"Sama, Tetapi tetap berbeda"
Sehabis diantar pulang Jaemin, Jena langsung dihadang oleh paman dan bibinya. Mereka mengambil uang hasil kerja paruh waktunya selama ini. Untung saja Jaemin tidak menyaksikan kejadian itu.
Mereka mengambil semua uangnya. Tanpa menyisakan sedikit pun. Padahal rencananya uang itu akan Jena gunakan untuk membeli bahan makanan dan membeli buku.
Tak hanya itu, paman dan bibinya juga mengambil kalung emas Jena. Kalung itu punya Bunda, satu-satunya milik Bunda. Jena melawan, tapi tubuhnya didorong dan ditendang.
Jena sudah pasrah dengan perilaku paman dan bibinya itu. Tak puas dengan itu mereka juga melukai tubuh Jena lagi. Tubuh kurusnya kini banyak luka. Dari lebam sampai yang masih berdarah. Boro-boro dibersihkan, ia lebih mementingkan bagaimana cara mendapatkan uang.
Malam ini Jena tidak belajar, ia bekerja lagi. Dia benar-benar butuh uang. Jangan sampai besok ia tidak bisa makan.
Jena kembali lagi ke restoran cepat saji. Kata Tuan Lee di sana masih ramai. Dengan buru-buru Jena menuju kesana.
Hanya menggunakan kaos putih polos dibalut cardigan warna hitam. Serta celana panjang berwarna hitam ia pergi. Padahal malam ini sangat dingin. Jena tidak punya pakaian hangat.
Pakaian hangatnya sudah tidak layak pakai, jadi seadanya saja. Kemarin beli cardigan saja karena memang diharuskan, bukan karena keinginannya.
Ia berlari menuju restoran. Semoga saja Tuan Lee tidak memarahinya karena terlambat datang. Sesampainya direstoran ia langsung mengenakan apronnya dan membantu Tuan Lee dibagian kasir.
"Kenapa baru datang?"
"Maaf, tadi Jena cuma lari," jawab Jena gugup.
"Kamu yang nganter pesanan ke rumah-rumah. Motornya udah ada didepan. Itu jatah kamu malam ini," tutur Tuan Lee lalu memberikan kunci motor ke Jena.
Jujur, Jena kurang pandai mengendarai motor. Sudah lama ia tidak mengendarainya, semoga saja skill nya masih ada.
Ia mengantar ayam ke pelanggan. Cukup melelahkan, tapi disisi lain Jena bisa jalan-jalan. Tidak seburuk itu rupanya.
Sedikit kewalahan sih, tapi malam ini cukup menyenangkan pikiran Jena.
Pesanan terakhir tak jauh dari posisi Jena sekarang. Ia memang sengaja mengantarkan pesanan berdasarkan waktu memesan.
Dengan kecepatan yang cukup lamban ia pun menuju ke tempat terakhir.
Jena sempat ragu, masalahnya tempatnya sepi. Ia cuma sempat melihat sebuah gazebo yang di sana banyak orang. Ia pun memberanikan diri kesan, mungkin mereka yang memesan.
"Permisi, pesanan ayam kalian ya yang pesan?"
Yang tadinya mereka sedang tertawa pun langsung terdiam. Mereka menatap Jena, tatapan yang Jena tidak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirius
Fantasy❝Apa kamu harus menyesal dulu, baru kamu sadar aku selalu didekatmu?❞ Dia, dia yang kau abaikan. Cerita antara Sirius, Engkau, dan Awan. Bahasa, -au ©ayshllll,2020