lima

39 9 8
                                    

Setelah sekitar 30 menit lalu mereka berjemur di bawah sinar matahari dan menuggu amanat dari kepala sekolah yang selalu menguras keringat.

Kini sudah saatnya kembali ke kelas masing-masing, apalagi suasana gerah sangat merepotkan bagi seluruh penghuni kelas yang sibuk mencari cara agar rasa gerah segera hilang.

Terutama bagi Arya yang langsung memasuki kelasnya dan melempar topinya ke atas meja milik orang lain.

"Kipas angin di nyalain woi,buku gue Her lempar ke sini." Arya terduduk di depan pintu, selonjoran santai.

"Nih Ar tangkap."Heri melempar buku Arya dari meja belakang.

Arya menangkap bukunya. "Ya elah gerah amat gue, gak kira-kira amanat Pak Atok panjang banget."

Arya mengibaskan bukunya sambil membuka dasi sekolahnya. "Apa dosa gue banyak ya, masih aja gerah."

"Kipas angin gak kerasa lagi," gerutu Arya beranjak menuju kursi ke bangganya.

"Kipas gue butuh kipas tangan ini." Mata Arya menjelajah penjuru kelas, berakhir pada kipas tangan berwarna hitam.

"SASA,"panggilnya.

Sasa tertoleh. "Gak boleh!"tolaknya mengerti tujuan Arya.

"Gue pinjem bentar lah Sa, nih dosa gue gak hilang-hilang." Arya memelas.

Sasa menggeleng. "Gak! Kemaren kipas gue masih lo bawa!"

"Dia udah ninggalin gue Sa. Mana lah gue pinjem nih." Arya mendekat pada Sasa.

"Lo kira kipas puya kaki apa?"cibir Sasa.

"Punya kalau di kasih sendiri,udah lah gue pinjem sini mana!"

Sasa memberikan kipasnya. "Nih kembaliin nanti kalau gak, jangan harap lo gue pinjemin lagi."

"Siap Nyai." Arya memberi hormat pada Sasa.

"Lo kira gue Nyai apa hah!"bentak Sasa.

Arya menyeringai. "Nyai nya para Monsilan di bumi lah, Ultraman mah kalah sama lo, power ranges kalah juga sama lo, siapa lagi ya, nah boboiboy juga takut tuh sama lo."

"Lo ngomong apaan sih Ar gak jelas." Sasa mengerutkan keningnya.

Arya menepuk bahu Sasa. "Masa kecil mu kurang bahagia nak."

"Her bantuin gue,kita buat istana yuk,"ajak Arya tertoleh ke belakang.

Heri yang berada di pojokan membalas dengan anggukan dan segera menarik beberapa kursi dan meja.

"Nyai murid anda pamit dulu,"ucap Arya mengatupkan kedua tangannya di depan dada dan sedikit membungkuk.

"Sok Sokan gaya lu,sono pergi yang jauh."

Arya mendongak menatap kearah Rena yang duduk di samping Sasa, mengedipkan sebelah matanya pada Rena. "Neng Rena cantik,ayang Arya pamit ya."

Rena tertawa kecil melihat tingkah Arya. Memang itulah dia playboy tingkat akut di kelas mereka.

"Ayang ayang pala lu ayam,Sono lah pergi. Awas kipas gue harus balikin,"ancam Sasa.

"Iye gue udah mau pergi." Arya berdiri tegak,lalu menyugar rambutnya. "Gue pamit Na."

"Serah lo Ar,gue mah gak mempan sama gaya lo,"ucap Rena tertawa kecil.

"Oh makasih udah tertarik sama gue, emang ya orang ganteng itu gak ada yang bisa nolak,"seloroh Arya.

"Woi Ar udah jadi nih!"seru Heri di pojokan.

Mereka bertiga menoleh bersamaan. Arya di buat gembira karena hasil karya Heri, sementara Rena dan Sasa hanya di buat bengong akan bangun yang di buat Heri.

FragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang