56 : kєhαngαtαn чαng sαmα

1.1K 207 163
                                    

Pertandingan hiburan pun dimulai. Semua peserta yang gagal atau bahkan berhasil ikut berpartisipasi dalam lombanya. Kesenangan yang dilalui membuat beberapa peserta sejenak melupakan tentang babak selanjutnya.

[Yn] sudah beres berganti pakaian dan mengenakan kembali baju olah raganya keluar dari ruang ganti. Ponsel pintar kesayangannya ia masukkan kedalam saku belakang. Kepalanya celingak-celinguk mengamati lorong kosong yang memanjang. Tidak ada satupun peserta yang lewat atau sekadar singgah.

Setelah merasa benar-benar lorong yang akan dilewati sepi. Barulah [Yn] mengeluarkan ponsel pintar yang satunya lagi di saku sebelah kiri. Nada dering yang sangat ia kenal terdengar. Tercantum nama 'kakek' disana dengan jelas. Buru-buru ia menekan tombol hijau dan langsung mengangkatnya.

"Halo, kenapa kek telpon [Yn]." [Yn] membuka percakapan. Kedua kakinya yang diam ia langkahkan menelusuri lorong ini. Tangan kirinya yang kosong ia masukkan kedalam saku kantong celana.

Dari seberang telepon terdengar suara berat menyahut. Kekehan yang sangat familiar bagi [Yn] bersenandung bagai melodi indah. "Tidak [Yn], kakek yah hanya rindu saja. Ngomong-ngomong selamat atas posisi pertamanya."

"Hum makasih. Oh iya! Abang mana? Tadi sama kakek, kan?" Terdengar suara deheman panjang dari seberang sana. Suara aduan keramik cangkir dengan tatakannya menggema. Seseorang yang dipanggil kakek itu menyahut dengan deheman agak keras.

"Kakakmu tiba-tiba ada urusan sebentar, katanya. Mau titip salam untuknya? Biar kakek sampaikan." Kau terkekeh sebagai jawabannya. Kepalamu menggeleng meski tahu kakekmu tidak akan melihatnya.

"Bah ngapain titip salam, kayak tinggal beda negara aja lagi, kek." Tanpa sadar telah jauh melangkah. [Yn] sudah berada di ujung lorong. Ia berada tepat di pintu luar arena yang berbeda. Suasana yang telihat benar-benar menyapa hangat mata [Yn] sekilas sebelum ia menyadari eksistensi seseorang yang dikenalnya.

"By the way, anyway, in bussway to hawaii. Kakek ada dimana toh? Masih disekitaran stadium kan?"

"Haha iya, kakek tua ini masih ada di stadium. Hidup di bumi, bernafas dan belum mati, kenapa? Kangen ya?" Kau mendengus geli mendengar kata terakhir yang diucapkan. Itu membuat seluruh kujur tubuhmu merinding tiba-tiba.

"Ewwh... jijik tau, [Yn] dengar kakek ngomong gitu." [Yn] memeletkan lidahnya sambil memasang tampang jijik. Tidak terbayang dikepalanya akan seperti apa ekspresi kakeknya saat mengucapkan kata-kata itu. "Enggak sih, cuman [Yn] mau datengin kakek sebelum pertandingan mulai. Bisa gak nih?"

Orang yang mendapatkan titel sebagai kakek itu hanya terkekeh ramah. Ia mengembuskan nafasnya panjang. "Sini datang, kakek ada di ruang tunggu khusus bersama kepala sekolahmu. Gercep ya, gak pake lama."

"Gak bakalan gercep kalo enggak ada makanan disana. Food ia number one in ma life. Dan rebahan adalah jalan ninjaku!"

"Ada kok, apalagi Indomey. Ayo sini buruan, si tikus udah makan bungkus kedua nih. Kakek cuman bawa lima bungkus aja loh~."

Oalah jancok si tikus demen rupanya.

"Oke~ [Yn] otw kesana, dadah kakek. Aku tutup ya." Kemudian panggilan diakhiri secara sepihak.

[Yn] menghela nafasnya panjang. Tangan kanannya yang menggenggam ponsel diturunkannya. Kepalanya mendongak menatap langit biru yang membentang luas di atas sana. Matanya terpejam menikmati semilir angin yang berembus mengenai kulit mulusnya. Sapuan angin yang lembut diwajah membuatnya terbuai. Ia ingin tidur dan merebahkan tubuhnya saat itu juga.

"[Ln]." Hingga suara bariton seseorang yang jelas ia kenal merusak suasana. Kedua kelopak matanya sigap terbuka dan menampilkan dua netra tajam yang menghias disana. Matanya yang memang terlihat sedikit sipit dan bisa membuat siapa-saja takut menatap orang yang memanggil.

Road to be HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang