7 : Ga suka!

2.2K 254 42
                                    

Jumat pagi ini jadwal control sekaligus check up Sia, ada ayah dan abang di sisinya. Mobil yang membawa mereka melaju konstan, lalulintas yang cukup padat membuat waktu yang seharusnya sudah cukup untuk sampai di rumah sakit harus dipakai berlama-lama di jalan.

Sia memandang gedung-gedung yang dimatanya cukup asing, bagaimana tidak empat belas tahun ia hidup hanya dihabiskan di rumah besar milik ayahnya dan rumah sakit. Walaupun terkadang ia juga sering diajak ke kantor ayah, tapi itu tidak cukup 'kan untuk mengenal dunia?

Sepanjang jalan hanya ada keheningan. Sedikit aneh sebab jika Sia dan Aska disatukan biasanya akan selalu ada yang diributin. Entahlah mungkin mood sia yang buruk dan Aska juga takut membuat mood adiknya makin buruk.

"Pa," panggil Sia.

"Hm?" sahut Arez masih memperhatikan  layar tablet yang ia genggam.

"Pulang yuk!"

"Ga bisa dong dek, ini juga udah telat dua hari. Papa gamau ya, adek nanti sakit dan malah dirawat," ujar Arez.

"Dengerin cil," sahut Aska. Sia memandang tak suka abangnya.

"Papa, tolong...." ucap Sia sembari menatap tajam sang ayah.

"Adek, tolong...." Sia mendengus mendengar Aska meniru suaranya.

"Adek mau sembuh kan?" Sia mengangguk.

"Emang bisa sembuh ya?"














____

"Abang ayo lari,"

Sia yang menempel di punggung Aska tersenyum cerah. Aska pun juga tersenyum kecil.

"Iya-iya," ucap Aska. Mereka tengah Olahraga pagi dengan mengajak bodyguard kejar-kejaran.

Setelah pengawal ayahnya tidak terlihat lagi, Aska menurunkan Sia. Sepertinya ia harus mengakhiri permainan ini.

Mata Sia membulat, abangnya merosot dan mangap mangap macam ikan.

"Abang!" pekik Asia. Ia panik dan dalam keadaan seperti ini jantungnya berdetak sangat cepat. Dadanya nyeri, tapi ia tak bisa merengek seperti biasa. Abangnya lebih penting.

"Abang, Sia harus bagaimana?" ucap Sia khawatir. Setitik air mata lolos. Disini cukup sepi. Tadi ada suster tapi sudah lewat sebelum abang mangap mangap. Ia akan beranjak mencari bantuan tapi tangan Aska mencekal.

"Ci-um abang," ucap Aska. Ada rasa bersalah, kerap kali Aska lupa jika Sia istimewa.

Tentu Sia menurut. Ia mencium pipi kanan, pipi kiri, kening dan dagu Aska bergantian.

Setelahnya, aska bangkit dan gantian mencium pipi Sia dengan brutal. Sia tertawa kegelian. Ia juga senang abangnya tidak apa-apa.

Aska kembali mengangkat Sia, bedanya sekarang di depan.

"Tadi abang kenapa?" tanya Sia.

"Kenapa ya?" goda Aska. ia mengedip ngedip kan mata.












Plak!

Tanpa basa-basi Sia menepuk keras pipi Aska. Iya keras.

"Anjay. Galak bener."

"An-jay? Anjay? Anjay! Sia suka anjay!" Sia berseru heboh.

"Stttt, Sia nggak boleh ngomong anjay lagi, mengerti?" tutur Aska.

Sia mengangguk saja.


























"Anjay! Anjay! Anjay!"

Aska memejamkan matanya. Astaga.

"Nanti adek dipenjara kalau ngomong anjay. Adek mau?" ucap Aksa menakut-nakuti.

Sia bergidik ngeri. Ia memeluk Aska. "Abang, ko lebay ya?"

"Ya mana abang tahu, abang kan ikan."


















____

Setelah drama cosplay ikan tadi, disinilah mereka.

Sia rasanya dagdigdug karena sebentar lagi diperiksa. Kalau control biasa, dia tidak akan setakut ini. Tapi sekarang bebarengan dengan jadwal check up yang sempat tertunda. Jadi Sia takut, mana setiap checkup selalu ada adegan tusuk menusuk. Sia kan tidak suka!

Abang juga checkup sekarang. Papa memang selalu memperhatikan kesehatan putra-putranya tanpa terkecuali.

Melihat tangan Sia gemetar. Arez jadi tak tega. Ia pun menggerak-gerakkan tangan Sia, persis seperti memainkan tangan bayi.

"Takut? Hm?" tanya Arez.

"Emm," gumamnya. Sia kembali melihat abangnya yang tengah diperiksa. Banyak kali pemeriksaannya, sampai bolak-balik dari tadi.

Sia juga sudah hapal pemeriksaan apa yang akan dijalani. Dalam setahun ada empat kali checkup yang artinya ia checkup tiga bulan sekali.

Kini giliran Sia. Aska sudah selesai, laki-laki sembilan belas tahun itu pun sudah tersenyum mengejek pada Sia. Dan karena itu pula Sia meronta dalam gendongan Arez, kedua tangannya ingin mencakar cakar wajah rupawan sang kakak. Pengen tak hih! Begitulah kira-kira

Seperti biasa pemeriksaan dimulai dari yang tidak menyakitkan, menyakitkan dan terakhir sangat menyakitkan. Bagi Sia.

Pemeriksaan berjalan lancar dan Sia pun tidak rewel. Iya tidak rewel, sebelum dokter Edwin berkata sekarang waktunya  pengambilan darah.

"Dokter-dokter, kan dulu Sia pernah di ambil darah, kenapa ngga pake darah itu saja?" tanya Sia.

Arez dan lainnya terkekeh.

"Ya ga bisa gitu dong."

"Kenapa, pa? Kan enak nggak perlu di tusuk tusuk lagi," keluh bocah itu. Sia lalu menenggelamkan wajahnya di dada Arez. "Sia tidak suka."

Arez mengusap usap sayang kepala belakang anaknya itu.

"Di suntik sekarang, ya?" bujuk Arez saat dokter Jeka sudah selesai menyiapkan spuit.

"Um...."

Dokter Jeka mengoleskan alkohol, menunggu beberapa detik sampai benar-benar kering. Ia kemudian menusukan jarum tajam itu ke vena milik Sia sesuai SOP.

Sementara itu Sia terisak, bergumam tidak suka akan kejahatan padanya ini. Dan Arez, sesekali pria itu terkekeh karena tingkah Sia yang gemoy ini.

Selesai juga tindakan medis ini. Lanjut dengan pemberian vaksin dan vitamin.

"Papa, masa beneran mau di suntik lagi," kata Sia yang sudah lepas dari kungkungan sang ayah. Sebelum pemeriksaan memang Arez sudah memberitahukan apa-apa yang akan dilakukan dokter, supaya si bungsu dan si bungsu yang tidak jadi tidak kaget. Maka dari itu juga sedari menuju rumah sakit Sia tak banyak cakap, tak cerewet, tak berkicau pula.

"Dek, tadi abang juga lho," ucap Arez. Mata Sia yang bulat pun menatap abang Aska yang sedang menopang dagu menatap ke arahnya. Aska tersenyum lebar (baca : mengerikan) ke Sia.

Meninggalkan dua manusia yang beradu tatap. Dokter sudah selesai menyiapkan tiga suntikan yang isinya tentu berbeda.

Sia melebarkan matanya. Matanya panas dan berair lagi. Ternyata benar, ia akan ditusuk lagi, padahal sudah berharap papa hanya bohong dan cuma menakut-nakuti dia saja.

"Huaa Papa hiks hiks hiks." Sia menangis lagi. Ya gimana ya, dia kan takut sama jarum suntik, sekarang malah dapat lagi, bukan satu, tapi empat. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri.





















Anj*y dah lama kali aku tak up cerita ini. Maafkan ya, aku tak sibuk sebenarnya. Lha wong aku cuma asik rebahan. Hiks,  asik ngebangke di kamar, maklum ya saya ni pengangguran 😎


             

Tikar Pelastik, 19 September 2020

Beban Keluarga












Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang