empat

56 10 7
                                    


"Sasa, gue udah bilang 'kan yang model kayak Diandra itu jangan dibiarin. Lama kelamaan dia bisa ngelunjak!"tegur Rena. Menggeser posisi duduknya memberi tempat pada penumpang lain.

Maklum penumpang didalam angkot cukup ramai menjadikan mereka harus sedikit berdesakan, apalagi di tambah dengan ibu-ibu yang asik bergosip membuat perbincangan Rena dan Sasa tak terlalu terdengar.

"Bukannya yang di bilang Diandra itu be__"

"Gak! Itu gak benar!"potong Rena.

"Lo itu bukan seperti yang dibilang Diandra, jangan percaya dulu sebelum lo tahu yang sebenarnya,"yakin rena menepuk bahu Sasa.

Sasa tertunduk. "Tapi bisa juga Na kalau gue emang anak__"

"Enggak! Walaupun dia tetangga lo,gak seharusnya dia bilang kayak gitu."Rena berusaha meyakinkan Sasa.

"Tapi Na..." Lirih Sasa.

"Mama lo gak mungkin kayak gitu Sa." Rena menatap sendu Sasa di sampingnya.

"Ada kalanya seseorang menyimpan rahasia demi orang lain yang tak mau disakitinya dengan adanya resiko dalam rahasianya. Rahasia itu puya beribu resiko dan puya beribu keberuntungan," Lanjut Rena.

Sasa mengangguk, tertoleh pada Rena lalu tersenyum. "Maaf dan makasih Na."

"Maaf jangan sama gue,maaf sama mama lo yang udah digosipin sama kita." Rena tertawa kecil lalu menangkup kedua tangannya di depan dada. "Maaf mama nya Sasa, temennya anak mu lagi khilaf ngomongin Tante di belakang."

Sasa tertawa geli mendengar ucapan Rena yang dibuat-buat seperti anak kecil memohon ampun saat menerima hukuman.

"gitu dong temen gue gak boleh sedih sippp." Rena tersenyum, mengacungkan jempolnya.

'gue beruntung Na bisa punya teman kayak lo," batin Sasa memperhatikan Rena yang tertawa kecil karena mendengar perseteruan ibu bergosip dengan kernek angkot.

"Neng mau turun dimana ?"tanya pak Dadang. Sopir angkot lengganan Sasa.

"Eh iya pak sampai lupa. udah sini aja pak," jawab Sasa. Memberi dua lembar uang kertas.

"Neng,itu temennya?"tanya pak Dadang seraya menerima uang ongkos.

"Iya pak, emangnya kenapa?"

"Sama-sama cantik kayak eneng, jarang-jarang loh neng , orang cantik naik angkot pak Dadang." Pak Dadang tertawa kecil.

"Lah Pak Dadang ingat anak nya udah tiga!!! Jangan mau neng di godain sama pak Dadang,"sahut kernek angkot, tertawa lepas.

"Eh Supri Yono nanti gaji kamu saya potong mau ente!"seru pak Dadang.

"Lah ampun pak Dadang, Supri mah becanda doang pak,"sahut Supri.

Sasa tertawa kecil,"udah lah pak Dadang. Saya 'kan juga lenggang bapak."

"Iya neng pak Dadang mah cuma bercanda,"balas pak Dadang.

"Tuh pak Dadang dengerin yang di bilang neng geulis,"balas Supri.

"Udah kang Supri saya mau lewat nih,"ujar Sasa.

"Eh silahkan neng." Supri bergeser ke kursi penumpang.

"Ayo Na,"ajak Sasa pada Rena. "Mari buk,pak kita duluan."pamit Sasa pada penumpang lainnya.

"Iya neng."balas penumpang lain tetapi kernek angkot lebih antusias.

Rena segera mengikuti Sasa, meskipun baru pertama kali ini rena pulang menggunakan angkutan umum ia tak merasa aneh melainkan menikmati asyiknya ibu-ibu bergosip dan tempat duduk yang berdesakan.

FragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang