1~

27 3 0
                                    


•••

Malam ini sangat berisik oleh derasnya air hujan yang turun, membuat gemercikan yang cukup nyaring terdengar. Di suatu kota, ada sebuah apertemen.

Di salah satu kamar di lantai 5 apertemen tersebut, ada seorang gadis yang sedang duduk di jendela besar di dalam kamarnya. Dia sendirian. Dengan piama kotak-kotak, hitam-putih yang di kenakan olehnya. Ia merengkuhkan kedua kakinya untuk dijadikan pelukan. Surainya panjang dan hitam pekat, agak bergelombang.

Ia tinggal di apertemen di sebuah kota ramai penduduknya. Sekarang ini, ia sedang menatap kota yang sudah ia kenal selama lebih dari 23 tahun. Di luar jendela, ia bisa melihat beberapa mobil yang sedang lalulalang dan juga cahaya lampu yang menerangi jalanan yang basah, karena hujan yang deras di luar sana. Disana juga banyak orang yang berlarian mencari tempat untuk berteduh. Bukan hanya itu, banyak bangunan besar menjulang tinggi. Bisa dilihat dari jendela-jendela bangunan yang menyala, beberapa kamar jendela apertemen satu-persatu dimatikan lampunya, karena ini sudah larut.

Sudah pukul 22.00 WIB, dimana saat ini orang-orang yang sudah pulang bekerja kembali ke rumahnya untuk beristirahat. Ada juga orang-orang yang bekerja lembur sampai tengah malam. Tak heran banyak orang dibawah sana yang berlalu lalang seperti baru pulang bekerja.

Bukan tanpa alasan orang bekerja, mereka yang bekerja untuk mendapatkan uang, memberi nafkah keluarganya. Tak banyak juga orang yang masih menganggur karena lowongan kerja di kota ini sangatlah banyak.

Bagi semua orang, bekerja itu adalah sumber dari segala sumber mendapatkan uang. Ya, tak mungkin uang mudah di dapatkan hanya dengan berdoa dan meminta kepada tuhan. Mendapatkan uang atau apapun yang di inginkan pasti harus dengan usaha. Menguras keringat dan membuat stres tentunya.

Kedua manik si gadis menatap ke atas luar jendela, melihat langit yang gelap tanpa terlihat bulan ataupun bintang di sana. Gadis itu mengarahkan kedua maniknya lagi ke arah jalanan yang ramai. Air hujan masih sangat berisik dan menggangu orang-orang yang ingin beristirahat. Untungnya tidak ada guntur atau kilat saat ini.

Sesekali si gadis menatap pantulan dirinya di jendela karena embun hujan. Dari pantulannya, si gadis bisa melihat wajahnya yang sedang murung. Dua manik mata yang tak ada gairah. Tidak ada senyum di bibirnya. Bentuk muka yang terlihat tipis, kecil. Tangan kecil yang sedang merengkuh tubuh yang tak kalah kecilnya. Serta, warna kulit putih pucat yang ia miliki seperti tidak terurus.

Di pantulan kaca yang berembun, terlihat juga keadaan kamar yang ditempati si gadis dengan lampu remang-remang. Terlihat tempat tidur dengan selimut berwarna biru yang tidak di rapihkan dan bantal yang berada di lantai, seperti sengaja di lempar sembarang.

Meja belajar dengan leptop yang masih menyala, disertai buku-buku yang berserakan di meja, ada juga yang di lantai. Tak kalah berantakannya, terlihat lemari yang salah satu pintunya terbuka. Di sana terlihat salah satu pakaian si gadis terlihat menjulur kebawah seperti tidak di simpan dengan rapih.

Di bagian sisi ruangan, ada pantulan cahaya. Tv yang dinyalakan dan di diamkan membuat pantulan tersebut. Siaran berita yang didiamkan tanpa penonton. Suara dari reporter samar-samar, karena bersatu dengan suara derasnya hujan. Di depan tv, terlihat wadah-wadah pop mie yang isinya sudah habis. Ada juga minuman kaleng yang sudah kosong tanpa isinya. Itu semua berserakan di atas karpet berbulu berwarna biru muda.

Si gadis hanya menghela napas pelas sebelum ada dering yang terdengar tak henti-henti dari hpnya. Ia melirik hpnya yang berada di atas kasur. Melihat cahaya yang ditimbulkan layarnya. Dengan terpaksa, si gadis berdiri menuju sumber bunyi yang mengganggunya dari tadi. Setelah mencapainya, si gadis melihat layar hpnya yang memperlihatkan nama seseorang. Si gadis menghela napas lagi sebelum mengangkatnya. Ia menempelkan hpnya di telinga untuk mendengar apa tujuannya menelepon.

Blue DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang