Tunjangan Harian Rakyat

70 2 0
                                    

Kontroversi pemberian tunjangan hari raya atau THR dan gaji ke-13 kepada pegawai negeri sipil (PNS), prajurit TNI, anggota Kepolisian RI, pejabat negara, penerima pensiun dan penerima tunjangan masih belum selesai. Salah satu di antaranya karena besar anggaran yang melonjak ketimbang tahun lalu tak disertai dengan kapasitas ruang fiskal daerah yang mencukupi.

Anggaran untuk pembayaran THR sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2017 tentang APBN 2018 dipatok Rp 35,76 triliun. Nilainya meningkat 68,9 persen dibandingkan dengan tahun lalu karena saat itu pensiunan tidak memperoleh THR.

Adapun tujuan pemerintah menaikkan THR dan gaji ke-13 ini dengan PNS, TNI, Polri, dan pensiunan agar dapat meningkatkan perekonomian pada kuartal kedua. Untuk gaji ke-13, Sri Mulyani menuturkan pengajuan permintaan pembayarannya oleh satuan kerja kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara dilakukan akhir Juni dan dibayarkan awal Juli. Sehingga, gaji ke-13 baru akan diterima bulan Juli untuk membantu para PNS, Polri, dan TNI membiayai kebutuhan anak mereka yang bersekolah. (https://fokus.tempo.co/read/1093886/kontroversi-kenaikan-thr-pns-pemerintah-harus-waspadai-hal-ini).

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menganggap ada motif politik secara implisit dalam pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tunjangan Hari Raya ( THR) serta Gaji Ke-13 untuk PNS, TNI, Polri, dan Pensiunan. Menurutnya, hal itu juga biasa dilakukan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya saat tahun politik. Ia mengatakan, setiap perpres semestinya mengacu pada undang-undang yang berlaku.

Dalam perpres tersebut, Fadli belum melihat pertimbangan tersebut. Menurut Fadli, semestinya dalam memberikan THR, pemerintah mempertimbangkan keberadaan tenaga kerja honorer yang telah mengabdi kepada negara. Fadli menilai bahwa mereka juga layak memperoleh THR meskipun status pengangkatan kepegawaiannya belum jelas. (http://jabar.tribunnews.com/2018/05/24/kontroversi-perpres-thr-fadli-zon-kenapa-tidak-digunakan-untuk-bereskan-masalah-honorer).

Tunjangan hari raya (THR) merupakan tambahan penghasilan yang diberikan oleh Pemerintah untuk para Pegawai Negeri dan Perusahaan untuk Pegawai Swasta, menjelang Hari Lebaran. Sebagian kalangan memandang THR seolah menjadi "penyelamat" sejenak dari kekurangan, khususnya ber-hari raya. Benarkah demikian?

Sudahlah biaya hidup sehari-hari yang tinggi. Mahalnya membayar harga tarif listrik, membeli gas, BBM, beras dan lain-lain. Hingga pendidikan dan biaya kesehatan yang tidak terjangkau. Begitulah yang sebenarnya terus harus dihadapi dalam sistem kapitalisme.

Kesejahteraan dalam sistem kapitalisme seperti hanya utopi. Rakyatlah yang harus berjuang menghidupi dirinya dan keluarganya bahkan menghidupi negara dengan melalui pajak. Setiap barang, jasa sampai gaji harus ada pajaknya.

Padahal kalau menurut Islam tidak boleh memungut pajak kecuali negara dalam keadaan terdesak. Itupun hanya bagi kalangan yang kaya saja. Tidak dipukul rata. Tidak pula dipungut pada perempuan dan orang non-Muslim.

Kehidupan saat ini yang semakin sulit dan tak menentu. Kasihan sekali para pekerja yang berpenghasilan pas-pasan. Sekadar menghidupi anak istri. Harus hutang sana-sini. Mau lebaran, akhirnya menanti-nanti dan berharap tambahan dari THR. Seadar untuk membeli baju baru atau bahan makanan untuk dihidangkan saat berlebaran pun menjadi pikiran.

Banyak yang menilai terlalu naif jika hanya dengan THR, akan terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Pasalnya, THR hanya bisa meningkatkan konsumsi rumah tangga dalam jangka waktu sesaat. Sedangkan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya diukur dengan konsumsi rumah tangga saja. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Iklim dunia usaha, neraca perdagangan luar negeri, nilai tukar rupiah, industri, dan yang lainnya perlu mendapat perhatian penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, semata-mata pertumbuhan ekonomi, tidak secara otomatis memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Selama ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di kisaran 5%, namun angka kemiskinan tetap saja besar. Berdasarkan data Kementerian Sosial tahun 2017 terdapat 26,58 juta penduduk miskin atau sekitar 10,12 persen.

Setelah habis THR, rakyat susah lagi. Semmua kembali menghadapi mahalnya biaya hidup yang ada. Ekonomi yang semakin sulit. Sistem kapitalisme telah nyata sekali terus memiskinkan jutaan jiwa dan keluarga.

Adakah THR dalam sistem Islam? Dalam Islam THR tidak dikenal sebagai tunjangan hari raya. Namun, THR sebagai tunjangan harian rakyat, telah dijamin. Kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan yang lainnya diberikan secara berkualitas dan gratis. Sebab, sudah ada dananya dari kas negara berupa kekayaan alam kaum Muslim.

Sistem Islam menjamin kesejahteraan seluruh rakyat orang per orang dengan mekanisme ekonomi yang menutup celah ketidakadilan. Pertama, Islam memerintahkan setiap kepala keluarga untuk bekerja (TQS 62: 10) demi memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Islam telah menjadikan hukum mencari rezeki adalah fardhu (TQS 2: 233).

Kedua, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan kepada rakyatnya, yang terkategori mampu bekerja. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan sebidang tanah pertanian untuk bertani, bagi yang tidak mempunyai tanah. Bisa dengan memberikan modal pertanian, bagi yang mempunyai tanah, tetapi tidak mempunyai modal. Bisa juga memberikan modal usaha, bagi yang mempunyai kemampuan, tetapi tidak mempunyai modal. Bisa juga dengan memberikan pelatihan dan pembinaan, sehingga bisa mengelola harta dengan benar, dan memenuhi kebutuhan dasar dan sekundernya dengan baik. Termasuk pelatihan keterampilan dan skill yang dibutuhkan, baik di dunia industri, bisnis, jasa maupun perdagangan.

Ketiga, negara Khilafah bisa pula menempuh mekanisme non-ekonomi, khususnya bagi anak-anak telantar, orang cacat, orang tua renta dan kaum perempuan yang tidak mempunyai keluarga, dengan mewajibkan ahli waris dan kerabat yang mampu untuk memberi nafkah kepada kalangan yang tidak mampu ini (TQS 2: 233).

Ya, jaminan THR, tunjangan harian rakyat itulah yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Hanya sistem Islam yang mewajibkan negara menjamin kebutuhan hidup warganya sepanjang tahun, tidak hanya sekali setahun. Tentunya, dengan pengelolaan kekayaan alam yang berlimpah oleh pemimpin yang amanah, akan sangat cukup untuk menjamin kebutuhan hidup rakyat dengan berkah.[]

Dimuat di: Pena Pejuang

Pena Muslimah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang