hari. Sonia harus bersiap untuk segera pergi ke kantor. Hari ini ia berencana akan memperbaiki mood dengan membeli sandwich sebagai sarapan pagi di lantai bawah apartemen tempatnya tinggal. Hari boleh dimulai dengan cara yang tidak baik, tapi selalu ada ruang untuk sarapan pagi untuk memperbaiki hari. 

Saat ini Sonia duduk di gerai sandwich apartemennya. Suasana hatinya mulai membaik. Sonia kini mulai berpikir logis, mencoba untuk berpikir apa yang seharusnya ia lakukan untuk merespon Johnny. Sakit hati, jelas. Tetapi ia harus berpikir dewasa. Teringatlah Sonia akan monolog Kaila tadi malam, tentangnya dan Johnny yang seharusnya memperjelas semuanya. 

Baik. Kamu? |

Baik. Ka|

Baik. 

Sent. 

Menjawab pesan tidak pernah semendebarkan ini sebelumnya. 

Sonia menutup ponselnya, namun beberapa detik kemudian sebuah balasan muncul kembali. 


"Aku juga baik." 


"Cih" Sonia tidak percaya lawan bicaranya saat ini menjawab sesuatu yang tidak ingin dia tahu. 

Ngga nanya. | 

Ngga na|

Ngg |

N|

Ok. 

Sent. 

Sonia menutup kembali handphone-nya. membuang bungkus sandwich, dan segera pergi ke mobil untuk berangkat ke kantor. Selama berjalan, ia meyakinkan diri bahwa tidak ada yang perlu dipikirkan dari seseorang yang lama hilang namun muncul kembali seperti jelangkung yang tidak diundang. Pesan apapun yang nanti muncul, bodo amat, pikirnya. 

Tapi bisakah Sonia mengabaikan pesan jawaban ini?

Starbucks biasanya. 
17.00 Today. 
It's ok if u don't want to come. 
I'll wait. 
See u, Sonia.
:) 

***

Kalau di dunia ini ada kejuaraan orang paling omdo sedunia, mungkin Sonia lah juaranya. Tentang pesan tadi yang seharusnya ia abaikan, namun ternyata ia sekarang sedang berjalan ke Starbucks. Jam 16.55. Berarti Sonia akan benar-benar sampai tepat waktu. Sambil berjalan, Sonia mengumpati dirinya sendiri. 

Bodoh. Seharusnya aku datang terlambat aja. 

Jika nanti ternyata justru Sonia yang datang duluan, ia berencana untuk benar-benar tidak datang saja. Datang ke suatu pertemuan seperti ini rasanya seperti bertemu musuh diplomatik yang lama memendam emosi, jika salah satu datang terlalu awal maka pihak itulah yang paling tidak disegani. Datang duluan memiliki banyak arti, salah satunya: berharap

Tentu Sonia tak mau kedatangannya yang tepat waktu itu disalah artikan. 

Tetapi hipotesis Sonia salah seketika ia membukan pintu kaca yang berat a la Starbucks. Kini Johnny - lengkap dengan setelannya, sepertinya ia juga barusan pulang kerja - menunggunya di dalam, lengkap dengan kedua minuman. Satu di sisinya, satu di sisi kosong depannya. Tanpa sapaan, tanpa ucap kata sedikit pun, Sonia  duduk di sisi kosong depan Johnny. Sonia melihat minuman apa yang Johnny pesan untuknya. Cup untuk minuman panas starbucks, baunya tidak seperti kopi, melainkan harum rempah-rempah. Ada kertas ungu yang menempel di sisi gelas bersama dengan tali kecil. Ini pasti... 

Chai Tea. 

 Sonia tidak meletakkan tasnya, seakan ini adalah isyarat: 

Let's finish this quickly, so that I can go. 

***

Westphalia | JohnnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang