Suara derup kaki dan bisikan kecil di koridor SMA levanter sejak tadi terdengar. Kini murid baru SMA Levanter sedang mengerumuni papan pengumuman untuk melihat hasil test kemarin. Menurut siswa baru SMA Levanter 3 hari melaksanakan masa orientasi cukup menyenangkan, walau tidak jarang mereka dibuat geram oleh para senior yang sering membentak-bentak.
Kemudian dengan Ziva dan mantan kekasihnya itu, entahlah. Kali ini tidak ada yang perlu dibahas tentang mereka.
Kira-kira gue masuk ipa atau ips ya? tutur Ziva dalam hati.
Kini matanya tengah berlalang buana didepan papan pengumuman untuk mencari namanya.
"Nah ketemu" Ia pun menghela napas, lega. "X IPA 1?" tuturnya lagi, sedikit mengerutkan dahi.
Itulah informasi yang mata Ziva tangkap. Ia menjadi seorang murid SMA Levanter yang berjurusan IPA. Tak heran, karena IQ nya yang memang diatas rata-rata. Lain halnya dengan Bella yang santai dengan kepintarannya, bukan. Bukan berarti Bella tidak pintar, hanya saja dia sering malas dalam hal pelajaran. Ngomong-ngomong soal Bella, dimana gadis itu?.
"Halo Bel? Lo dimana?" sekarang Ziva tengah menelpon Bella, setelah gadis itu mengambil ponsel di dalam backpack merah muda miliknya.
"Lagi di kelas nih mau cari tempat duduk"
"Lo udah nyampe?"
"Udah la, gue awal tadi. Kan lo juga yang bilang mau bawa mobil sendiri jadinya gue ngga jemput."
"Lah, kirain masih dirumah. Lo kan kebo, hehe. Yaudah gue matiin, mau otw kelas dulu" canda Ziva seraya menekan tombol merah dan melangkahkan kakinya untuk mencari kelas.
...
"Ck, payah amat cuma mau cari bangku" kesal Bella, hingga saat ini ia belum mendapatkan bangkunya itu.
Bella telah kesana kemari mencari alamat, eh maksudnya bangku. Namun tak ada satupun yang terlihat kosong, padahal Bella sudah seperti orang gila karena hanya mencari bangku.
"Hai, mau duduk sama gue? Gue liat kayanya lo kesusahan nyari tempat duduk?" tiba-tiba saja ada seorang lelaki menawarkan bangku kepada Bella. Tertera di name tag lelaki itu, ia bernama Arvin Gunadhya.
"Jangan mau neng, jangan mau dimodusin. Playboy dia tuh" kata sahabatnya sambil tertawa kecil, mengejek. Sahabatnya itu berada dibelakang bangku Arvin, panggil saja dia Daffa. Daffa Hafizhan.
Neng? Bella Adriana dipanggil neng? sarap ni orang
"Daf, jangan gitu. Nanti tuh cewek percaya sama omongan lo" bela lelaki yang duduk disamping Daffa.
"Arvin ngga gitu kok, duduk situ aja kalo lo ngga keberatan" kini ia berbicara lagi dengan Bella.
Bella pun berfikir keras. Masa iya dia harus duduk dengan seorang lelaki? Secentil-centilnya Bella ia tidak pernah sampai kefikiran untuk duduk dengan seorang lelaki. Tapi kali ini ia tidak punya pilihan. Karena yang ia lihat, tak ada lagi bangku yang kosong. Dengan keterpaksaaan yang ada Bella pun akhirnya mau untuk duduk dengan Arvin.
"Nggak papa gue duduk disini?" tanya Bella kepada Arvin.
"Nggak papa lah kan gue juga yang nawarin" jawabnya.
"Nama lo siapa?" kali ini lelaki yang membela Arvin lah yang bersuara.
"Nama gue Zulfano Zhafran, lo bisa panggil gue Fano" ujarnya lagi.
"Gue Bella, Bella Adriana"
"Ini Daffa dan yang duduk disebelah lo itu, namanya Arvin" Fano memperkenalkan teman-temannya berusaha untuk ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belated Love
Teen FictionTuhan menciptakan dua keping hati dan dua buah tulang rusuk untuk disatukan. Tetapi, ketika seseorang menerbangkan kita begitu tinggi lalu berujung pada keretakan karena dihempas. Apakah semua itu dapat kita peroleh? Apa kita seberuntung itu? Tidak...