Menjaga Takwa Pasca Puasa

75 2 0
                                    

Sudah berapa harikah kita meninggalkan bulan puasa? Wah, rasanya baru saja kemarin. Kita telah diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk mampu menjalankan ibadah di bulan penuh berkah tersebut. Alhamdulillah.

Kemenangan ketika berhasil mencapai kemajuan. Telah berlalu hari-hari berat penuh pengorbanan. Selama sebulan menahan dahaga dan nafsu. Akhirnya, semuanya sudah berlalu.

Harusnya latihan secara konsisten beribadah selama bulan Ramadhan menjadi diri yang lebih baik lagi. Dari segi perbuatan, dan pemikiran. Tanpa menunggu sempurna, karena hal itu mustahil. Manusia memang sangat lemah dan terbatas dalam mengetahui hal yang terbaik untuk hidupnya.

Ternyata masih banyak yang harus diperbaiki. Membuat diri tidak cepat merasa puas. Dan merasa cukup dengan apa yang sudah diperbuat. Sehingga hanya sampai di situ saja. Terus berusaha untuk memperbaiki. Sebagaimana hikmah takwa itu yang ingin diraih dengan diwajibkannya kaum Muslim untuk berpuasa (QS. al-Baqarah [2]: 183).

Apa sebenarnya takwa itu? Takwa memiliki banyak defenisi. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Imam ath-Thabari. Ketika menafsirkan QS al-Baqarah [2] ayat 2 pada kata “al-muttaqin,“ beliau antara lain mengutip pernyataan Imam al-Hasan, “Mereka -kaum yang bertakwa- adalah yang takut atas apa saja yang telah Allah haramkan atas mereka dan menunaikan apa yang telah Allah wajibkan kepada mereka.”

Beliau juga mengutip pernyataan Ibnu Abbas, “(Kaum yang bertakwa adalah) kaum Mukmin yang takut untuk menyekutukan Aku (Allah SWT) dan mereka selalu mengerjakan ketaatan kepada-Ku.” (Lihat: Ath-Thabari, Jami al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an, I/232-234).

Imam Ali ra menyatakan bahwa takwa dicirikan oleh empat hal: (1) Al-Khawf min al-Jalil (Memiliki rasa takut kepada Zat yang Maha Agung (Allah SWT); (2) Al-‘Amal bi at-Tanzil (Mengamalkan apa yang telah Allah turunkan (Al-Qur'an); (3) Al-Qana’ah bi al-Qalil (Merasa cukup dengan (harta) yang sedikit; (4) Al-Isti’dad li Yawm ar-Rahil (Mempersiapkan bekal (amal) untuk menghadapi Hari Penggiringan (Hari Kiamat). (Muhammad Shaqr, Dalil al-Wa'izh ila Adillath al-Mawa'izn, I/546).

Dengan demikian takwa mencakup seluruh bentuk ketatan kepada Allah SWT. Takwa yang paripurna hanya akan terwujud dengan cara menjalankan seluruh ketaatan, yaitu menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Yang kita temui menjadi insan takwa yang terhindar dari segala keburukan dan dimudahkan dalam kebaikan, itu diantara hadiah dari Allah SWT di dunia. Tentu saja, balasan sesungguhnya terhadap ketakwaan masih belum dapat diterima sekarang. Yaitu berupa keridhaan Allah SWT dan pahala.

Setelah berhasil sampai meraih kemenangan di bulan Ramadhan. Apa yang kita capai? Makin taqarrub kepada Allah SWT. Makin ingat Allah SWT selalu mengawasi kita. Serta makin mengikatkan diri dengan yang disukai-Nya dengan mematuhi hukum syara'.

Merenungkan hakikat idul fitri yang seharusnya menjadi momen kemenangan umat Islam pasca menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Jangan sampai bila habis bulan ketaatan Ramadhan, berakhir pula menjalankan ketaatan. Ketaatan itu harus di mana pun dan kapan pun, dalam seluruh aspek kehidupan pula.

Namun, sayangnya kini sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah menyimpangkan makna takwa yang hakiki. Sekularisme hanya menempatkan takwa sekadar ketaatan dalam perkara ibadah dan akhlak. Sehingga, tidak sedikit orang yang begitu khusyuk beribadah dan berperilaku baik terhadap sesama, tapi di saat yang sama mengabaikan banyak perintah dan larangan Allah SWT yang lainnya. Padahal, Islam merupakan risalah paripurna untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.

Penjajahan atas Dunia Islam saat dulu telah menjadikan ajaran Islam mengalami sekularisasi. Umat dijauhkan dari risalah Islam yang hakiki. Akidah Islam dijadikan hanya sebatas membahas masalah keakhiratan. Tidak dijadikan asas kehidupan dunia. Syariah hanya dibatasi dalam masalah ibadah ritual dan akhlak. Tidak dipakai mengatur bidang sosial, ekonomi, politik dan negara. Praktik riba merajalela, kecurangan bisnis, zina dan LGBT kian menjadi-jadi. Kezaliman dan kebohongan dalam politik dan pemerintahan tak kunjung berhenti.

Bahkan sebagian Muslim juga mengkriminalisasi ajaran agama dan orang-orang yang memperjuangkannya. Muslim yang berusaha istiqamah menjalankan agama dan menyerukan pelaksanaan agama dilabeli sebagai kaum radikal. Mereka dipersekusi. Sementara itu, syariah Islam dan penegakan Khilafah yang telah dibahas kewajiban hukumnya oleh para ulama Aswaja dipandang sebagai ancaman.

Seorang Muslim semestinya menyakini bahwa tidak ada secuilpun aturan Islam yang menyusahkan manusia. Tiada sepotong ayat pun dalam Al-Qur’an yang tak dapat diterima akal manusia. Jika masih ada manusia yang tidak mau menerima ayat-ayat Al-Qur'an dan syariat Islam, mungkin di dalam hatinya terdapat penyakit keragu-raguan terhadap agamanya sendiri. Na'udzubillahi min dzalik!

Aturan dalam Islam sebenarnya datang untuk memberikan kemudahan. Memandu kita agar selamat jalani kehidupan dunia hingga akhirat. Demikianlah yang diinginkan Allah SWT untuk para hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).

Kemenangan hakiki sejatinya mewujud dalam bentuk meningkatnya ketakwaan kita. Yaitu, ketundukkan pada syariat Allah SWT baik dalam tataran individu, masyarakat dan negara. Karenanya, mari wujudkan dan pelihara ketakwaan bersama.

Sebagai individu yang takwa. Menjadikan standar baik-buruk dan suka atau benci hanya karena Allah SWT. Senantiasa konsisten menjadi pribadi harapan umat, yang memiliki potensi luar biasa untuk mengisi gerbong perubahan untuk menyelamatkan dunia. Bila pemuda, menjadi yang berkepribadian mulia dan pemimpin terdepan untuk membangkitkan.

Sebagai masyarakat yang takwa tercemin dengan semangat untuk menasehati dalam ketaatan dan mengajak dalam kebaikan Islam. Melakukan dakwah politis. Saling memperhatikan dan empati dengan sesama kaum Muslim. Saling melindungi dan mengokohkan dalam ukhuwah Islamiyah.

Tentu tak cukup sampai di situ. Untuk mewujudkan rahmat yang menyelimuti negeri, maka negara juga harus takwa. Penguasa yang amanah dan menjalankan pemerintahan sesuai dengan tununan Syariah dari Allah SWT. Penguasa menerapkan sistem Islam untuk mengatur kehidupan. Yang menjadikan pemikiran, perasaan dan aturan yang ada di dalam masyarakat menjadi lebih memudahkan ketaatan kepada Allah SWT.

Karena tujuan hidup di dunia adalah untuk beribadah dan mengharap kembali kepada-Nya. Mempersiapkan bekal untuk kehidupan saat ini dan saat nanti yang kekal abadi. Mari kita terus berusaha mendapatkan kemenangan hakiki, yaitu dengan berjuang untuk mewujudkan takwa yang totalitas dan kontinuitas.[]

Dimuat di: Remaja Islam Hebat

Pena Muslimah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang