chapter 1

156 35 21
                                    

                                     ***
Disaat anak-anak seusiaku mempunyai orang tua lengkap dan penuh kasih sayang, aku justru penuh air mata kesedihan.

Mungkin saja ini sudah takdirku. Setidaknya aku bersyukur bisa hidup di dunia.

🥀🥀🥀

"Udah Mas, kamu aja yang ngurusin anak itu, saya juga capek ngurusin dia!" Suara teriakan dari arah dapur, sepertinya itu suara mama.

Aku sudah biasa mendengar perdebatan kedua orang tuaku yang selalu saja mempermasalahkan kehadiranku sebagai anaknya, 'Beban' iya katanya aku hadir hanya mendatangkan beban.

"Brakk!"

Seketika itu aku beranjak dari kamarku. Pintu kamar sepertinya didorong oleh mama, dan mama berjalan menghampiri aku yang masih duduk di atas kasur dengan detak jantung yang belum stabil.

"Sini kamu! Dasar anak pembawa sial!" teriak mama sembari menjambak rambutku sampai aku jatuh ke lantai.

"Apa kamu tau? Semenjak kehadiran kamu di dunia, hidup saya semakin berantakan!" sentak mama yang masih setia menjambak rambutku begitu keras.

"Andai saja dulu Papamu gak menghamili saya, pasti kamu tidak ada di dunia, kamu tau kamu itu anak haram!"

Mengapa hatiku seketika sakit, seperti diremas-remas begitu saja setelah mendengar kalimat 'Anak haram'?

"Tolong lepasin Ma, sakit hiks."

Akhirnya mama melepaskan tangannya dari kepalaku dan meninggalkan ruangan kamarku, sebelum pergi kepalaku sempat dihantamkan ke tembok kamar beberapa kali.

Aku menangis sembari memegang kepala yang tidak henti-hentinya berdenyut. "Sakit ma ... sakit. Sampai kapan mama dan papa gak nerima kehadiranku sebagai anaknya di dunia ini? Apa salahku? Sabil cape tuhan, Sabil cape sama semua ini."

Aku membaringkan tubuh ke atas kasur, menetralkan semua rasa sakit dikepala, akhir akhir ini kepalaku sering sakit. Sepertinya aku besok harus ke dokter untuk mengecek keadaanku.

*******
Suara alarm membangunkanku dari tidur. Rupanya aku terlalu lenyap ke dalam mimpi hingga sampai tidak sadar jika ini sudah pukul jam lima pagi.

Aku beranjak dari tidur membereskan kamar, dan berjalan menuju dapur untuk memasak sarapan pagi untuk mama dan papa. Sepertinya mereka belum bangun dari tidurnya.

Di dapur hanya tersedia sayuran yang tidak terlalu banyak, tetapi cukup untuk sarapan mama dan papa. Kalau aku seperti biasa, memakan makanan dari mereka jika masih tersisa

Cklekk ....

Pintu kamar utama terbuka, iya letaknya tidak terlalu jauh dari dapur sehingga aku bisa melihat siapa yang keluar dari kamar tersebut, lalu menampilkan sosok pria yang masih gagah dan tampan walaupun usianya sudah hampir bisa terbilang tua. Dia adalah Subhan fauzihan, papa kandungku yang tidak pernah menganggap aku sebagai anaknya.

Aku tersenyum ke arahnya,"selamat pagi Pa, sarapannya udah Sabil siapin di meja makan," ucapku dengan lembut.

Papa melihat ke arahku dengan tatapan dingin seperti biasanya, dan aku masih dengan senyum yang sejak tadi aku kembangkan.

"Berisik!" jawabnya singkat kemudian pergi meninggalkan ruangan dapur.

"Huftt, gapapa," gumamku sembari membuang nafas kasar.

Aku berjalan menuju lantai atas dan berniat untuk membangunkan mama. Mama dan papa memang suami istri. Tapi mereka tidak pernah mau untuk sekamar berdua, 'tidak sudi'  katanya.

Aku menarik nafas panjang sebelum mengetok pintu kamar bewarna coklat itu. Sampai tanganku mendarat dengan sendirinya.

Tokkk ... Tokkk ....

Ketukan pertama pintu belum terbuka.

Tokkk ... Tokk...

Ketukan kedua berhasil membuat sang pemiliknya keluar dengan wajah yang sedikit kesal dan rambut yang berantakan. Memang benar jika mama sepertinya baru bangun.

Aku tersenyum ke arahnya,"udah jam 7 Ma, Mama kan harus segera pergi ke kantor."

Mama tidak menghiraukan perkataanku, dia lagi lagi mendorong tubuhku hingga aku terjatuh begitu saja.

"Aaww." aku meringis pelan, sakit rasanya didorong dengan begitu keras sampai badanku menghantam bagian pintu.

"Inilah akibat jika berani mengganggu tidur saya! Dasar anak sialan!" sentaknya lalu pergi meninggalkanku begitu saja.

Aku memandang nanar punggung mama yang pergi meninggalkanku.

"Anak haram, anak sialan, cukup ma. Jika mama dan papa tidak menginginkan kehadiranku di dunia ini, lantas mengapa aku dilahirkan? Kenapa tidak dibunuh saja aku dari kecil?" lirihku pelan disertai cairan bening yang mengalir dipipi ku tanpa permisi.

Me and my broken heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang