Saya menyiapkan baju batik yang akan dipakai hari ini. Akad pernikahan sahabat saya pukul sembilan pagi dan resepsi akan dimulai dari pukul sebelas sampai dua siang.
Kak Helen melihat saya dengan khawatir, mungkin karena tidak bersemangat selama dua minggu ini. Saya masih butuh waktu untuk mengikhlaskan.
"Kak, apa gue gausah dateng ya?"
Kak Helen mendelik. Ia nampaknya kesal saat saya berbicara seperti itu.
"Melvin itu sahabat lo, dia aja udah anggep lo kaya adeknya. Se-pengecut itu kah lo, Yon?"
Dada saya seakan tertusuk dalam. Kak Helen tidak salah, hanya saja saya yang tolol. Menjauhi Melvin dan Shel, dan berakhir lebih banyak mengurung diri di kamar. Setidaknya, mereka mengira saya tidak mau mengganggu waktu untuk persiapan, benar?
Saya menghela napas, lalu mengganti baju dengan batik dan celana jeans hitam. Saat saya hendak berangkat dengan motor, Kak Helen menyegat saya dan memberikan sebuah bungkus kado kecil. Ada sedikit celah untuk mengintip apa isinya.
"Ini, kasih buat hadiah pengantin baru."
Saya menerimanya dan berniat mengintip, "apa emang-"
Kak Helen segera menutupnya dan berdecak, "Lo masih perjaka, ga boleh tau."
Wajah saya merah padam, memasukkan bungkus tersebut dengan cepat ke dalam bagasi.
"Ah, ga tau ah. Kakak juga jomblo! Perawan tuaa-"
°°°
Tepat pukul delapan pagi saya sudah sampai di tempat. Benar saja, semua persiapan sudah berjalan dengan mulus. Saat sebelum saya pergi, pasti kalian tahu apa yang terjadi setelah melihat pipi kiri saya yang merah ini. Jiwa bar-bar masih tertanam dalam diri Kak Helen sepertinya.
Saya masih berdiam terduduk di atas jok motor. Akad telah di mulai, tepat dengan dua pengantin dan satu penghulu dihadapan saya dalam masjid ini.
Saya tidak yakin harus masuk. Saya hanya di undang pada resepsi-nya saja, kan? Jadi, saya berdiam saja di luar sini. Setidaknya, ucapan mereka masih dapat terdengar. Awalnya saya gugup, entah mengapa saya seperti merasakan perasaan Melvin saat ia mengucapkan ulang dari penghulu. Suaranya, sedikit bergetar.
Namun hebat, ia berhasil mengakhirinya dengan sangat baik. Sorakan SAH terdengar begitu hebat. Dari belakang saja, saya tahu bagaimana perasaannya sekarang. Bahagia, bahkan terasa lebih bahagia, daripada saya yang selalu bersama Shel selama tiga tahun ini.
Melvin bertatapan dengan Shel, mereka tersenyum dan kemudian Melvin mencium kening Shel dengan lembut.
Hati saya menghangat, senang dengan keberadaan mereka. Tidak bisa dibantah lagi, mereka memang sangat cocok. Saya mengambil napas dan mengeluarkannya perlahan, lalu tersenyum. Senyum yang kali ini sudah meng-ikhlaskan sepenuhnya.
Sah.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
(not) PLATONIC
General FictionApa boleh? Saya merasakan seperti ini padanya? First up [26•04•20]