tiga belas

6 3 0
                                    

Sesampainya Rena di pekarangan rumah Sasa dengan perasaan campur aduk. Kedatangannya disamabut oleh Bi inem yang berlari kecil kearahnya dengan terpogoh- pogoh raut wajahnya mengartikan kegusaran pada dirinya.

Perlahan-lahan Bi inem menjelaskan tentang Sasa yang sejak tadi siang  tidak keluar kamar hingga melewatkan jam makan malam.

Dengan langkah cepat Rena memasuki rumah menuju ke kamar Sasa di ikuti Bi inem mengikuti di belakangnya.

"Non Rena,bibi minta tolong ya Non. Bibi udah bujuk Non Sasa buat keluar tapi tetap aja gak mau Non,bibi takut kalo bapak sama ibu tahu,bisa marah nanti sama Non Sasa,"ujar Bi inem yang menemani Rena di depan pintu kamar.

Rena mengangguk paham. "Kalo gitu,saya tinggal ke bawah dulu ya Non."

Sepeninggal BI inem, Rena menghela nafas pasrah. Sebegitu sibukkah kedua orang tua Sasa hingga membuat Sasa terpuruk seperti saat ini.

perlahan Rena mendekatkan diri pada pintu lalu di ketuknya pelan. "Sa gue udah sampai sini."

Masih tidak ada balasan dari seseorang di dalam kamar tersebut hanya terdengar isakan tangis yang mulai mereda.

"Ini gue Sa, gue di sini." Rena mengetuk kembali pintu tersebut.

Seketika itu terdengar suara kunci pintu yang di putar.  Rena melangkah mundur dan benar pintu terbuka dengan celah sedikit. Ia melangkah masuk, tak ada sepatah kata pun untuk mengartikan keadaan kamar Sasa, tisu dan beberapa barang berserakan di lantai. Pintu tertutup kembali setelah ia melangkah masuk.

Rena menoleh ke belakang di saat itulah dia melihat sosok Sasa yang berbeda.

"Na....." Suara paruh Sasa, tubuhnya bersimpuh di belakang pintu.

Rena langsung memeluk Sasa yang begitu rapuh. Sasa menangis sejadi jadinya di pelukan Rena. Sampai punggungnya sesenggukan dan nafasnya tersendat-sendat.

Tangan Rena tak henti-hentinya mengusap punggung Sasa menunggu Sasa sampai lebih lega.

"Gue di sini Sa,Lo gak sendirian lagi. Gue udah di sini. Gue gak akan pergi lagi,"hibur Rena terus mengusap punggung Sasa.

Sasa mengangguk. "Gu...e ta...kut Na...."

"Iya gue tahu,gue di sini." Rena mencoba menghalau pikiran buruknya dan rasa sakit kepala yang mendadak menghujaninya.

"Lo masih ada gue."

"Tapi gue gak bisa gini terus...."lirih Sasa masih sesenggukan. "Gue takut lo pergi lagi..."tangisnya pecah seketika.

Rena menenangkan Sasa dan terus mengucapkan dia tidak akan pergi lagi. Meskipun rasa pening di kepala tidak bisa mereda malah semakin menjadi jadi.

"Gue bodoh udah suka sama dia,gue bodoh udah menjaga hati gue selama ini. Ini salah gue Na,gue terlalu berharap semuanya, tentang semua perhatian dari dia, Na."ujar Sasa meluapkan kebenciannya,air matanya kembali mengalir.

Rena terdiam mendengar semua luapan emosi Sasa. Ia hanya berharap bisa lebih menenangkan perasaan Sasa saat ini, perasaan yang sudah lama Sasa simpan memang tidak bisa di anggap biasa saja apalagi perhatian yang diberikan Senja.

Satu sisi Rena tak dapat memihak antara Senja atau pun Sasa keduanya memang memiliki privasi sendiri. Yang bisa dia lakukan hanya berada di samping Sasa saat berada di titik ini.

"Ini hari dimana gue bertambah umur Na, mama sama papa pun gak ingat hari dimana gue telah lahir Na, gue masih butuh lo Na, jangan tinggalin gue." Suara Sasa bergetar dan nafasnya sesenggukan.

"Gue udah pulang Sa,gue di sini,"lirih Rena.

"Papa! Bukain pintu pah! Natasha mau ketemu Rena." Sasa berteriak sembari mengedor pintu kamarnya yang terkunci dari luar.

FragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang