97 : cσmвσ quírk

852 145 50
                                    

Ketika sudah memadamkan api itu dengan quirk Karetta. Keempat pro hero itu langsung keluar dari bangunan itu. Mereka menyusuri lorong hitam yang panjang. Dan berakhir keluar melalui sebuah pintu kayu. Ketika pintu itu dibuka yang menyambut pertama kali adalah seorang gadis yang berdiri di depan seonggok serakan kayu. Boneka kayu yang sempat menyerang Karetta dan Aizawa. Sudah berubah menjadi potongan kayu yang tak berbentuk.

Ketika gadis itu berbalik. Mereka bisa mendengar samar-samar kata umpatan yang dilontarkan oleh gadis itu. Mereka segera keluar dan menyusul gadis itu. Karetta langsung memanggil nama adiknya dan berdiri. "[Yn]!" Gadis itu menghentikan langkahnya. Ia diam sejenak. Perlahan tubuhnya berbalik, kepalanya menoleh kebelakang. Iris legamnya mendapati sosok sang kakak yang tidak jauh berdiri. [Yn] mengulum bibirnya kedalam dan menggigitnya pelan. Kedua kakinya langsung ia langkahkan dengan pelan, menghampiri kakaknya.

"Kakak!" Teriak [Yn]. Ia langsung menerjang kakaknya dan memeluknya dengan erat. Karetta hanya tersenyum. Dan membalas pelukan [Yn] dengan lembut. Karetta berbisik sekaligus menenangkan adiknya. Sesekali mengusap pipi adiknya yang kotor karena tanah itu.

"Kamu gak papa kan? Ada yang luka gak?" [Yn] hanya menggeleng. Ia melepas pelukannya. Kepalanya mendongak. Menatap Karetta yang mengerutkan alisnya dengan khawatir. [Yn] terkekeh mendapati ekspresi Karetta yang aneh. "Hm gak papa kok! Tenang aja, aku kan kuat."

Karetta menganggukkan kepalanya. Tangannya mengusap kepala [Yn]. Lalu turun memegang pundaknya. "Ayo kita pergi." Karetta beralih, menatap Aizawa, Midnight dan Preset Mic yang ada di belakangnya. Ketiga pahlawan itu mengangguk. Mereka berempat bonus dengan [Yn], berlari pergi. Meninggalkan serakan boneka kayu yang telah hancur karena ulah [Yn], menyebar kemana-mana.

0.0

Todoroki tersentak. Keringat mengucur dari pelipisnya. Rasa pening mulai menyambar kepalanya. Ia mengusap pelipisnya yang berkeringat. Desahan lelah keluar dari bibir Todoroki. Ia menghela. "Yang tadi itu ... apa?" Hanya angin dari jendelanya yang terbuka menjawab. Gorden krem yang terbuka melambai pelan. Matanya melirik kearah jendela yang sengaja ia buka. Sinar bulan menyapa matanya serta wajah tampannya. Todoroki diam.

Kepalanya pun mendongak. Menatap bulan yang berada di angkasa. Netra dwiwarna-nya bersinar, terpantul cahaya bulan. "[Yn]." Panggil Todoroki pelan. Kepalanya menunduk, menatap kedua telapak tangannya. "Aku punya firasat buruk tentangmu." Kedua tangan Todoroki terkepal erat. Ia menatap bulan lagi dan menggertakkan giginya.

Sebuah perasaan asing yang tidak dikenal menyusup hatinya. Menjajah, membuat Todoroki sedikit merasa heran. Ia tidak mengetahui perasaan ini. Tapi perasaan ini samar pernah ia rasakan sewaktu dulu. Sewaktu ia kecil. Dimana saat ibunya menatap dirinya dengan pandangan yang tidak ia sukai. Dan sekarang perasaan yang sama kembali. Masuk tanpa mengetuk dahulu.

Sebuah perasaan yang menggambarkan rasa sakit yang teramat. Tapi namun, ada rasa khawatir yang entah kenapa tiba-tiba juga ikut. Todoroki meremas baju bagian dada sebelah kiri. Membuat kaus hitam yang ia kenakan sedikit kusut. "Kenapa aku jadi takut begini." Todoroki menatap jam yang berada di nakas, dekat tempat tidurnya. Sebuah jam digital berwarna putih dengan sedikit pola merah dipinggirnya.

Jam 02.00 pagi.

Todoroki terbangun di tengah malam. Jam dua pagi. Tepat jam dua pagi. Dengan keringat mengucur deras di pelipisnya. Dan perasaan yang dinamakan dengan rasa ketakutan. Todoroki telah mengalami mimpi buruk, teramat buruk. Dimana ia melihat visualisai dimensi yang berbeda dari dunia nyata. Kejadian buruk yang tidak mungkin akan terjadi. Ia tahu itu hanyalah sebuah delusi halusinasi yang dibuat oleh otak dan direkam. Permainan alam bawah sadarnya berhasil membuat Todoroki hampir berteriak, tapi ia segera bungkam saat tau itu hanyalah sebuah bunga dari tidur.

Road to be HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang