****
"Pak Parto kecepatannya bisa di tambahin lagi ga?" tanyaku pada Pak Parto yang sedang mengemudikan mobil menuju rumah mama.Memang hari ini aku berniat untuk kerumah mama, semalam aku bermimpi buruk tentangnya.
Diana sudah berangkat sekolah satu jam yang lalu, dia tadi mengajakku tapi aku izin tidak masuk sekolah hari ini, perasaanku sedari tadi masih cemas hanya karna mimpi semalam.
Pak Parto menghentikan mobil tepat di depan gerbang rumah yang dulu pernah aku singgahi ini, aku langsung membuka pintu mobil lalu berlari ingin segera bertemu dengan mama.
Aku yang sedang berlari sampai ke halaman rumah itu langkahku terhenti ketika aku melihat mama dengan seseorang lelaki yang ku lihat umurnya sekitar 30 tahun, tidak jauh dengan umur Mama.
Aku menyipitkan kedua mataku agar bisa melihat jelas mereka sedang berbincang apa, ku lihat mereka bergandengan tangan menuju mobil merah yang sedang terparkir di halaman rumah.
Pria itu membukakan pintu mobil untuk mama, aku segera berlari menghampiri mama, langkahku semakin dekat aku mulai dengar suara Mama.
"Makasih sayang," ucap mama dengan senyuman.
"Apa? Sayang? Apa aku tidak salah dengar? Apa itu pacar Mama?" Aku bertanya kepada diriku sendiri.
Tanpa pikir panjang aku berlari menghampiri mobil itu sebelum mobil itu melajukan mesinnya.
Aku mengetuk-ngetuk kaca berwarna hitam dari mobil itu, "Ma!" teriakku sambil menahan air mata, ku lihat mama sempat terkejut.
Pria itu keluar dari mobil bersama mama. Aku langsung memeluk erat mamaku sungguh aku benar-benar rindu dia, tapi dengan begitu cepat mama melepaskan pelukanku darinya.
"Kamu siapa? tanya pria itu heran.
"Aku anak—"
"Dia mantan anaku," sahut mama dengan cepat memotong kalimatku yang belum selesai aku ucapkan.
Hatiku sakit, air mata yang aku tahan sekarang mulai turun dengan sendirinya, apa tadi kata mama? Aku mantan anaknya? Bukankah tidak ada kata mantan dalam keturunan?
"Sudah sana pulang! Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini! Lagian saya akan menikah dengan pacar saya!" bentak mama sembari mendorong pundaku.
"Apa Mama bilang? Mama mau menikah? Apa Mama tidak punya hati? Belum ada seminggu Mama bercerai dengan Papa sekarang sudah mau menikah lagi?" Kali ini aku memberanikan diri untuk berbicara, menahan air mata yang ingin menetes di pipiku.
Plakk.
Sebuah tamparan melayang dipipiku, tamparan itu dari mama, aku sempat terkejut ketika mama menamparku dengan begitu keras.
"Apa urusan kamu mencampuri hidup saya hah!" bentaknya sembari mencengkeram bajuku.
Aku menundukkan kepalaku, memegang pipiku yang panas akibat tamparan dari mama yang begitu keras, sekarang air mataku sudah berhasil turun dengan deras.
Pria itu menarik tangannya kemudian menyuruh mama untuk masuk ke dalam mobil, meninggalkan aku yang sedang kesakitan disertai dengan air mata yang mengalir begitu deras.
"Hiks mama jahat."
****
• POV 3
Di tempat lain Garka sedang sibuk memikirkan sosok yang beberapa hari ini hadir dalam pikirannya.
"Han," panggil Garka pada rehan yang sedang duduk di sampingnya.
Rehan masih sibuk dengan game-nya, entah dia memang tidak dengar atau pura-pura tidak dengar?
"Woy Han budek Lo ya!" teriak Garka yang berhasil membuat rehan terkejut setengah mati.
"Woyy! Kira-kira woy kalo mau manggil! kuping gue langsung jebol ni, ganggu aja si masih push rank jadi gak jadi kan! Makanya Lo gausah jomblo biar ga gabut lagian yang ngantri sama Lo banyak tapi Lo sok jual mahal, cabe di pasar Kemayoran masa kalah sama Lo!" teriak rehan emosi.
"Apaan si kok sampe bawa-bawa cabe Kemayoran gak jelas Lo monyet, lagian Lo budek banget gue panggilin gak denger."
"Yaudah yaudah buruan Lo manggil gue ada perlu apa? Gue mo lanjutin nge-game tadi gue udah push rank euyyy gara-gara Lo si!"
"Kok gue hari ini belom liat Sabil ya?" tanya Garka yang berhasil membuat rehan terkejut dan menghentikan bermain game-nya.
Rehan berdiri dari bangkunya, memegang kepala Garka bak seorang dokter," Lo ga sakit kan?"
Garka melepaskan tangan rehan dari jidatnya, "apaan si Lo!"
"Ya gue seneng bro, gue kira Lo gak bisa jatuh cinta lagi gara-gara di tinggal pergi sama Rafa, gue juga sempet ngerasa si kalo Lo suka sama Sabil."
"Sok tau Lo! Emang kalo gue nanyain Sabil emang itu tandanya gue jatuh cinta ya sama dia?" ucap Garka lalu ia berdiri dari bangkunya dan berjalan keluar kelas meninggalkan Rehan.
"Ehh— mo mana woy!" teriak Rehan.
🥀🥀🥀
"Diana!"
Diana yang sedang berjalan menuju perpus menoleh ketika namanya dipanggil dari belakang.
"Sabil hari ini gak berangkat?" tanya Garka dengan nafas yang tersengal-sengal akibat berlari.
Diana menautkan alisnya, matanya menyipit menatap Garka.
"Iya? Lah atas dasar apa Lo nanyain Sabil? Tumben bat dah es batu ini nanyain seorang cewe hahaa," ucap Diana dengan tawanya yang begitu keras.
Garka menatap Diana tajam, "kenapa ga berangkat?"
Diana mengangkat bahunya, "gak tau, tanyakan saja pada daun-daun yang bergoyang," ucap Diana lalu pergi meninggalkan Garka.
"Gak cowoknya gak cewenya otaknya sama aja" omel Garka.
"Lagian gue goblok banget si kenapa nanyain orang gak jelas, apa gue—" ucap Garka pada diri sendiri sembari memukul kepalanya sendiri.
"Gak mungkin kan kalo gue jatuh cinta? Di hati gue cuma ada Rafa," gumam Garka lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and my broken heart
Teen FictionSabil Sabila. Orang bilang namaku indah, tapi rupanya tidak seindah hidupku. Ini cerita tentang hidupku dan lukaku .... Apakah masih ada orang yang sayang denganku didunia ini? Semoga saja ....