Do'a Untukmu, Canduku

56 2 0
                                    

(Biar lebih greget bisa baca sambil play video di atas ya 🎵🎵Al-Fath~Cinta Dalam Diam🎵🎵)

Jika memang tidak ada ketulusan melebihi orang yang mampu mengikhlaskan, maka beri aku kekuatan untuk mampu ikhlas terhadap apa yang tidak sesuai dengan rencanaku.

Jikalau rasa ini adalah bagian dari nikmat yang Engkau anugerakan kepadaku, maka sungguh aku mensyukurinya. Namun, salahkan jika aku mengatakan ini sungguh menyiksa? Tak ada maksud diri mengkufuri semua ini, tetapi tak ingin jua ada kebohongan yang hamba tak sampaikan kepadaMu, Allah.

Jika memang caraku salah, segera beri aku petunjuk kebenaran. Namun, jika cara hamba ini sudah benar, izinkan aku bersamanya selalu dalam do'aku dan kabulmu. Sungguh hamba mengagumi salah satu hambaMu itu. Bukan tidak mungkin kau menitipkan rasa yang sama terhadapnya kepadaku. Jika iya, jagalah hati kami selalu dalam keterdiaman do'a. Sungguh lebih indah jika rasa ini menyatu dan bertemu ketika sudah jatuh waktu.

Istimewakan, sempurnakan, dengan ikatan yang Engkau iyakan.
~Abimana Wijaya~

Ini kisahku, namun hanya sebongkah dari ribuan keping lika-liku yang sudah aku lewati. Awalnya, aku enggan untuk menceritakan pada siapa pun namun berkat temanku yang mengatakan bahwa "Jikalau kau tak mampu bercerita dengan lisanmu, setidaknya kamu mampu bercerita dengan penamu" dan pada akhirnya aku memutuskan untuk berbagi rasa dan cerita pada kalian semua.

Kenalkan, aku Abimana Wijaya. Banyak orang yang kesusahan untuk memanggil namaku, mau dipanggil 'Abi' kesannya seperti pada ayah atau suaminya, mau dipanggil 'mana' kenapa jadi malah bertanya? Ya, dan pada akhirnya orang tuaku memutuskan untuk memanggilku 'Bima'.

Aku adalah mahasiswa semester 3 di sebuah Universitas Negeri daerah aku tinggal, banyak orang yang mengenalku sebagai seorang aktivis. Ya, itu memang benar tapi orang yang mengenalku sebagai mahasiswa yang pandai, haish boro-boro pandai satu semester belajar dasar-dasar akuntansi saja tidak paham-paham. Hanya saja terkadang aku ingin dikenal religius, namun ternyata jiwa pondok pesantrenku tidak sekentara itu and then mereka memanggilku 'Bucin'. Hemm, aku iyakan saja. 😑

Cukup ya perkenalannya, ini sudah terlalu bertele-tele padahal aku ingin menceritakan sesuatu yang amat kental melekat pada hatiku. Tadi, sudah aku singgung bahwa aku ini alumni pondok pesantren sebelum aku masuk kampus yang sekarang. Sepertinya, aku tidak perlu menyebutkan nama pesantrennya karena yang terpenting adalah kisah di dalamnya.

Sudah hal yang wajar untuk membicarakan soal perasaan suka pada lawan jenis, bahkan perasaan yang bertepuk sebelah tangan pun sangat wajar bagiku. Tiga tahun aku berada dalam penjara suci, tentu banyak yang aku kenal baik santri dan santriwatinya. Namun, dari sekian banyak yang aku kenal ada satu orang yang berbeda dan paling beda disana. Sebut saja namanya Nina, panjangnya Alina Khoirunnisa Humaira. Dari namanya saja sudah bisa dibayangkan betapa cantik orangnya, dia memang cantik bahkan sangat cantik bukan saja parasnya tapi hati dan akhlaknya.

Siapa yang tak tergerak hatinya, melihat wanita surga yang seakan nampak di dunia. Aku masih belum bisa untuk menamai perasaanku ini, namun yang jelas ketika aku melihat atau berbicara dengannya ada yang beda dari hatiku ini sejak empat tahun yang lalu sampai sekarang. Lama, kan?

Dia adalah wanita yang benar-benar memiliki darah pesantren yang kental, tidak seperti aku ini yang mondok hanya seperti orang yang menjawab rasa penasaran saja. Aku tidak tau mengapa dia nampak beda, namun ketika aku bertanya pada salah satu teman kampusku dia menjawab begini.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang