:: 7 | Amusement Parks ::

4.3K 497 48
                                    

Ini hari Minggu, dan sepagi ini Seokjin sudah berada di apartment Jisoo. Mengamati gadis itu berkutat di dapur dengan apron berwarna peach. Rasa-rasanya Seokjin jadi ingin menikahinya detik ini juga. Membayangkan akan melihat pemandangan begini setiap hari, sungguh menyehatkan mata dan hati.

"Soo-ya, bagaimana kalau kita pergi ke taman hiburan?" tawar Seokjin.

Jisoo mengernyit, meski tangannya tetap lincah memotong wortel menjadi beberapa bagian. "Untuk apa? Menjadi anak kecil lagi?"

"Memangnya taman hiburan diciptakan hanya untuk anak kecil? Aku mau merasakan naik wahana disana bersama kekasihku, ah, bukan, tapi calon istriku."

Seokjin memang kelewat santai mengatakannya, tapi imbasnya ada pada rona merah yang tercetak di kedua pipi Jisoo. Hampir saja perempuan itu melayangkan pisaunya ke arah Seokjin.

"Ya, nanti setelah aku selesai memasak."

Singkat, tapi mampu membuat senyum Seokjin terkembang. Seokjin yakin, sedikit lagi usahanya akan berhasil. Meski tak dapat dipungkiri bahwa hatinya seringkali merasa bimbang.

Semalam, Lisa mendatangi kamarnya. Membangunkannya dengan sadis, membuat mimpi indah Seokjin jadi berantakan. Ingin mengumpat, tapi Lisa adik satu-satunya. Jadilah Seokjin hanya mendengus saat kedua matanya sempurna terbuka.

Lantas Lisa menyerahkan ponselnya, membiarkan Seokjin membaca apa yang tertulis disana.

Sebuah email dari Song Hera.

Email yang dikirimkan pada Lisa, setelah puluhan emailnya diabaikan Seokjin. Iya, Seokjin sudah memutuskan untuk menghilangkan Hera dari hidupnya. Menata kehidupan yang baru bersama Jisoo, malaikatnya.

Isi email itu tidak lain dan tidak bukan adalah rangkai kata permintaan maaf. Penjelasan yang tak lagi Seokjin butuhkan. Ungkapan kerinduan yang sudah muak Seokjin dengarkan. Baginya, Hera adalah masa lalu. Dan Jisoo masa depannya. Maka dengan tidak peduli, Seokjin kembali menarik selimut, membenamkan dirinya dan kembali merajut mimpi. Mengabaikan Lisa yang terus memanggil namanya.

Sementara Seokjin bergulat dengan pikirannya, Jisoo juga tengah bertarung dengan perasaannya. Ragunya kembali hadir. Menepis yakin yang kemarin dilantangkannya. Jisoo mengutuk dirinya sendiri. Kenapa mencintai seolah jadi perkara sulit? Seolah melangkah di antara duri. Salah melangkah sekali saja, maka kakimu akan terluka. Dalam konteks ini, hatinyalah yang terluka.

Yang kemarin itu, Jisoo hampir saja menerima ajakan menikah dari Namjoon. Tepat sebelum Seokjin mengajaknya menikah.

Hubungan Jisoo dan Namjoon membaik beberapa bulan belakangan. Jisoo butuh pengalihan dari patah hatinya karena Seokjin dan Hera, lalu Namjoon datang. Membawa kembali kisah mereka yang terputus di tengah jalan. Mencoba merajut lagi benang merah di antara mereka. Jisoo hampir menerima, tapi Seokjin dengan kurang ajarnya justru menarik Jisoo ke dalam lingkar kehidupannya.

Jisoo mendengus malas. Mengingat itu, justru membuatnya ingin mencincang Seokjin dengan pisau dagingnya. Enak saja membuat perasaannya jadi tidak menentu. Sialan benar Kim Seokjin itu.

****

Jadi disinilah mereka sekarang. Di sebuah taman hiburan yang Seokjin pilih untuk kencan pertama mereka, atau bisa disebut begitu? Dan Jisoo sudah mengomel sejak tadi karena Seokjin kekeuh mengajaknya masuk ke rumah hantu, namun malah berakhir bersembunyi di balik punggung kecil Jisoo sepanjang lorong.

Seokjin itu badannya saja yang besar, kalau sudah berurusan dengan hantu, beda lagi ceritanya.

"Hei, kau mau es krim tidak?" tawar Seokjin.

Mata Jisoo berbinar, lantas kepalanya mengangguk lucu, membuat siapapun yang melihatnya akan merasa gemas. Jadi Seokjin terkekeh sebentar sebelum akhirnya mengantre untuk membeli es krim itu.

Jisoo menatap punggung Seokjin dari kejauhan. Punggung yang dulu selalu ia jadikan sandaran ketika penat dengan tugas kuliah. Dari dulu Seokjin tidak berubah, pun perasaan Jisoo pada lelaki itu.

Semenjak Seokjin mengikrarkan bahwa mereka adalah sahabat, sejak itu pula Jisoo selalu berusaha menekan perasaannya agar tak terjatuh dalam pesona Seokjin. Kendati sia-sia semua usahanya. Seokjin terlalu menawan untuk dilewatkan. Jadi daripada menghancurkan persahabatan mereka, Jisoo memilih menerima cinta Namjoon untuk melupakan Seokjin.

Nyatanya Jisoo tidak pernah beruntung dengan kisah asmaranya. Baru saja hatinya akan tertambat pada Namjoon, pemuda berlesung pipi itu justru memilih mengakhiri hubungan mereka. Namjoon merasa, bahwa hubungan mereka tidak sehat. Namjoon hanya mencintai seorang diri, sementara hati Jisoo entah berlabuh pada siapa. Jisoo tidak pernah mengatakan apapun, tapi Namjoon terlalu peka untuk itu. Jadilah Jisoo tidak punya pilihan selain mengiyakan permintaan Namjoon. Menangis sepanjang hari karena merasa telah menyakiti Namjoon dengan tidak berperasaan.

Yang sayangnya tidak pernah Jisoo ketahui kalau siang itu juga Seokjin mendatangi fakultas Namjoon. Melayangkan sebuah bogem karena lelaki itu membuat Jisoonya menangis.

Yang Jisoo tidak pernah tahu, bahwa cintanya pada Seokjin sudah bersambut jauh-jauh hari sebelumnya. Bahwa saking cintanya, Seokjin bersumpah untuk menghabisi siapapun yang berani menyakiti Jisoo.

"Ini." Seokjin menyerahkan cup es krim pada Jisoo.

Jisoo menerimanya dengan mata berbinar. Seokjin tidak pernah lupa segala hal tentang dirinya, termasuk rasa es krim favoritnya.

"Setelah ini ayo kita pulang, aku lelah sekali." Seokjin merebahkan diri, memposisikan kepalanya di paha Jisoo.

"Kau memang sudah tua, Jin-ah. Baru begitu saja sudah mengeluh lelah," cibirnya.

"Yak, mulutmu itu," dengus Seokjin.

Jisoo terbahak. Senang sekali menjahili Seokjin begitu. Seokjin tidak pernah terima jika ada yang mengatainya tua, sensitif betul dengan kata itu, tapi tidak pernah marah kalau kalau yang mengatakannya adalah Jisoo.

"Soo-ya, mari menua bersama."

Epiphany | JINSOO ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang