Part 9

5.4K 120 8
                                    

WARNING

Ini adalah cerita pertamaku di wattpad so sebelum membaca cerita ini aku minta maaf jika ada hal yang kurang berkenan, menyinggung, dan membuat para readers kurang nyaman.

Cerita pertamaku ini Murni tanpa jiplakan, Plagiariasme, dan Copy-Paste dari karya cerita pengarang lain walaupun mungkin banyak alur/tokoh cerita yang sama dengan karya-karya pengarang lain.

*****

"Pemantiknya bukan di atas kak."

Aku sangat gugup. Bahkan untuk memberitahu Kak Raga tentang letak pemantik pun aku membutuhkan jeda waktu untuk mengatasi keberanianku.

Mata Kak Raga yang menatapku membuat aku semakin gugup. Kak Raga tetap tidak bergeming meskipun melihat aku yang terdiam bodoh seperti sekarang.

"Biasanya Mbok Nem naruh pemantik di laci."

Aku yang sambil membuka laci untuk mengambil benda yang sedang Kak Raga cari merasakan sentuhan tangan di pergelangan tanganku.

Dingin.

Tangan Kak Raga yang dingin menyentuh pergelangan tanganku. Kenapa?

Kenapa Kak Raga seakan-akan selalu memberikanku sebuah teka-teki yang sulit untuk kupecahkan. Tatapannya, perilakunya, cara dia berbicara kepadaku. Kenapa semua seperti ada riddle yang aku cari jawabannya?

"Gue butuh jawaban lo."

Aku berbalik menatap Kak Raga. Suara berat miliknya sangat kontras bagiku untuk mengintimidasi seseorang yang lemah sepertiku. Tetapi lagi-lagi mata elang Kak Raga mampu menghipnotisku.

"Lo suka cowok perokok?"

Ha? Pertanyaan konyol Kak Raga bisa membuat siapapun yang mendengarnya salah paham dengan situasi kami sekarang bukan?

Aku memberanikan diri untuk menatap Kak Raga. Ciptaan tuhan memang tidak gagal untuk memberikan Kak Raga wajah dengan pahatan yang sangat tampan. Sadar Asya!

"A-asya ga suka asap rokok."

Aku melihat tanggapan Kak Raga yang hanya diam dengan setia menatap mataku. Kak Raga yang berbalik meninggakanku membuat aku yang sedang memegang pemantik menjadi tercengo melihat sikap bunglon Kak Raga seperti saat ini.

Tetapi aku masih dapat melihat Kak Raga yang membuang puntung rokoknya ke dalam tong sampah di dekat dapur. Apa karena aku? Mana mungkin. Apa Kak Raga marah? Tapi kenapa?

"Huh! Fokus Asya!" Ujarku pada diriku sendiri.

Padahal dengan niat awalku ke dapur hanya ingin mengambil minuman tetapi kenapa malah menjadi seperti ini? Jantung benar-benar tidak bisa untuk diajak kompromi. Aku masih belum bisa menafsirkan arti dari degupan jantungku yang setiap bertemu dengan Kak Raga selalu saja berdetak cepat.

Apa aku punya penyakit jantung koroner?

✰✰✰

Jam sudah menunjukan pukul 19.00. Aku dan teman-temanku yang sudah menyelesaikan tugas kelompok kami. Rasanya sangat lega karena deadline yang diberi cukup singkat membuat kami memutuskan menyelesaikan tugas kami meskipun memakan waktu yang cukup lama.

RAGASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang