4 : Malam

4.7K 355 18
                                    

Maaf teman-teman jika cerita ini makin ngga nyambung dan cacat logika.









Selamat membaca

Malam telah tiba. Dengan bulan yang menerangi, ditemani bintang nun jauh di sana, yang berlomba-lomba memancarkan cahaya.

Rumah Keluarga Gisrant terlihat cukup terang dengan beberapa cahaya yang lampu LED cipta. Rumah bergaya modern itu terlihat sangat mewah dengan temeram cahaya yang tak terlampau terang.

Di waktu ini keluarga itu tengah menyantap makan malamnya dengan tenang. Mereka kompak menikmati makanan yang tersaji. Hanya denting sendok garpu yang terbaca indera pendengaran.

Asia mendorong piringnya kala isinya sudah tandas tak tersisa. Ia mengelap bibirnya dengan tisu.

"Dek, obatnya," ucap Arkan. Lima pasang mata memandang bocah itu. Arez dengan tatapan sendunya, andai rasa sakit bungsunya dapat berpindah padanya, mungkin Asia tak perlu menelan butiran pahit setiap malamnya.

Arkan lalu menyodorkan obat kepada Asia yang langsung diterima anak itu. Asia meminum obat itu perlahan dengan bantuan air. Sempat keningnya mengerut sebab sensasi pahit yang menjalar.

"Papa, tadi obatnya kena lidah, pahit," adunya. Anak itu memandang tak suka pada air bening di tangannya.

"Adek makan biskuit biar pahitnya hilang," tawar Axelle-si sulung. Asia tanpa menolak, langsung memakan biskuit itu.

"Adek, pahit banget ya?" tanya Axelle. Pasalnya si bungsu tak berhenti memakan biskuit cokelat tersebut.

"Udah enda Abang." Yaps memang sudah engga dari tadi hanya saja mulut mungilnya meminta biskuit biskuit itu masuk ke mulutnya.

Kini mereka berada di ruang keluarga. Bercengkerama entah tentang apa. Pun dengan Asia dan Aska yang tengah membaca sebuah buku. Dengan Asia yang menyadar di pundak Aska. Sedangkan Aska yang memegang Bukunya.

Arez yang seru-serunya bermain catur bersama si sulung. Sedangkan si anak tengah dan Arkan hanya menyimak sesekali ikut ngobrol.

"Ih abang, Sia belum baca," kesalnya. Sebab belum habis membaca, si Abang laknat memindah halamannya.

"Adek yang lama bacanya," ucap Aska dengan tingkat kemalasan tinggi.

"Mana ada, Abang ma cuma baca judulnya aja, ngga kaya Sia semua dibaca, abang kan pemalas," ucap Asia. Dihadiahi cebikan dari bibir Aska.

Sontak Arkan tertawa. Bahagia rasanya melihat adik yang tidak jadi menjadi bungsu ternistakan. Sebenarnya kurang sih, tapi tak apalah.

Asia lalu merampas buku tersebut dan dengan santainya duduk di pangkuan Arkan.

"Bocil! Siniin ngga!"

"Ngalah kali, inget umur Ka," ujar Avire yang membuat Aska mendengus sebal.

Ya ... seperti inilah mereka. Seperti keluarga pada umumnya. Dengan berbagai sikap dan karakter yang berbeda namun tetap melebur menjadi satu dengan nama keluarga.

"Abang," ucap sia sembari melirik ke atas.

"Hm?" Dapat ia lihat sorot si bungsu penuh pengharapan. Pasti menginginkan sesuatu anak ini, pikirannya.

"Mau ice cream."

"No. Tidak boleh, Sayang." Tolak Arkan halus.

"Tapi Sia mau, boleh ya?" ujar Asia lagi dengan tatapan memohonnya.

"Ngga boleh!!" ungkap Aska.

"Abang kenapa ci, ganggu aja," ujar Asia ketus.

"Adek, nurut sama abang." Arez yang sedari tadi menyimak pun turut berkomentar.

"Aaa ... nda asik," bibirnya tertekuk kemudian mengerucut. Ok, Sia kesal sekarang. Dengan buku tersebut yang menampilkan gambar ice cream yang begitu menggoda, dan pada keluarganya yang tak memperbolehkannya memakan ice cream. Padahal dia mau dikit aja, abis itu udah.

"Ett mau kemana?" tanya Arkan sembari melingkarkan tangannya di perut sang adik.

"Mau susu, Abang!" ucap Asia sedikit ngegas. Ia hendak beranjak namun sang kakak kedua malah mengangkatnya. Sia sebenarnya heran. Tubuhnya kan berat tapi kok ayah serta kakaknya begitu mudah mengangkatnya macam ngangkat Pio. FYI, Pio adalah kucing Sia yang udah lebih dulu pergi dari dunia. Kucing pertama anak itu dan sampai sekarang belum ada yang bisa menggantikannya sebab Arez melarang Sia melihara kucing lagi. Takutnya akan terulang kembali kejadian yang membuatnya terluka begitu dalam.

Arkan kini membawa tubuh Asia ke dapur di lantai tersebut. Memang di rumah ini tak hanya ada satu dapur, ada beberapa, yang utama tentu dilantai 1 yang sering mereka pergunakan untuk sarapan maupun makan malam.

"Ada yang bisa saya bantu," tanya Sanha selaku maid wanita. Dia bertugas menjaga Asia bersama Rein yang mungkin sekarang di lantai dasar.

"Tidak ada." Sanha pun mengangguk dan keluar dari ruang tersebut.

Arkan mendudukkan Sia dan kemudian pria itu memulai aksinya. Mulai dari mengambil susu bubuk, sampai menuangkannya air hangat. Dia tak lupa mengetes tingkat kepanasan susu itu, jangan sampai lidah sang adik terbakar hanya karena kelalaiannya. Dan Sia hanya mengamati dalam diam.

"Sudah selesai." Arkan lalu duduk berhadapan dengan sang adik. Diamatinya wajah kecil yang mengemaskan itu. Mungkin pula ia tak sadar kedua sudut bibirnya terangkat. Sia selalu menjadi mood booster-nya.

Beralih ke Sia, dengan kedua tangannya yang memegang gelas itu, lihatlah betapa nikmatnya ia meminum susu itu, seakan itu adalah minuman terenak sedunia. Erat sekali pegangannya.

"Enak .... Abang mau lagi!"

Arkan menghela kemudian berjalan memutar. Dan duduk di kursi di samping adiknya. Tak lupa ia memutar kursi sang adik, agar dapat bertatap muka dengannya.

"Lagi Abang," pintanya lagi.

"Enggak boleh baby, lihat perutmu sudah endut macam ni."

"Hi hi abang geli."

Arkan oun membawa tubuh sang adik, sepanjang jalan ia sesekali menghirup aroma yang menguar dari tubuh sang adik, terutama ramput pendek nan halus milik anak itu. Entahlah wanginya sudah menjadi candu baginya.

"Abang kok ke kamar Sia?" tanya anak itu.

"Waktunya baby bobo," jawabnya. Sia pun hanya menanggapinya dengan memberikan kata 'o' .

Di gedongan sang kakak Sia udah berkedip lemah, tandanya dia sudah mengantuk. Berakhir dengan ia menjatuhkan kepalanya di dada bidang Arkan dengan mata terpejam.





Terimakasih Tuhan, aku bahagia memilikinya.


.
.
.
.
.

Hulla, selamat menjalankan ibadah puasa bagi umat muslim seluruh dunia

Hanya cerita pengisi liburan yang entah kapan berakhir.

Terimakasih sudah menyempatkan membaca.

Butuh saran untuk kelanjutan cerita. Mohon pembaca sekiranya berkenan memberikan sedikit harapan untuk cerita ini. Saran akan sangat berharga untuk saya.

~update setiap 4 hari sekali~

Kasur Ijo, 24 April 2020

Alia Wasti

Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang