16. Sebuah Jawaban

20 4 0
                                    

Happy Reading!!
Maafkan segala typo, otor-nya malas revisi soalnya. ^^

___

(Akhir Juni 2011)

"Selalu ada jalan untuk mereka yang berjalan."

Tubuh mungil gadis hitam manis itu terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit, dengan perban di kepala. Sampai saat ini dia belum sadarkan diri. Dokter yang memeriksanya mengatakan bahwa kepala gadis itu terbentur cukup keras, sehingga butuh beberapa waktu untuk dia bisa sadar kembali.

Di kursi tunggu ruangan, dua orang sedang berbincang membahas perihal gadis itu, sedangkan di samping sang gadis ada anak perempuan yang setia menunggu temannya kembali membuka mata. Tak lama kemudian pintu diketuk, dua orang kakak-beradik masuk ke ruangan sembari berucap salam.

"Assalaamu'alaikum." Semua orang di dalam ruangan membalas salam mereka.

"Wa'alaikumussalam." Dua orang yang tengah berbincang tadi berdiri.

"Ayo, masuk, Nak," sapa Naima. Kedua anaknya masuk.

"Iya, Ma."

"Kenalin ini Ayah teman Mimy yang duduk di sana." Dia menunjuk Filda. "Sekaligus bos Mama juga." Dia memperkenalkan seorang lelaki yang tadi dia ajak berbincang. Maira dan Suhir juga memperkenalkan diri mereka.

"Keadaan Mimy sekarang bagaimana, Ma?" tanya Maira seraya menghampiri adiknya.

"Dari tadi dia belum sadarkan diri, Nak. Luka di dahinya cukup parah."

"Kronologis kejadiaannya bagaimana, Ma? Kenapa bisa separah ini?" sela Suhir.

Kali ini ayah Filda yang angkat bicara. "Maaf, bisakah saya yang menjelaskan kronologis kejadiaanya?"

"Silakan, Pak."

"Pada saat pulang sekolah seperti biasa saya menjemput Filda, juga Mimy karena mereka berdua itu bersahabat. Namun, di tengah perjalanan tadi ada mobil berkecepatan tinggi yang tidak sengaja menyenggol kami. Saya dan Filda hanya luka ringan, tetapi Mimy terpental dan kepalanya terbentur batu," jelas lelaki sepantaran ibu Maira.

"Lalu pemilik mobil itu tidak bertanggung jawab, Pak?" tanya Suhir.

"Tidak. Dia tidak mau bertanggung jawab. Namun, tenang saja semua biaya rumah sakit adikmu biar saya yang tanggung. Ibumu tadi sempat meminta agar gajinya dipotong, tapi saya ini ikhlas mau menolong."

"Terima kasih banyak, Pak." Suhir bersalaman dengan ayah Filda.

"Semoga segala kebaikan Bapak, dibalas pahala melipat ganda oleh Sang Maha Kuasa," tambah Maira. Semuanya mengamini. Mama Maira hanya tersenyum.

Maira ikut duduk bersama Filda, menunggu adiknya sadar, sementara tiga orang itu duduk di kursi tunggu ruangan. Naima menanyai Suhir perihal sekolah Maira, topik pembicaraan mereka beralih ke gadis yang sebentar lagi akan menjadi mahasiswi itu. Namun, entahlah apakah dia akan lanjut kuliah atau tidak. Kondisinya digantung.

Ayah Filda kelihatannya tertarik membahas hal tersebut. Mereka bercakap-cakap cukup lama. Sampai akhirnya Naima beranjak ke kantin membeli makanan. Kedua gadis di samping Mimy tertidur pulas mereka kelelahan menunggu.

"Jadi, Maira ingin kuliah tapi, kurang biaya?" Ayah Filda memastikan setelah Mama Maira pergi.

"Iya, Pak. Maira sangat ingin melanjutkan pendidikan. Kami sebenarnya tidak ingin menghambat cita-cita dia, tapi untuk kuliah pastinya bukan biaya sedikit. Sejak Papa dan Mama pisah perekonomian keluarga kami tambah merosok. Semuanya berjuang sendiri-sendiri," Suhir menuturkan.

DANDELION (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang