Kim Jisoo batal menikah dengan Kim Seokjin. Sempurna menghilang dari hidup laki-laki itu. Mengganti nomornya, mengganti seluruh akun media sosialnya agar tidak terlacak. Memblokir seluruh akses komunikasi dengan Seokjin. Mengatakan pada orangtuanya bahwa hubungan mereka tidak lagi bisa diperbaiki.
Jisoo memilih pergi meninggalkan Korea. Meninggalkan seluruh kenangannya disana. Meninggalkan Seokjin yang ia kira sudah bahagia dengan Hera. Meninggalkan dunia medis dan beralih profesi menjadi pemilik toko roti. Merintis usahanya dari nol, bersamaan dengan hatinya yang ikut ia bangun kembali.
Lima tahun yang panjang. Lima tahun dengan malam-malam penuh air mata. Malam-malam berat yang dilalui Jisoo dengan segudang perasaan yang kacau. Tak jarang, Jisoo mengguyur dirinya di bawah shower demi meredam tangisnya. Lantas keesokannya datang ke toko dengan mata sembab.
"Sampai kapan kau terus seperti ini?" Itu suara Yoongi. Teman pertamanya di negeri kanguru ini, teman yang sama-sama berasal dari negara yang sama.
"Lalu aku harus seperti apa, Oppa?" balasnya.
Yoongi mendekat, melepas beanie yang terpasang di kepala. "Berhenti membohongi dirimu sendiri. Kau jelas masih mencintainya, masih memikirkannya."
"Dan aku harus bagaimana?"
"Kembali padanya, Jisoo-ya."
"Untuk menghancurkan hatiku lagi? Tidak, terima kasih. Lagipula aku sudah memilikimu, itu sudah cukup." Kalimat Jisoo melambat di akhir.
Yoongi tersenyum samar. Lebih sakit mana? Cintamu tidak terbalas, atau bersama dengan orang yang hatinya masih tertinggal di masa lalu? Yoongi lebih memilih opsi pertama dibandingkan posisinya saat ini.
Secara kasat mata, Yoongi memang telah mengikat Jisoo. Berencana membawa gadis manis itu menuju altar bersamanya. Mengucap sumpah setia sehidup semati di depan pendeta. Tapi tidak bisa. Yoongi paham, Jisoo tidak pernah mencintainya. Jisoo hanya menganggapnya sebagai teman, kendati mereka berulang kali membicarakan konsep pernikahan.
"Kubilang berhenti membohongi dirimu sendiri, Kim Jisoo," tekan Yoongi. "Aku tahu, kau bahkan tidak pernah mencintaiku."
Jisoo tersentak. "Kau bicara apa? Aku mencintaimu, kita akan menikah. Jangan bicara omong kosong."
"Aku tidak bicara omong kosong. Pengertian cintamu dan diriku jelas berbeda. Aku mencintaimu sebagai seseorang yang ingin kuajak hidup berdampingan, tapi kau mencintaiku sebagai seorang teman. Jisoo-ya, kau jelas masih mencintai Seokjin. Aku mengerti, benar-benar mengerti. Bahkan setelah tiga tahun kita bersama, kau masih tetap mencintainya sebesar itu."
Itu kalimat terpanjang dari seorang Min Yoongi. Pemuda putus-asa yang mengharap cintanya berbalas.
Jisoo menutup wajahnya dengan telapak tangan, menangis disana. Kalimat Yoongi jelas memukul telak hatinya. Jadi setelah Namjoon, sekarang Jisoo juga menyakiti Yoongi? Dan pokok permasalahannya masihlah Kim Seokjin.
Gila. Benar-benar sudah gila.
Lantas tangan Yoongi terulur merengkuh tubuh bergetar Jisoo. Hatinya memang sakit, tapi lebih sakit lagi melihat gadis di hadapannya ini menangis karena bingung dengan perasannya sendiri.
"M-maaf, aku sungguhan minta maaf. Aku..., aku sudah berusaha--,"
"Sshh." Yoongi mengusap punggung Jisoo. "Tidak apa-apa, sungguh. Aku baik-baik saja."
Niat Yoongi menenangkan Jisoo, tapi justru perempuan itu semakin terisak di dadanya. Yoongi jadi pusing sendiri, tidak tahu bagaimana menghentikan tangisan Jisoo. Tidak mungkin, kan, dia merayu dengan permen? Jisoo bukan bocah.
Mereka bertahan dengan posisi itu cukup lama, hingga Jisoo akhirnya melepas pelukan mereka. Menatap Yoongi yang juga menatapnya.
"Yoongi Oppa, tunggu aku sebentar lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany | JINSOO ✔
FanficSeokjin pikir, Jisoo itu serupa malaikat tanpa sayap yang dikirim Tuhan untuk menyembuhkan patah hatinya. Ibu peri baik hati yang selalu menebar aura bahagia dimanapun tempatnya berpijak. Juga, ibu dari anak-anaknya kelak. Start : 29 April 2020 Fini...