Bagian 48

434 28 0
                                    

Tak jauh dari tempat singgahnya Angkasa dan Ryan, Ela menguping.

"Jangan diejek stres dong, ingat dengan quotes 'ucapan adalah do'a', ganteng gitu. Ah, masa senyum gara-gara Bintang lagi? Ih, bisa gak sih dia itu lenyap aja dari muka bumi ini?" Ela berbicara sendiri hingga tak sadar jika seorang cewek duduk di sebelahnya menyantap mie ayamnya, terpaksa duduk disini. Kantin saat ini sudah ramai dan tempat duduk yang kosong terletak dimeja nomor 6. Entah tak ingin duduk disini atau takut dengan orang yang kini berbicara sendiri, batagornya pun masih utuh.

"Slrruup" Bela melahap mienya semangat hingga orang setengah waras ini menatapnya horor.

"Eh, lo siapa main duduk disini?" tanya Ela nge-gas. Merasa malu tertangkap berbicara sendiri.

Bela menoleh pura-pura tidak tahu. "Terserah gue dong, emang punya nenek moyang lo." Bela ikut nge-gas.

"Bodo, eh kok gue gak pernah liat lo ya. Mahasiswi baru?" tanya Ela sok akrab, lumayanlah nambah teman.

Bela menghentikan kunyahannya. 'Tadi berasa mau makan gue, kenapa sekarang kepo banget?' batin Bela risih.

"Kenapa diem?" Ela menunggu satu menit dan tak ada jawaban, cewek ini justru melanjutkan kehikmatan mie ayamnya.

Kriingg..

"Udah masuk tuh, buruan habisin. Jangan santuy, kalau pas dosen killer baru tau rasa lo." ketus Ela, baru kali ini ia diabaikan. Walaupun dirinya terkenal dan ditakuti dikalangan kampus, Ela lebih suka menindas mahasiswi yang berani mendekati Angkasa, beraksi sok centil dan genit. Ia tak segan-segan akan mengurung orang tersebut di gudang belakang kampus yang kini terbengkalai dan jarang dilewati.

'Niat kenalan gak sih? Ngomongnya nge-gas, kepo, pas gak dijawab nge-gas lagi. Gak tau apa lagi makan gini.' batin Bela melirik sinis punggung manusia setengah gila itu kini menjauh dan hilang dibelokan.

🌸🌸🌸

Baru saja turun dari pesawat dan melepas pegal Pandu membawakan lima roti tawar rasa coklat untuknya.

"Hehe makasih ya." Pandu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Hanya Pandu yang bersemangat menjemputnya di bandara, mungkin Angkasa dan Virgo sibuk.

Pandu yang mengerti pun tau Rangga mencari Angkasa dan Virgo. "Jam kuliahnya bakal selesai satu jam lagi, lo bisa tuh berantakin apartemennya Angkasa sepuas-puasnya." ucap Pandu menyarankan, lagipula tak ada kesan rapi mengenai Lala yang suka bermain boneka dan bungkus camilan yang berserakan dimana-mana.

"Kasihan, pasti capek abis kuliah terus bersih-bersih rumah. Ya kalau udah punya istri, kan enak tuh bisa ngurusin Lala dan beresin rumah."

Pandu mengibaskan tangan, daripada membahas itu lebih baik langsung kumpul di bascamp barunya yang susah dirunding tempat kemarin oleh Angkasa di grup.

"Berasa flasbek seperti anak SMA nih pakai basecamp, padahal geng kita kan sedikit." Rangga dan Pandu mulai melangkah menuju stan makanan cepat saji sebelum mulut mercon ini berkumandang tiada henti isilah perut terlebih dahulu.

Bahkan mereka kini menjadi pusat perhatian, bukan tepatnya Pandu melainkan Rangga yang semakin tampan, baru saja kuliah di luar negeri. Apa unsur kebuleannya sampai terbawa-bawa?

"Lo pesen apa?" tanya Pandu setengah kesal, dia kan juga ganteng, putih, sipit, mancung, jangkung, dan menambah kesan cool dengan jambul katulistiwanya.

"Kok lo kesel gitu sih ngomongnya?" tanya Rangga heran sambil membuka buku menu dan memilih makanan yang pas, tentunya tak terlalu mahal. Hanya beberapa uang saja yang ia punya, sebagian lagi untuk berangkat lagi ke Inggris.

"Lo perawatan yah? Kok agak beda ya sama yang dulu?"

"Terus kenapa wajah lo masih sama?" tanya Rangga balik, mungkin kulit Pandu yang agak putih. Mana mau dia keluar, kedua orang tuanya menyerahkan toko roti itu agar Pandu bisa mengelolanya daripada mencari pekerjaan.

"Wajah gue tetap sama itu emang baby face, gemesin. Banyak yang ngantri sekarang, toko roti gue aja ramai." ucap Pandu dengan percaya diri, Rangga berpura-pura muntah.

"Temennya ganteng malah gak setuju." omel Pandu cemberut.

Rangga tau jika dulu masa SMA itu beda dengan yang sekarang, kuliah mungkin menjadi kegiatan yang sibuk serta keinginan berbeda-beda ke universitas favorit, jarak pemisah menjadi rindu, ketika bertemu canda tawa mengisi dulu.

🌸🌸🌸

Ruangan yang sejuk, entah sejak kapan sudah berdiri warung di sebelah bascamp baru ini. Kata Pandu ini adalah milik kita semua, didirikan menjadi tempat nongkrong serta tak jauh dari kampus Angkasa. Dekat dengan jalan yang ramai pastinya mampir sejenak melepas lelahnya aktifitas.

"Wah, pinter juga lo sa. Bisa ngopi sepuasnya nih, tambahin gorengan dong biar kalau pagi-pagi kesini mampir terus, sebagai sarapan." ucap Rangga menatap warung yang kini sudah siap melayani pembeli, jajanan ringan, kopi sachet, shampo sachet, rokok dan korek yang digantung, tak lupa pula stop kontak untuk menyediakan kenyamanan penongkrong jika ingin mengisi daya ponselnya.

🌸🌸🌸

Note: karena kenyambungan nulis cerita ini tergantung tempatnya, kalau disekolah lumayan ngebut nulisnya sambil membayangkan, kalau rumah cuman dapat 300 word saja :(

Angkasa [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang