iv. sekelas

57 14 13
                                    

"Hati-hati, nanti jatuh hati."

***

Darren memasuki ruang OSIS. Di sana sudah ada banyak orang yang menanti kehadirannya. Semua mata tertuju pada pintu yang terbuka. Beberapa orang menatap Darren kesal, terlebih lagi Azka.

"Cepet banget, sih lo datangnya," sindir Azka.

Darren hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, diiringi dengan cengiran. Tanpa menunggu lama lagi, Darren langsung duduk di kursi yang masih kosong.

"Oke, hari ini apa yang mau kita bahas duluan?" tanya Darren sembari membuka map yang disodorkan oleh Azka.

Salah satu siswa, teman seangkatan Darren menyahut, "Kita bahas dulu soal foto album, trailer, baru perpisahan."

Darren mengangguk kepalanya membaca schedule untuk beberapa bulan ke depan.

Siswi berambut ikal mengangkat tangannya ke atas. "Soal HUT sekolah? Ini belum kita bahas."

"Anak OSIS udah ada usul?" tanya Darren yang diajukan kepada semua orang.

"Belum. Nanti gue bicarain sama ketos," jawab Azka mewakili.

"Ngomong-ngomong soal foto album, kira-kira enaknya kita mau foto album di mana?" lanjut Azka. Cowok itu membenarkan kacamata minusnya.

"Pilihannya cuma dua, indoor or outdoor," jawab Darren setelah mereka semua yang ada di sana diam.

Azka memutar bola matanya. "Itu anak TK mah udah tahu." Suara gelak tawa langsung terdengar.

Di sekolah yang elit ini, Darren menjabat sebagai ketua MPK kelas dua belas, baik kelas IPA maupun IPS.

Lain halnya dengan OSIS, jika OSIS harus terlebih dahulu melewati berbagai tes dan penerimaan, MPK tidak sama sekali. Anggota MPK terdiri dari perwakilan anak perkelas lalu memvoting siapa yang jadi ketua dan wakilnya.

Sayangnya, Darren terpilih sebagai ketua MPK— Majelis Perwakilan Kelas, mengingat Darren adalah siswa jenius di sekolah.

"Oke, rapat pagi ini kita tutup. Gue kabarin lagi kapan kita rapat bareng anak OSIS."

Tepat setelah Darren mengatakan itu, bel sekolah berdering di seluruh penjuru koridor. Semuanya yang ada di ruangan itu langsung berhamburan keluar.

Setelah acara MOS tiga hari lalu, hari ini KBM akan di mulai seperti biasanya. Darren berjalan dengan santainya menuju kelas yang berada di lantai tiga. Cowok itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana abu-abu. Koridor pun sudah mulai sepi, sehingga jalan yang Darren lewati terasa jalan yang hanya dikhususkan untuk dirinya seorang.

Azka sendiri pun sudah masuk kelas dahulu, karena mereka memang tidak sekelas dan letak kelas Darren pun juga berada di ujung.

Saat sampai di depan pintu kelas dua belas Ipa satu, Darren mengedarkan pandangannya. Mata hitam Darren berhenti di kursi pojok yang kosong. Akhirnya, ia melangkah menuju kursi tersebut.

Suara pekikan terdengar, terutama kaum hawa. Beberapa siswi menyapa Darren dengan wajah berseri-seri. Sedangkan cowok itu hanya membalas dengan senyuman kikuk.

Tak lama, guru yang mengajar di pagi hari ini telah tiba di kelas. Namun, guru itu datang tidak sendirian. Melainkan ada cewek yang mengikuti langkah guru itu di belakang. Saat itu juga seluruh murid duduk dengan manis sesuai tempat.

"Pagi, semuanya," sapa guru itu yang bernama Bu Siska.

"Pagi, Bu," jawab siswa siswi serentak.

"Saya selaku guru matematika dan sekaligus wakil kelas dua belas Ipa satu. Yang di sebelah saya ini adalah teman baru kalian. Ayo, silakan perkenalkan dirimu."

Bu Siska memberi waktu cewek itu untuk mengenalkan diri.

"Hallo, kenalin nama gue Jihan Fahira. Gue pindahan dari Surabaya."

"Hai, Jihan," sapa semua murid, terutama kaum adam, terkecuali Darren.

"Baiklah, Jihan. Silakan kamu duduk di kursi yang masih kosong, ya."

Jihan mengangguk. Kepalanya ia edarkan mencari tempat duduk kosong. Setelah menemukan, Jihan langsung mendekat.

"Loh? Lo?"

Darren yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya mendongak. Ia terkejut mendapatkan cewek yang ia temui tiga hari lalu.

Tak hanya Darren, Jihan pun juga sama terkejutnya. Ia tak menyangka bisa bertemu dengannya lagi

"Lo ngapain di sini?" tanya Darren dengan nada tidak suka.

"Menurut lo? Ya sekolah, lah. Geser, gue mau duduk."

"Nggak, siapa yang ngijinin lo duduk di sini?"

"Bu Siska."

Darren beralih menatap meja guru.
"Bu Siska, Saya gak mau duduk sama cewek ini."

Jihan melototkan matanya. Benar-benar aneh cowok satu ini.

"Loh? Memangnya kenapa?" tanya Bu Siska bingung.

"Saya takut kalau duduk berdua sama dia, yang ada dia malah sayang sama saya."

Seketika itu juga semua orang menyoraki kata cie, Jihan menggeram kesal. Cewek itu mengepalakan tangan. Ingin rasanya ia meninju wajah Darren.

"Sabar-sabar, tolong ingatkan hamba untuk membalas cowok tengil ini, Ya Tuhan."

Bu Siska tertawa pelan. "Kamu ini Darren. Ada-ada saja. Kamu gak lihat, di kelas ini yang bangkunya kosong tinggal di sebelah kamu."

"Suruh ambil kursi sama meja lagi, Bu di gudang," bantah Darren.

"Darren, ini masih pagi. Nanti saja kamu buat ulahnya. Biarkan dia duduk."

"Tap—"

"Darren!"

Darren menghela napas panjang. Ia berpindah duduk mepet dengan tembok. Sebelum Jihan duduk, tiba-tiba Darren berucap, "Eits, jaga jarak satu meter."

Jihan memutar bola matanya, ia sudah mulai jengah dengan Darren. "Terserah, yang penting gue bisa duduk."

Pelajaran pun di mulai. Bu Siska mulai menjelaskan beberapa materi dasar.

Di tengah pelajaran, Jihan sesekali mencuri pandangan pada Darren. Jujur, Darren terlihat sangat tampan jika cowok itu diam. Alis yang tebal serta jangkung yang tercetak jelas mempertegas wajah Darren. Tapi, cowok itu akan sangat menyebalkan bila berhadapan dengan Jihan.

"Gue saranin jangan lihatin gue terus, gue takut nanti lo jatuh cinta, 'kan bahaya."

Jihan terlonjak kaget, cewek itu kembali fokus pada papan putih yang sudah di penuhi banyak angka dan rumus. Jihan sungguh menyesali telah memuji ketampanan Darren.

***

Maaf ya kalo ada typo dan sedikit gj. Soalnya ini ngetik sambil merem melek:(

Semangat kalian puasanya!

See u next chap❤❤

Fresha
26/04/20

It's You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang