Fallin' in love

117 42 97
                                    

"Kita berada disuatu tempat yang sama. Tapi kita terhalang tembok tinggi dan tebal. Kita berbeda"

^^Happy reading^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


^^Happy reading^^

Tubuh Jena gemetar hebat. Mark
memeluknya, memberinya kehangatan. Walaupun Mark tau, Jena bukan untuk dia, melainkan orang lain. Mark berusaha menenangkan Jena.

Baru kali ini Jena menangis dengan suara. Ia tak pernah menangis sampai seperti ini sebelumnya. Apakah sesakit ini menjadi seorang Jena Park?

Jena masih menangis. Gadis itu tak henti-hentinya menyebut Bunda dan Ayahnya. Mark yang tidak tau tentang keluarga Jena hanya bisa menenangkan. Ia tak ingin bertanya, biarkan Jena yang bercerita sendirinya.

"Udah Jen, nggak papa ada gue. Kan gue udah bilang," ujar Mark lalu mengusap pipi Jena yang berlinang air mata.

"Kalo digituin dilawan. Lo nggak salah. Jadi lo nggak pantes diperlakukan seperti itu" tutur Mark.

Jena masih sesenggukan. Mukanya merah, rambutnya yang tadinya ia kuncir sekarang berantakan.

"Bunda, kenapa hidup Jena semenyedihkan ini? Bolehkah Jena pergi jauh? Jauh sampai Jena kehilangan arah untuk pulang?"

"Udah, ayo keluar. Disini kotor," ajak Mark lalu menggandeng dan membawakan tas Jena. Jena menurut, ia berjalan di samping Mark.

Jena masih sesenggukan. Ia menundukkan kepala. Bukan, ia bukan malu tentang rupa wajahnya sekarang. Tetapi malu akan hidupnya yang semenyakitkan ini. Apakah ia tak boleh merasakan hangatnya kebahagian.

"Udah Jena. Mau nangis sampai kapan lagi? Gue nggak suka dengernya" tutur Mark dengan bada pasrah.

Jena pun mengusap air matanya. Ia pun langsung menghentikan langkah kakinya. Mark juga ikut berhenti.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?" tanya Mark.

"Kamu. Kamu baik banget sama aku," tutur Jena sambil menatap Mark dengan tatapan sendu.

"Bukannya udah gue bilang. Gue akan selalu ada buat lo," jawab Mark dengan kalimat yang meyakinkan.

Jena pun menangis lagi. Baru kali ini ada yang peduli seperti ini kepadanya. Ia merasakan sakit dihatinya. Mengingat ia yang selalu dicambuk dan dipukul oleh paman, bibinya dan Nancy yang ia anggap teman.

Mark yang melihat Jena kembali menangis pun mendengus kesal.

"Yaudah, mau pulang kan? ayo bareng gue aja," tawar Mark sambil mengelus  kepala Jena.

"Nggak usah Mark, aku udah banyak ngerepotin kamu. Aku juga ada urusan sebelum pulang. Jadi kamu pulang aja duluan. Makasih ya, kamu udah mau jadi orang yang selalu ada buat aku," ujar Jena sambil memeluk Mark.

SiriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang