Jawaban Hati

82 5 4
                                    

"Perasaan seseorang memang kadang menipu, hanya saja kau perlu belajar mengenal ketulusan untuk tidak pernah tertipu"

*Author*



"Woee, naik motor jangan asal dong!"

Tidak peduli dengan beberapa orang yang memandang gue sinis, karena suara lantang yang gue gunakan untuk meneriaki orang tak tau aturan tadi. Siapa yang tak panas hatinya mengalami kejadian seperti ini, jelas dia tidak lewat sendiri tapi dengan seenaknya melewati genangan air dengan kecepatan tinggi. So, sweater biru muda yang gue kenakan saat ini warnanya jadi hancur berantakan.

"Huft,emang anjay tuh orang," semua udah terjadi dan gue hanya bisa menghela nafas panjang.

Oh iya, kenalin ini gue, Gojin. Nama asli? Tentu bukan, ini nama keren gue aja tapi bukan berarti nama asli gue nggak keren, justru lebih keren tapi gue suka aja sama nama Gojin. Gue kelahiran tahun 1996, keturunan asli Pribumi, Jawa. Gue anak keempat dari enam bersaudara, banyak bukan? Ya, orang tua gue terlalu semangat buatnya makanya hasilnya juga memuaskan, wkwkwk. Dua kakak gue udah berkeluarga, sedangkan kakak gue yang diatas gue pas masih terlalu menikmati kesendiriannya, gak beda jauhlah sama gue. Dua adek gue yang cewek semua juga udah punya calon semua, tinggal nunggu disalip aja sama mereka.

Keseharian gue sejak lulus sekolah sampek sekarang nggak pernah berubah, cari uang dan cari uang. Gue pengen suatu saat punya usaha sendiri yang entah usaha apa dan kapan waktunya, gue emang suka di dunia bisnis sejak masih sekolah, makanya semangat gue nggak diragukan lagi. Saat ini gue kerja di tempat martabak dan terang bulan, salah satu tempat ini cukup terkenal dan punya banyak pelanggan. Karena sebelumnya gue emang udah punya pengalaman kerja di jenis usaha yang sama, gue langsung ditempatin di cabang yang terletak sekitar 200 meter dari pusatnya.

"Gila, lo habis nyemplung di kali mana? Udah gak ada bedanya aja sama belut sawah."

"Enak aja kalo ngomong, ini insiden emang nyebelin tuh manusia," tak heran gue yang langsung dapat sapaan buruk sesampainya di kos, gue datang bersih dan rapi aja dijelek-jelekin apalagi rupa gue kayak gini sekarang. Tanpa peduli dengan nyinyirannya lagi, gue berlalu ke kamar mandi. Mengganti pakaian kotor gue dengan seragam kerja, tanpa istilah rebahan-rebahan gue langsung gabung dengan karyawan yang lain untuk bersiap-siap kerja. Sengaja, semua karyawan diwajibkan berada dalam satu kos untuk mempermudah sistem kerja. Setelah semua siap, gue langsung otw cabang. Disini gue nggak sendiri, ada satu partner gue yang kalemnya tujuh turunan.

"Ditinggal libur lo sehari aja gue ngerasa kesepian, apalagi lo tinggal ke luar Negeri gak bisa bayangin betapa krik-kriknya kehidupan gue."

"Ahaha, njir makin hari lo makin alay aja. Lagian gue nggak tau kapan berangkatnya."

Obrolan singkat ala gue dan partner kalem gue, Nuris Ahmadi. walaupun kenal masih hitungan bulan tapi dia udah lebih dari sekedar teman tapi udah gue anggep saudara gue sendiri. Hampir semua tentang gue diketahui olehnya begitupun sebaliknya. Sifatnya emang hampir bertolak belakang sama gue, dia kalem, pendiam dan tertutup banget, ketawanya aja mampu gue hitung berapa kali dalam sehari. Jauh sama gue yang banyak ngomong, suka bercanda dan welcome sama semua orang. Tapi namanya kecocokan itu nggak bisa ditebak, dengan perbedaan yang ada kita jadi lebih nyambung dengan curahan hati masing-masing. Gue emang mudah akrab sama orang tapi gue nggak mudah terbuka kecuali gue emang bener-bener nyaman dan percaya sama orang itu.

"Mas terang bulan coklat spesialnya satu ya," ucap pelanggan yang baru saja datang.

"Oke Mbak, silahkan dud..." ucapan gue terjeda karena suatu pemandangan yang nggak kalah menariknya dari permainan worms zone.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang