Bagian 65

370 22 0
                                    

Seseorang sedang menunggu di sebuah persimpangan, tepat sekali keadaan sepi.

"Kali ini lo gak bakalan selamat lagi sa, dan sebentar lagi uang 50 juta akan di transfer setelah kedua nyawa kalian lenyap." ucapnya dengan seringaian. Duduk diatas motornya, memeriksa senjata dari Farhan yang sudah di kemas dan ditata rapi. Peluru yang di sediakan Farhan berjumlah 20 buah, berjaga-jaga jika targetnya kabur. Farhan tidaklah diam, ia sudah memblokir akses internet Angkasa dan Bintang.

Terdengar suara deru motor  mendekat, bergerak cepat dan memasang ancang-ancang, mempersiapkan senjata ShAK-12, senapan serbu kaliber besar. Membidiknya dari kejauhan, menatap tajam sang target dan melepaskan pelurunya.

Angkasa terperanjat dan menunduk, sama halnya dengan Bintang. Keduanya berlari mencari perlindungan, Angkasa menariknya agar segera masuk ke apartemen karena disana akan aman dan banyak orang yang masih terjaga.

Tangan Bintang gemetar, ia kembali terisak takut. Ini lebih menyeramkan dari sebelumnya. "Sa, bener kan disini bakalan aman? Kalau dia lewat jendela gimana? Atau bawa komplotannya? Atau membunuh semua orang disini? Sa, aku takut." Bintang semakin menangis, degup jantungnya berdetak cepat.

Angkasa mempercepat langkahnya dan menekan password 16 digitnya dengan lihai. Mengunci semua akses pintu masuk, serta mengganti jendela menjadi satu lapisan pengaman yang tahan akan serangan dan senjata. Ia sudah memasang alat-alat tersebut semenjak baru pulang dari Villa.

"Nah, disini jauh lebih aman. Aku telepon polisi dulu ya, kamu duduk aja. Dan aku buatin teh hangat," Angkasa mengambil ponselnya, memencet nomor polisi namun sinyalnya hilang. "Sial, ah pakai telepon rumah." Angkasa kembali mencoba, namun sama katanya gangguan jaringan.

"Siapa yang berani mencuri akses gue?!" Angkasa menghampiri Bintang. "Mana ponsel kamu,"

Bintang memberikannya takut, Angkasa nampak beringas serta suara yang menginterupsi. "Kenapa?"

Angkasa berulang kali menghubungi nomor yang sama namun tetap gangguan jaringan. "Ada yang sengaja ngelakuin ini sama kita. Siapa lagi kalau bukan Farhan,"

Bintang baru tersadar kalau ia mempunyai jam tangan seperti ponsel. Ia menunjukkan pada Angkasa. "Tapi kita masih ada ini, aku telepon polisi ya, terus Pandu sama temen kamu yang lain."

Angkasa bernafas lega. "Cepetan," ucapnya tak sabaran.

Sambungan berhasil, Bintang mengeluhkan jika dirinya sedang dalam bahaya dengan seseorang yang berusaha membunuhnya.

"Iya pak, dimohon segera datang kesini. Saya sama Angkasa sedang terancam, sudah saya share lokasinya."

"Baiklah, anda jangan cemas. Tetap kunci semua akses masuk, kami akan segera kesana dan menangkap sang pelaku."

Bintang beralih menghubungi Pandu. "Ndu, kamu telepon polisi juga ya. Aku takut banget, untung aja kita selamat." ucaonya saat panggipan tersambung.

Di tempat lain Pandu cemas. "Ya, gue juga bakalan kesana. Tadi udah hubungi polisi kan?"

"Udah, cepetan ya ndu. Ajak Rangga juga,"

"Oke," Pandu mengirimkan pesan pada Rangga.

Ke apart Angkasa sekarang, mereka lagi terancam. Bintang udah nyuruh bawa polisi, harus cepat-cepat kesana.

Rangga yang tadinya sedang ingin terpejam karena lelahnya ia bekerja baru saja pulang. Membaca pesan dari Pandu ia mengambil kunci motor diatas nakas, ah sungguh tak ada kenangan manis mulai masa SMA hingga sejarang hanya seorang Farhan yang masih pendendam.

🌸🌸🌸

Ela yang baru saja sampai ketar-ketir mendengar suara tembakan, semoga Angkasa sehat.

"Tuh orang gila juga ya, malam-malam berani aksi. Gak takut diamuk massa apa," Ela berjalan hati-hati, orang itu masih disana mungkin tak berani masuk takut dihakimi banyak penghuni disana.

"Mampus lo, eh tapi kalau masuk gimana? Kayak yang di film itu, lewat jendela. Aduh, jangan sampe, masa gue liat disini terus? Mau maju nanti ketauan, ah terus gimana dong?" lirihnya frustasi, orang disana pun duduk oh sepertinya ingin menunggu hingga besok pagi?

Tak lama suara sirene polisi dari segala arah berdatangan, yang tadinya duduk dan menunggu kini mengendap-endap, setiap langkah hati-hati tak ingin di pergoki. Mencari cahaya yang redup, di lampu terang ini masih bisa dilihat.

"Huh, Farhan itu pinter gak sih? Katanya udah blok aksesnya, eh sekarang polisi datang. Hampir copot jantung gue, sial. Mereka berdua pake apa sih?" erangnya geram, cukup ditempat ini terasa aman, sempit serta bau tumpukan sampah yang tak memungkinkan polisi mengetahuinya.

Ia mengetikkan sesuatu untuk Farhan.

Lo gimana sih? Gue hampir mau ketangkep! Pokoknya tetap ada imbalan, gimana gak susah ngikutin mereka sampe disini? Jadi totalnya 30 Juta.

Langkah yang hampir mendekatinya membuatnya menahan nafas, tak bergerak serta berdoa dalam hati. 'Disini bau sampah pak, masa ada yang mau sembunyi sih? Pergi sana!'

Seorang polisi nampak mengangguk yakin jika kabur lewat jalan ini. "Semuanya! Berpencar ke segala arah, dan ada yang ikut dengan saya." perintahnya.

🌸🌸🌸



Angkasa [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang