"I really love you."
***
Jihan menyantap mie instan yang ada di depannya dengan lahap. Tak peduli dengan kuah yang belepotan di sekitar bibir.
"Istirahat pertama tadi mie, sekarang mie lagi. Usus buntu baru tahu rasa," cibir Ara yang duduk di depan Jihan. Ara sangat kesal pada Jihan. Pasalnya ia terkena cipratan kuah mie yang Jihan makan. "Gue aduin lo ke Darren biar mampus," lanjut Ara.
"Eh, jangan, Ra. Nanti Darren malah marah," sahut Jihan.
"Marah kenapa?" Baik Jihan dan Ara langsung menegang di tempat. Mereka tahu itu adalah suara Darren. Pelan-pelan Jihan menolehkan kepalanya ke samping. Dengan susah payah Jihan menelan ludah saat dirinya di tatap tajam oleh Darren.
"Gak punya duit buat beli nasi?" Jihan meringis mendengar suara Darren. Sebelum Jihan menjawab, cowok itu sudah duduk manis di sebelahnya.
"Em .... gue ke belakang dulu, ya. Kebelet pipis, dah." Ara merasa ketakutan sendiri. Ia memilih pergi daripada nanti terkena imbasnya.
Jihan pasrah dihadapan Darren. Bahunya menurun lesu melihat Darren menggantikan mangkuk mienya dengan sepiring nasi ayam.
"Makan, abisin," suruh Darren. Cowok itu dengan santainya melahap mie milik Jihan.
"Itu, kan, makanan aku, kok kamu makan?"
"Ya, terus kenapa? Makanan kamu makanan aku juga."
"Ih, tapi, kan, aku maunya yang itu, bukan yang ini." Jihan merengek sambil menunjukkan ke arah piring dan mangkuk bergantian.
"Kamu tadi pagi bilang gak sarapan, terus istirahat pertama kamu udah makan mie, sekarang kamu mau makan mie lagi? Ingat sama lambung kamu Jihan Fahira."
Jihan semakin cemberut. Semenjak Jihan memiliki ikatan dengan Darren, cewek itu menjadi sedikit tidak nyaman dengan larangan dan peraturan yang diberikan Darren.
"Suka- suka aku dong aku mau makan apa, kamu itu cuma pacar aku doang, bahkan Bunda sama Ayah aku gak pernah, tuh, ngelarang aku makan apa yang aku mau." Entah keberanian dari mana Jihan mengatakan itu, yang pasti sekarang Darren menggeram kesal setelah mendengarnya.
Darren langsung mengambil piring yang berisikan nasi ayam itu. Ia berdiri dan berlalu dari sana tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Jihan tersadar, cewek itu memukul kepalanya sendiri seraya mengatakan kata bodoh.
***
Detik-detik bel pulang sekolah sudah di nanti-nantikan. Beberapa siswa kelas dua belas ipa satu sudah merasa bosan dan ngantuk. Lain dengan Jihan. Cewek itu sedari tadi memegang perutnya yang terasa melilit. Rasa sakitnya terlalu dominan sehingga ia tidak fokus dengan materi yang disampaikan oleh guru di depannya.
Terlalu gengsi untuk mengatakan rasa sakitnya pada Darren. Terlebih lagi sejak dari kantin Darren diam saja. Jihan menoleh ke samping, ia menatap Darren yang fokus menyalin tulisan yang di papan.
Sesungguhnya Darren mendengar rintihan Jihan. Namun, ia mencoba tidak peduli. Kekesalannya tadi masih mempengaruhi dirinya. Biarkan saja Jihan menanggung akibatnya sendiri. Ia melarang juga demi kesehatan Jihan.
Tepat bunyi bel pulang sekolah, Jihan langsung ambruk mengenai bahu Darren. Cowok itu langsung panik. "Jihan? Jihan, bangun. Buka mata kamu." Darren merasa bersalah, seharusnya tadi ia bisa mengesampingkan rasa kesalnya pada Jihan. Dengan sigap, Darren langsung membopong tubuh Jihan.
Teman sekelas dan juga guru yang masih berada di sana menatap bingung pada kedua sejoli itu. Ara, cewek itu memberanikan diri untuk bertanya, pasalnya ia merasa khawatir pada keadaan Jihan. "Darren, itu kenapa si Jihan?"
"Dia pingsan, tolong bawain tas gue sama Jihan. Sekalian pesanin grab car," sahut Darren. Tanpa berpikir panjang, Ara langsung menurut perintah Darren.
Selama berjalan melewati koridor sekolah, banyak pasangan mata yang menatap. Ada yang menatap takjub karena keromantisan mereka, ada yang merasa iri, dan ada pula yang merasa kasihan melihat Jihan menutup mata di atas gendongan Darren. Tindakan Darren mengundang banyak pertanyaan di kepala mereka.
Sesampainya di depan gerbang sekolah, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan Darren, disusul dengan Ara yang berada di belakang Darren.
"Itu grab car nya, buruan naik," kata Ara tersengal-sengal.
Darren langsung masuk ke dalam mobil. Mulutnya sesekali merapalkan doa untuk Jihan.
***
"Gimana, Dok, keadaan Jihan?"
"Kamu tenang saja, tidak ada yang parah. Saya sudah kasih dia obat pereda sakit. Sekarang kamu bisa menemuinya." Darren merasa tenang setelah Dokter itu memberi kabar baik.
"Terima kasih."
Darren membuka pintu kaca UGD. Di sana ada Jihan yang terbaring lesu di atas brankar. Darren berjalan mendekati. "Udah merasa lebih baik, hm?" Darren mengelus puncak kepala Jihan. Menyalurkan rasa kasih sayangnya pada Jihan.
"Maafin aku," katanya pelan.
"Buat apa?"
"Buat kamu khawatir sama aku."
"Gak apa-apa," Darren mencium dahi Jihan, "lain kali nurut sama aku."
Jihan mengangguk pelan.
"Aku larang kamu juga demi kesehatan kamu," lanjut Darren.
"Makasih."
"Udah kewajiban aku buat jaga kamu, Jihan."
"I love you, Darren."
"Mee too, Sayang."
***
Hai! Apa kabar?
Aku cuma mau ngasih kabar, kalau aku gak bisa revisi ini di awal September besok. Karena aku sibuk ngurusin challenge. :) Emang, ya, menggoda iman banget. Tulisan belum perfect banget udah berani ikutan challenge, hehe.
Tapi, aku udah revisi di salah satu platform lain. Yaitu, di kwikku. Yeay! Cuma belum berani publish, soalnya masih rada takut.
Follow aja, ya, ayo temenan sama aku. Mau follback an juga boleh, muehe.
Kwikku: @preshtea ; Instagram: @_preshtea ; barang kali ada yang mau berbacot ria sama aku, hehe.
See u. Semoga kita ketemu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You [Completed]
Fiksi Remaja[Noted] Maaf, cerita ini masih banyak kurangnya. Terima kasih sudah memberikan votment kalian. Itu sangat berharga. Terima kasih juga untuk silent reader. Aku menghargai kamu❤ Semoga kalian terhibur:) Highest rank(?) [10.5.20] # 64 in couple goals ...