Bagian I

446 9 2
                                    

"Tidak! Tidak! Tolong lepaskan aku!" teriakan yang sangat keras menggema di kamar. Aku dapat mendengarkannya dengan jelas. Dalam keadaan setengah sadar, aku berusaha membuka mata. Suara derit pintu menyentakkan dari lelap. "Astaga!" jantungku berdebar sangat kuat. Menabuh dadaku seakan ingin melompat keluar. "Kamu mimpi lagi Nak?" ibu tiba-tiba sudah berada di ambang pintu. Aku terperanjat dengan kehadiran ibu yang tiba-tiba. "Ah iya Bu. Mimpi yang sama di tempat yang sama" gumam ku seraya mengedarkan pandangan ke arah jendela kamar yang tidak tertutup sekiranya.

"Uhmmmmm ya sudah. Ayo kembali lagi tidur. Lain kali sebelum tidur baca doa. Jangan lupa pakai selimutnya dan tutup gorden itu" ibu memperingati kemudian berlalu dari hadapanku. Sementara aku masih mengumpulkan kekuatan untuk bergerak turun dari tempat tidur.

Sungguh mimpi itu terasa sangat nyata kualami. Menakutkan tetapi membuatku bertanya-tanya. Apa sebenarnya yang terjadi dengan diriku ini? Kuhela nafas panjang agar memperoleh oksigen lebih banyak. Sehingga otakku dapat bekerja dengan normal lagi. Kuusap wajah yang penuh peluh. Lalu bergerak turun dari tempat tidur untuk menutup sekrai jendela. Sebelum aku menutup sekrai jendela, dengan memberanikan diri kulihat suasana di luar jendela. Tiba-tiba bulu kudukku berdiri. Sekelabat bayangan melintas dibenak ku, "Iiiihhhh ngeri!" aku segera berlari menuju tempat tidur. Menyembunyikan wajah dalam selimut. Berusaha melelapkan mata dan melupakan mimpi itu.

Suara burung berkicau riang pertanda pagi sudah datang menyambut sang surya yang baru sadar dari lelap panjangnya. "Ona! Bangun! Ayo Subuhan dulu sana!" ibu membuka pintu kamar dan jendela. Kemudian menarik selimutku. "Ah subuh sudah habis bu" ocehku kembali menarik selimut dan menutupi seluruh badan. "Grrrr gggrrrrr gggrrrrrr" suara itu sudah tidak asing lagi di telingaku. Dengkurannya terlalu keras. Dengan berat kubuka mata dan benar saja. Kucing itu tengah tertidur lelap tepat di kepalaku. Tubuhnya melingkar pertanda merasa dingin.

Dan aku pun tak dapat lagi melanjutkan tidur pagi ini. Segera bangkit dari tempat tidur dan membereskannya. Kemudian melakukan senam ringan agar tulang-tulangku kembali lurus. "Hooooooaaaaaaaaaaaaammmmmmmmmmmmmmmmm, good morning for me!" ujar ku pada diri sendiri. Lalu menarik kursi yang berdiri di belakang meja. Kuhirup udara pagi dari jendela. semoga hari ini menyenangkan, pikirku.

"Kring kring kring kring" dering ponsel itu mengganggu meditasi pagiku. Dengan perasaan kesal kuraih ponsel yang terletak di atas nakas. Pada layar tampak panggilan masuk dari orang yang tidak dikenal. Dengan malas kuhempaskan kembali tubuh ke atas kasur. "Astaga! Bu sekarang hari apa?" dengan bergegas menarik handuk dibalik pintu, cepat-cepat aku berlari ke kamar mandi. "Senin!" sahut ibu yang sibuk merapikan tanaman di taman depan rumah.

Aku baru sadar bahwa ada kegiatan evaluasi guru-guru pukul sembilan pagi ini. Mungkinkah yang menelpon tadi kepala sekolah? Aku tertawa cekikikan teringat ulahku yang memblokir nomor kepala sekolah agar tidak terus menelponku disaat telat samapi di sekolah. "Ah bodo amat, si amat aja udah bodo!" ujarku seraya menyiramkan segayung air ke tubuh. Sungguh dinginnya menusuk ke dalam tulang. Serasa di tusuk-tusuk jarum kulitku.

Usai berbenah diri aku berangkat menggunakan sepeda motor. Tanpa pamit dengan ibu dan bapak aku melaju dengan pesat meninggalkan halama rumah. Aku lebih memilih ngebut dijalanan daripada harus berurusan dengan kepala sekolah yang keras hati itu. Diperjalanan menuju sekolah tidak kutemukan gangguan. Tetapi ketika aku sampai di gerbang sekolah, apa yang terjadi? Sebuah minibus menghantam bagian belakang sepeda motorku. Tubuhku terpental ke arah pagar sekolah dan kepalaku membentur beton. "Brraaaaaakkkk!" demikian keras suara benturannya. Saat sebelum aku jatuh pingsan, sosok makhluk yang tadi malam hadir di mimpiku tersenyum padaku seraya membelai kepalaku yang bercucuran darah.

Suara pekikan histeris orang-orang memenuhi pendengaranku. Tak lama kemudian hanya hening dan pandanganku menjadi gelap gulita.

Di rumah sakit tubuhku terbaring lemah. Sekilas kudengar percakapan beberapa orang yang tidak terlalu jelas. "Seharusnya kepalanya terbelah, tetapi keajaiban Tuhan melindunginya pagi ini" itu saja kalimat yang kudengar dengan jelas. Sisanya hanya seperti suara air mendidih. Perlahan kubuka mata seraya meringis kesakitan. "Ona, kamu sudah sadar Nak? Ibu sangat mengkhawatirkanmu" dengan terisak ibu menghampiriku. Awalnya aku bahagia melihat wajah ibu. Tetapi tiba-tiba sosok mengerikan muncul di belakang ibu. Mataku melotot beberapa detik lalu kemudian tak sadarkan diri.

"Ona kenapa kau takut padaku? Padahal aku sangat menyayangimu. Aku selalu ingin bersamamu dalam keadaan apapun. Jangan pernah tinggalkan aku Ona!" sosok mengerikan itu mendekatiku. Aku beranjak beberapa langkah manjauhinya "Kamu siapa? Kenapa kamu tiba-tiba berkata demikian? Lantas apa hubunganku denganmu? Kenapa kau menggangguku?" teriakku dengan keras. Tubuhku menggigil ketakutan, tetapi dari sorot mata sosok mengerikan itu terpancar kelembutan seperti sorot mata ibu ketika menataku.

Tak lama berselang tiba-tiba aku sudah berada di sebuah pantai nan indah. Menikmati segelas minuman dan banyak buah-buahan yang dihidangkan untukku. Sayangnya aku hanya sendiri di pantai itu. "Seungguh sebuah kenikmatan dan kenyamanan yang belum pernah aku rasakan, terimakasih Tuhan!" seruku dengan riang, lalu mendekati ombak yang begitu indah. Dengan air yang berwarna biru membuatku bergairah untuk menenggelamkan diri. Tetapi tiba-tiba semuanya menjadi gelap dan "Aaaaahhhhhhh" aku kembali lagi berada di ruangan yang sempit dengan bau obat-obatan yang sangat memuakkan.

Genap sepuluh hari aku dirawat di rumaha sakit ini. Sudah waktunya untuk pulang ke rumah. "Aku ingin pulang dan kembali ke kamarku bu" pagi ini ibu duduk disampingku untuk mengelap tubuhku yang sudah bau keringat. Tak lama kemudian seorang perawat mendekatiku. Sontak aku berteriak "Pergi kau! Menjauh dariku setan!" dengan suara lantang kuteriakkan kalimat itu. Tentu saja perawat itu terkejut, begitupun dengan ibu. Mataku kembali membelalak dan menggenggam kain seprai dengan tangan bergetar. Sungguh sebuah ketakutan hebat membanjiri diriku. Semua orang yang berada di ruangan itu keheranan melihat tingkahku seperti orang kerasukan setan.

Sosok itu kembali muncul, kali ini bersama perawat yang akan membersihkan lukaku. "Siapa dia Bu? Kenapa dia selalu menggangguku?" tanyaku pada ibu yang sangat bingung melihat tingkahku. Tiba-tiba Bapak membawa seseorang yang aku kenal. Dia adalah salah satu dukun klenik yang biasa menghadapi jin dan setan pengganggu. Dan dia datang di waktu yang tepat. Baru saja dukun itu mendekatiku lalu mengusap wajahku menggunakan air yang ada di tangan kanannya. Tubuhku menjadi lemah dan kembali tak sadarkan diri.

"Dia tidak bermaksud mengatakan ibu perawat setan. Tetapi -"

"Ahhh bu, boleh dibersihkan lukanya? Siang ini dia akan pulang ke rumah"

"Baik Pak"

Sebelum ruangan itu berubah menjadi mistis, segera Bapak memotong ucapan dukun itu agar pihak rumah sakit tidak salah paham. Dan semuanya kembali berjalan dengan normal. Bapak dan ibu siap-siap untuk pulang ke rumah sembari menyusun barang-barang kami.

Sudah satu minggu aku di rumah. Rasanya rindu kembali ke sekolah. Tetapi kondisiku masih sangat lemah. Akhirnya aku menghabiskan hari di dalam rumah dengan gadget kesayangan. Tiap sebentar aku mengunjungi akun-akun sosial media milikku. Rasanya bosan juga hidup seperti ini, pikirku. Tetapi mau bagaimana lagi, aku harus bersabar menikmatinya hingga kondisiku menjadi pulih seperti sedia kala.

Kulirik jam dinding, menunjukkan pukul satu siang. Mataku terasa sangat berat akibat terlalu lama menggantungkan mata pada layar gadget. Tanpa disadari tubuhku rebah dan terlelap.

"Onaku sayang, ternyata kau masih merindukanku!"

"Maksudmu apa setan?"

"Hihihihiii anak manis, jangan berlagak seperti itu seolah kau tak butuh aku"

"Jauhi hidupku, jangan ganggu aku"

Dia mendekatiku dan berusaha menjamah tubuhku. Alangkah ketakutannya diriku. Ingin rasanya beranjak dari tempat itu. Tetapi kakiku terasa sangat berat untuk melangkah. Dengan segenap kemampuan yang dimiliki aku berusaha membaca ayat kursi yang katanya dapat mengusir setan pengganggu. Tetapi usahaku sia-sia. Dia berhasil mendekatiku dan mencengkeram tubuhku dengan pelukan erat. Nafasku terasa sesak dan hampir mati.

"Tidaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkk!"teriakku dengan sekeras-kerasnya dan mataku terjaga. Lagi-lagi jantungkumeronta ingin keluar dari rongga dadaku. "Kamu kenapa lagi Nak?" dengan rautkecemasan ibu berlari dari luar untuk memastikan kondisiku. Aku hanyamenggelengkan kepala dengan bibir pucat pasi. Lalu ibu menghampiriku serayamengelus-elus punggungku.

Bala Anak PesugihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang