t í g α p u l u h s α t u

1.2K 236 25
                                    

Aku sama sekali tidak akan memberi ampun pada wanita ini. sama sekali tidak akan, biar sekalipun ia memiliki pangkat paling tinggi di Negara ini. Tapi jika sudah dihina seperti ini, siapa yang tidak akan kesal.

Akibat pukulan yang tidak kukurangi intensitas kekuatannya, wanita ini terpental hebat kelantai satu. Menyusul rekannya yang sebelumnya ku hempaskan dengan tangan yang sama. Aku mencuri pandang sedikit saat wanita itu mendarat dan menabrak pilar kokoh tempat ini hingga membuat keretakan yang luar biasa.

Suara benturannya benar-benar keras terbukti suara itu terdengar sampai kelantai tempatku berdiri. Aku meringis saat melihat keadaan wanita itu yang tergeletak tak sadarkan diri. Sementara rekannya yang lain yang berada di lantai satu berseru-seru memanggil namanya.

Aku berjalan mendekat dan berdiri di dekat pembatas yang sudah hancur karena ulahku. "Kau sama saja memanggil angin, paman. Wanita itu pingsan apa kau enggak lihat?" Aku berseru pada seorang paman sambil menunjuk wanita itu yang sudah tidak bergerak. "Oh atau mungkin aku kebablasan dan dia ...," Aku tersenyum menyeringai dan menatap orang-orang di bawahku dengan pandangan meremehkan.

"... mati." Lanjutku. Membuat penjahat-penjahat yang berada di lantai dua segera berhambur dan membentuk benteng pertahanan mengepung agar aku tidak bisa lolos. Begitupun dengan lantai satu. Orang-orang yang berada di bawah mendongak dan menatapku dengan berbagai tatapan yang bisa kutebak dan definisikan.

Mereka semua secara keseluruhan ingin membunuhku. Ingin membinasakanku karena sudah menghabisi dua orang yang sepertinya, memiliki peranan penting dalam penyanderaan ini. Mereka menodongkan senjata api mereka padaku dan berkata aku harus menyerah atau nyawaku akan melayang.

"Oh ayolah kalian ini menyandera bukan menjadi teroris loh." Beberapa dari mereka terlihat tidak suka dengan perkataanku. Dan beberapa dari mereka berteriak dan menyangkal perkataanku. "Akui sajalah apa bedanya kalian dengan teroris sih, toh kalian juga sama-sama mengandalkan kekerasan untuk menaklukan tempat ini."

"Jaga ucapanmu itu, nak, kau tidak tahu sedang berhadapan dengan kelompok apa dan siapa."

"Oh ya?" Aku menatap mereka terkejut. Kedua sudut alisku berkedut dan mengusap-usap pelipisku bingung. "Memangnya kalian siapa?" tanyaku gamblang tanpa ada perasaan takut jikalau diserang sebagai balasan jawaban.

Orang satu lainnya menjawab. Aku sudah tidak tahu ada berapa orang yang mengajakku berbicara tiga, empat, entahlah aku juga tidak peduli. "Kami adalah kelompok penjahat paling besar di Asia tenggara! Dan reputasi kami tersebar dan tumbuh dengan baik di negeri paman sam dan negerimu ini. Jadi, sebuah keberuntungan untukmu, nak, bertemu kami secara langsung."

Kuangguk-anggukan kepalaku. Aku mengelus daguku dan mencerna setiap kata yang barus saja dia ucapkan. Sebersit kalimat muncul dan membuatku penasaran. "Apa itu artinya kalian tahu Indonesia?" Beberapa dari mereka menyeringai dan beberapa dari mereka berdehem pelan. Sepertinya ucapanku barusan menekan tombol penasaranku.

Aku berjinjit dan meloncat-loncat kecil. Sesekali aku mengintip kebawah untuk memastikan keadaan. Ngomong-ngomong lantai satu aku tiba-tiba mengingat seseorang yang kulupakan beberapa menit yang lalu. Aku mengulum bibir dan merutuk dalam hati. Bisa-bisanya aku mengabaikan orang yang sudah mau menolongku sebelum aku berlari ke lantai dua.

Kepalaku kembali mengarah kedepan. Menatap berbagai macam sosok yang berdiri sambil memegangi senjata api mereka yang mengarah padaku. "Kalau kalian tau Indonesia," jeda sejenak. Aku tersenyum meneyeringai mengetahui mereka adalah organisasi penjahat yang sedang diincar oleh ASEAN. "Apa itu artinya kalian tahu pahlawan yang bernama Adrean?"

"Huh? Adrean? Kau bercanda? Tentu saja kami mengenalnya!" Ini yang menjawab orang lain lagi. Mereka tertawa setelah ucapan orang ini selesai. Saling bertatapan satu sama lain lalu kembali menatapku dengan remeh.

Road to be HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang