Aku benar-benar ketakutan setelah mendengar keterangan dari Juriah. Bagaimana tidak ketakutan! Pertama, untuk sampai ke tempat dukun itu aku harus menempuh hutan belukar selama dua puluh empat jam. Kedua, syarat untuk menemui dukun itu! Aku harus menyiapkan tali pocong mayat bayi berusia tiga tahun dan itu harus aku sendiri yang menggalinya menggunakan besi berukuran lima centimeter. Astaga! Itu sangat tidak mungkin aku lakukan. Tetapi aku harus tahu kebenaran dibalik semua ini. Atau aku akan terus diikuti kuntilanak sialan itu.
"Menurutmu bagaimana Ju?"
"Ya terserah kamu Oon, aku Cuma mau bantu doang kok!"
"Tapi syaratnya sulit buanget Ju. Kayanya aku gak sanggup deh!"
"Hmmmmm gimana ya. Aaahhhh aku ada ide - "
"Apa apa apa?"
"Ada satu dukun lagi nih tapi - "
Tiba-tiba ibu muncul dibalik tikungan dekat rumah. Percakapan kami terputus sejenak. Takut kalau-kalau ibu dengar. Suasana berubah menjadi hening dan kaku. "Kalian pada ngapain?" tanya ibu keheranan menyaksikan kami terpelongo. Kami hanya menggeleng dan cengar-cengir sembari menggaruk-garuk kepala seperti orang bodoh. Ibu menggelengkan kepala dan berlalu dari hadapan kami.
Rencana hari ini gagal total. Dan bahkan Juriah tidak sempat melanjutkan kalimatnya yang terputus. Seperti biasanya, Ibu Juriah memanggil dari teras rumahnya. Dengan segera saja anak itu berlari memenuhi panggilan ibunya. Meskipun jiwa Juriah penuh kemaskulinan tetapi ibu tetap saja menjadi sosok yang menakutkan baginya. Apalagi ibunya mantan polisi pamong praja. Jadi kesehariannya mendidik Juriah dengan keras. Berbeda dengan ibuku yang lebih lemah lembut. Meskipun sebenarnya ibu juga berwatak keras da itu bisa muncul suatu waktu.
Aku kembali masuk ke rumah dan terus menuju kamar. Aku baru sadar gadget kesayangan tertinggal di atas nakas. "Astagaaa kesayanganku ketinggalan" cepat-cepat kuraih ponsel itu dan menghidupkan layarnya. Baru saja akan membuka pesan dari whatsapp. Sebuah panggilan masuk dari Okan. Jantungku spontan menari-nari dalam rongga dada ini. Aduh, dia menelpon di waktu yang tidak tepat. Tapi, ah sudahlah. Akhirnya aku menerima panggilan itu dengan berusaha terlihat biasa saja.
"Hallo, selamat siang"
"Siang juga Ona, btw aku ganggu gak nih?"\
"Ah enggak kok, ada apa? Tumben nelpon siang bolong?"
"Hari ini kamu ada acara?"
"Hmmm kayanya gak ada, kenapa?"
"Kalau kamu gak keberatan, boleh temani aku jalan-jalan?"
"Ah boleh-boleh"
"Ok, aku jemput lima belas menit lagi ya"
"Siap!"
Panggilan berakhir dan kusempatkan melirik jam dinding. Masih menunjukkan pukul dua siang. Aku buru-buru ke belakang untuk mencuci muka. Kembali memoles wajah dengan make up seadanya. Kebetulan aku tidak terlalu menyukai make up, meskipun aku suah menjadi wanita dewasa. Bagiku make up itu digunakan di waktu-waktu tertentu saja.
Tepat lima belas menit kemudian dia sudah berada di depan rumah. "Bu, aku keluar sebentar ya?" di dapur ibu tengah menyiapkan makan siang. "Kemana? Dengan siapa?" seraya mengikutiku dari belakang, aku melangkah ke luar rumah. "Selamat siang Bu" sapa Okan pada ibu seraya menyalaminya dan memperkenalkan diri. "Hmmm Bu, aku bawa Ona main sebentar, boleh?" dengan sedikit gugup dia meminta izin untuk membawaku keluar. Mungkin perawakan wajah ibu membuat lelkai itu sedikit gentar. Tetapi sebenarnya ibu wanita yang ramah pada siapa saja, jika sudah kenal. "Oh iya silahkan, gak apa-apa. Hati-hati di jalan ya. Jangan pulang terlalu sore" benar-benar tidak berubah ibu. Jiwa protektifnya tak pernah hilang terhadapku. Meskipun aku sudah tumbuh dewasa, tetap saja seperti itu.
Usai berpamitan, kami pun berangkat menggunakan sepeda motor Okan. Aku duduk di belakangnya dengan perasaan yang tak karuan. Maklum baru pertama kali berboncengan dengan lelaki. Tentunya setelah kutukan jomblo menahun ini menghinggapi diriku. Aku rasa dia juga merasakan kecanggungan. Disepanjang jalan kami tidak berbicara banyak hal.
"Kita mau kemana?"
"Katanya di Pantai Permai itu pemandangannya bagus. Kamu pernah ke sana?"
"Sering, dulu wkatu jaman SMA. Mau ke sana?"
"Boleh, kalau kamu tidak keberatan"
"Ok, kita ke sana"
Sesampainya di Pantai Permai, kami duduk di pondok lesehan. Biar terasa lebih leluasa untuk bergerak. Meskipun sebenarnya tidak sedang olahraga, setidaknya aku menjadi lebih rileks. Apalagi berhadapan dengan lelaki yang baru beberapa hari aku kenali. Dia memesan dua gelas jus mangga dengan beberapa cemilan untuk mengisi waktu bersama.
"Kamu sudah berapa lama mengajar di sekolah itu?"
"Baru saja tiga tahun, kenapa?"
"Ah gak apa-apa sih. Hehe, sepertinya kamu betah di sekolah itu. Pasti lingkungannya asri dan menyenangkan. Eh btw kamu alumni mana?"
"Hahaha, aku alumni Universitas Sukma Negara. Angkatan 2011. Kamu?"
"Wah kita satu almamater ternyata ya. Tapi aku angkatan 2010"
"Oh, sudah tua"
"Tua? Maskudnya?"
"Ah hahahahaha tidak ada maksud kok. Jangan dimasukin ke hati hehe"
Percakapan yang tidak jelas muaranya ke mana membuat kami menikmati sore ini dengan perasaan ceria. Seraya melepas penat selama enam hari kerja sibuk menghadapi anak-anak didik. Tiba-tiba terlintas di benakku tentang pengalaman mistis yang kutemui akhir-akhir ini. Rasanya ingin berbagi cerita dengannya, tetapi aku masih ragu. Hingga pada akhirnya kuurungkan niat untuk menceritakannya.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat sore dan suara adzan ashar berkumandang. Kami pun bergegas untuk beranjak dari pinggir pantai ini. Setelah semua makanan dibayar, kami mulai bergerak menuju rumahku. Tetapi diperjalanan kami berhenti untuk menunaikna salat Ashar di masjid pertama yang kami temui. Usai salat kami melanjutkan perjalanan. Diperjalanan kami habiskan dengan bercerita tentang berbagai hal. Terasa menyenangkan dan menciptakan gairah baru dalam hidupku. Apalagi dia sosok yang sangat luwes, membuatku semakin terpukau. Bahkan dia memiliki hoby yang sama denganku, menulis.
"Akhirnya sampai" ujarnya seraya mematikan kontak sepeda motornya. Di depan rumah ibu tengah duduk bersama ibu Juriah dan si Juriah juga. "Ehm ehm, mana oleh-olehnya. Cieee yang habis jalan" sikap Juriah mebuatku malu di hadapan Okan. Tetapi lelaki itu justru merasa lucu melihat tingkah konyol sepupuku itu. Dia bersalaman dan sekaligus pamit kembali ke rumahnya.
Hari ini terasa melelahkan bagiku tetapi sangat menyenangkan. Aku berharap malam ini Juriah tidak tidur di rumah. Aku tak ingin diganggu karena ingin menikmati tidur nyenyak malam ini.
Pukul sembilan malam aku sudah terdampar di tempat tidur, tak sadarkan diri. Aku menjadi lupa diri dan tak ingat lagi apa yang sedang terjadi di luar kamar. Suasana menjadi hening, dingin dan membuat bulu kudukku merinding. Tak lama kemudian aku memasuki alam lain. Di ruangan sempit dan berair, aku terperangkap, sepertinya begitu. Dan ah, kuntilanak itu lagi. Kali ini dia tidak sendiri. Membawa pasukan sebanyak lima sosok yang berbeda.
Kuntilanak, genderuwo, pocong, pulung gantung, dan suster ngesot. Mereka semua mendekatiku seakan menerkamku. Wajah-wajah yang menyeramkan itu membuatku ketakutan sekaligus merasa jijik. Ingin aku keluar dari tempat itu tetapi tak dapat kulakukan.
"Ona! Jangan pernah sekali-kali kau berusaha membuangku dari hidupmu!"
"Kenapa? Kau tak berhak ada dikehidupanku! Pergi menjauh kalian semua!"
"Hihihihihihihiii, tidak semudah itu anak manis. Kau tahu! aku menyayangimu!"
"Pergiiiii kalian. Pergiiiiiiiiiiiii! Setan biadab kalian!"
Mereka sudah berada sangat dekat denganku. Semuanya berusaha memeluk tubuhku dan aku merasa sangat lemas. Sangat terasa dingin, sentuhan itu menjijikkan bagiku. Kali ini aku menjadi susah bernafas dan mereka hanya tertawa cekikikan melihatku menderita. Aku berusaha berteriak mencari pertolongan. Tetapi mulutku dibungkam dengan tangan kekar genderuwo itu. Sementara kuntilanak dan yang lainnya menyeret-nyeret tubuhku. Rsanya aku akan dilemparkan ke dalam jurang yang penuh dengan belatung bercampur nanah dan darah.
Ya Tuhan! Apa salahku? Kenapa mimpiku sangat buruk dan menjijikkan seperti ini? Aku berteriak dengan sangat keras. Orang-orang di rumah terjaga karena teriakkanku. "Kamu kenapa Nak?" teriak ibu yang tengah berlari meuju kamarku. Aku hanya menangis meraung-raung seperti orang kerasukan. Bapak juga hadir di sampingku dengan wajah yang cemas. Aku hanya bisa menangis ketakutan seraya memeluk ibu. Tak dapat kuceritakan mimpi yang menjijikkan itu. Aku hanya mengucapkan kata 'kuntilanak itu' dengan terbata-bata. Tangisku menjadi-jadi. Tentu saja ibu dan bapak menajdi bingung. Mungkin mereka berpikir aku kerasukan. Sebab kemarin sore aku bermain ke pantai bersama Okan.
Dengan cekatan bapak menjemput Pak Tarso yang biasa mengobati orang kerasukan. Tak lama kemudian bapak datang bersama Pak Tarso. Orang tua itu membawa kemenyan dan bunga tujuh rupa dalam cawan besar berisi air. Aku dilempari dengan bunga-bunga itu. Seraya mulutnya komat-kamit membaca mantra, aku di asapi dengan kemenyan yang baunya membuatku mual. Tentu saja aku muntah dan semua isi perutku keluar.
"Akhirnya, dia muntah juga. Anakmu kesambet. Dia main ke laut ya?" tanya Pak Tarso pada ibu yang mulai reda cemasnya. Ibu mengangguk sembari mengelus-elus punggungku yang lemas usai muntah. "Hmmmm sebaiknya jangan biarkan dia ke laut atau ke sungai di waktu ashar hingga magrib. Berbahaya untuk dirinya" ujar orang tua itu. Setelah semunya selesai, kamarku kembali sepi.
"Sial, aku di asapi dengan kemneyan ya jelas muntah" ucapku dengan kesal sambil membaui tubuhku yang tak mengenakkan baunya. Malam itu juga aku mandi untuk membersihkan badan dari bau-bauan yang menyenagat. Di kamar mandi, tiba-tiba lampunya mengedip-ngedip. Di dalam kaca kulihat sosok kuntilanak dengan wajah marah. Aku sangat terkejut dan segera lari kembali ke kemar. Dengan segera aku melompat ke tempat tidur dan masuk ke dalam selimut. Persetan dengan bau ini, aku lebih takut pada kuntilanak itu daripada bau kemenyan yang menyiksa penciumanku. Dengan perasaan takut, aku berusaha untuk melelapkan mata hingga pagi menjelang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bala Anak Pesugihan
HorrorKehadiran kuntilanak membuat Ona nekat mendaki Gunung Sigara! Demi menguak sebuah kisah kelam, dengan ditemani Juriah, Dira, Sinai, Okan dan Kira membuat dinamika perjalanan Ona berwarna... Perasaan Ona ke lelaki ituhampir menghancurkan misinya! Aka...