Bagian II

247 3 0
                                    

Pagi ini merupakan hari pertama aku kembali ke dunia pekerjaan. Aku merasa sangat bahagi saat pertama kali melihat gerbang sekolah terlihat jelas di ujung jalan. Senyuman mekar di wajah pucatku, masih dalam kondisi lemas. Kali ini aku ke sekolah tidak mengendarai sepeda motor sendiri. Tetapi di bonceng ojek yang sengaja disewakan untuk mengantar jemputku. Sebenarnya ini hal yang paling dihindari. Tetapi kecelakaan itu telah merenggut sebagian kebiasaanku.

"Hai selamat pagi Pak Satpam" sapaku ketika memasuki gerbang sekolah. Dengan wajah heran satpam itu memperhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Ooooiiii hati-hati dong!" seseorang menubrukku dari belakang, spontan aku berseru dengan kesal. Lalu membalikkan tubuh dan Astaga siapa dia? Ibatinku dengan sedikit gelapan aku kembali memperbaiki cara berdiri. "Pagi Pak, Pagi Ibu Jutek!" dengan senyuman ramah si satpam menyapa dia yang menubrukku tadi. Tetapi senyuman itu seketika lenyap saat mata si satpam beradu dengan sorot mataku. Ok, aku sudah biasa diperlakukan begitu, satpam sialan gerutuku dalam hati.

"Oooooiiiiihhhhhh Si Ona sudah masuk gais!" sebuah sambutan yang tidak mengenakkan. Mereka tengah berkumpul di ruangan piket PBM dan lebih dari sepuluh biji mata memperhatikanku bersamaan. Tentu saja hal itu membuatku tidak nyaman. Lantas dengan serentak mereka meniriakiku "Ada yang baru nih!" seraya memperhatikanku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dengan kesal aku meninggalkan mereka yang sibuk tertawa cekikikan. Di dalam hati aku menggerutu apa-apaan mereka memperolok-olok diriku seperti itu, ada yang aneh ya dengan diriku? "Aaaahhh sial mereka!" seruku saat sampai di ambang pintu masuk ruangan. "Lah masih pagi cuy! Kenapa? Eeeeeiiiitttssss sebentar sebentar sebantar" Farah mendekatiku dan mematut-matut setiap bagian dari diriku. "Ona, ini kamu Ona Primata kan?" lantas ia meraba-raba pipiku. "Ah apa-apaan sih, kamu sama saja seperti mereka yang di luar sana!" kutepis tangannya dan berlalu begitu saja. Ia mengikutiku dari belakang.

"Far, ada guru baru ya masuk ke skeolah ini?"

"Haaa? Kata siapa?"

"Kata nek lampir. Lah lantas siapa yang tadi menubrukku di gerbang?"

"Ohhh hahahha begitu, iya dia guru bahasa inggris"

"Honor? PNS? Orang mana? Namanya siapa? Jomblo?"

"Buseeeeeeeeeetttttt dah, nafsu buanget nanya nya neng!

"Ihihihihihii sorry cuy, habis saat pertama kali aku melihatnya, jantung ini berdebar-debar"

"Ah korban sinetron sih kamu"

Raungan bel sebanyak tiga kali mengakhiri percakapan kami. Seluruh penduduk sekolah menuju lapangan untuk melaksanakan upcara pagi ini. Begitupun aku dan Fara, kami melangkah dengan segera meninggalkan ruangan.

Di lapangan sekolah sudah berdiri siwa/i beserta guru-guru pada posisi masing-masing. Aku mendapat posisi di bagian paling kanan tiang bendera. Untung saja aku terlambat memasuki lapangan, akhirnya tidak terkena cahaya matahari dengan senang hati aku tersenyum-senyum seraya mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Dan "Huaaaawww" kebiasaan spontan membuat beberapa orang mengalihkan pandangan ke arahku. Aku berusaha untuk biasa sambil cengar-cengir dan pura-pura tidak ada kejadian. Di dalam hati aku mengumpat diri sendiri sial! Kenapa dia berdiri di sebelahku, pakai senyum-senyum segala, ya Tuhan semoga jantungku tidak melompat keluar! batinku bergejolak dengan kehadiran guru baru itu, disampingku.

Proses upacara bendera berjalan dengan kidmat. Seluruh peserta mengikuti dengan tertib tanpa kecuali. Di akhir upacara, kepala sekolah menahan seluruh peserta untuk tetap berada di barisan masing-masing. "Saya minta waktunya sebentar, ada pemberitahuan. Hari ini kita kedatangan guru baru. Beliau baru saja menjadi Pegawai Negeri Sipil angkatan tahun ini. Semoga beliau dapat mengabdikan diri di sekolah kita dan membawa banyak perubahan pada sekolah kita. Selamat Datang Bapak Oktan Patra, S.Pd" seluruh warga sekolah menyambut kedatangannya dengan gembira. Dari sudut mata dapat kulihat, dia tersenyum-senyum seraya melambaikan tangan. "Senyumnya manis. Ya Tuhan semoga dia jomblo" bisik Kira bersama gerombolannya.

Hari ini terasa melelahkan. Rasanya ingin segera sampai di rumah lalu merebahkan diri. Menunggu bel tanda pembelajaran berakhir itu adalah hal yang sangat membosankan bagiku. Sambil menguap aku menyandarkan punggung di sandaran kursi dan "Aaaarrghhhh, apa-apaan sih Fara!" seruku kesal. Fara si gembul yang suka makan itu selalu mengusiliku dengan caranya sendiri. Botol minum berisi air panaspun tak segan-segan ditempelkan di pipiku. Dasar gembul kurang kerjaan. "Hayooo yang merasa disaingi lalu – " segera kutampol mulutnya dengan sebuah buku tulis.

Bel tanda pembelajaran usai meraung sebanyak tiga kali. Kesempatan emas, aku segera lari meninggalkan Fara yang merasa kesal karena perlakuanku padanya. Cuaca siang ini begitu panas, terasa membakar di kulitku. Tetapi aku harus berdiri di depan gerbang menunggu si tukang ojek menjemput. Mula-mula gerbang ramai dikerubungi siswa/i yang berebut ingin pulang. Ada yang menggunakan sepeda motor, ada juga yang berjalan kaki bergerombolan. Setiap mereka menyapaku dengan sebutan "Hai Bu!" dan itu sangat membosankan bagiku. Seraya menundukkan wajah aku mengalihkan pandangan dari mereka-meraka agar tidak perlu lagi menjawab satu persatu sapaan mereka.

Tiga puluh menit telah berlalu. Aku masih berdiri di depan gerbang, siswa/i sudah mulai sepi melintas. Aku mencoba membuka akun instagram dan membaca setiap postingan baru. "Selamat siang bu" sapa seseorang padaku dan itu bukan suara anak lelaki yang baru beranjak gede. Aku mendongakkan kepala dan seeeeeeerrrrrrrrrr darahku berdesir kencang. Pipi ini memerah dan tiba-tiba saja aku menjadi salah tingkah. "Menunggu siapa Mbak? Kalau boleh tahu" ujarnya dengan suara rendah. "Ah menunggu yukang ojek, tapi sudah hampir satu jam belum sampai juga. Haha mungkin dia menjemput istrinya kali ya!" nafas yang tidak teratur membuat nada suaraku turun naik. Tolong! Tolong! Jangan sekarang Ona Oon teriak batinku berusaha menenangkan diri. "Mungkin kita satu arah melihat posisi berdiri Mbak. Am I wrong?" lanjutnya. Aku menunjuk ke arah kiri jalan dan dia mengangguk seraya berkata "Mari Mbak bareng saya. Kita kan se arah, kalau Mbak tidak keberatan juga sih, hehe" basa-basinya padaku. Pucuk di cinta ular pucuk tiba! Hahaha gaaaaasskan mamen aku mengangguk tanda setuju dengan usulannya. Dengan senang hati aku segera duduk di belakangnya.

"Ya Tuhan pantas si kuntilanak tidak mampir semalam!"

"Maksudnya Mbak?"

"Ah maaf, barusan aku baca sebuah lelucon di gadget, hehe, btw jangan panggil mbak dong. Aku kan belum tua tua amat yah hihihii"

"Oh maaf kalau begitu, kalau boleh tahu usiamu berapa?"

"Aku masih dua puluh enam tahun kok, muda belia"

"Oh, kita beda satu tahun dong, aku baru kemarin dua puluh tujuh tahun"

"Wah selamat ulang tahun ya Pak Oktan, eh panggilanmu Oktan kan?"

"Bukan, tapi Okan. Kamu tinggal di mana Ona?"

"Hah? Tahu namaku darimana?"

"Name page, hehe!"

"Oh hahaha iya aku tinggal di kecamatan Serabutan"

"Oh sama dong"

"What! Eh iya yah, tapi aku tidak pernah melihat kamu, btw"

"Iya, aku lama mengabdi di Kepulauan Barata"

"Oh iya iya"

Percakapan yang berisi perkenalan singkat antara aku dan Okan berakhir. Aku telah tiba di rumah dan ia mengantarkanku hingga depan rumah. Aku turun dari sepeda motornya dan mengucapkan terima kasih. Dia pun berlalu dari hadapanku, aku tersenyum dan melambaikan tangan padanya.

"Siapa dia Ona?"

"Whaaaaaatt! Eh ibu"

"Kamu kenapa grogi? Sedang jatuh cintakah?"

"Ah ibu, ada-ada saja, ya enggak lah. Dia teman baru di sekolah"

"Oh, teman baru toh. Siapa na – "

Sebelum ibu bertanya lebih banyak aku segera menyalaminya dan meninggalkan ibu sedirian termangu dihalam rumah. Dua ekor kucing mengikutiku pertanda mereka belum makan siang. Padahal aku ingin tidur, tapi ya sudahlahkalian pasti lapar aku pun menghidangkan makanan kesukaan mereka dimangkuknya masing-masing. Siang ini kuakhiri dengan tidur panjang.

Bala Anak PesugihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang