Part 11 (END)

3 0 0
                                    

Link bercermin, membenarkan sedikit dasinya yang longgar. Ia mengenakan jas hitam formal dan menata rapi rambutnya. Tidak begitu terbiasa karena baru kali ini ia mengenakan minyak rambut.

Benar. Link akan menikah.., di Inggris. Bunda dan Kak Helen tentu saja hadir. Bahkan dari seminggu yang lalu mereka menyusul ke Inggris. Dari pihak wanita pun nampaknya sudah siap.

Link mencoba menenangkan diri, jantungnya berdebar kencang dan keringat membasahi pelipisnya. Eriana -calon istri Link- tersenyum manis dari kejauhan. Link yang menyadarinya hanya bisa tersenyum canggung. Ia menggeleng dan pergi ke luar untuk mencari angin.

"Aku sendiri ga nyangka. Kamu tiba-tiba dilamar seperti itu."

Eriana terkekeh. "Link memang sedikit berbeda daripada yang lain. Selama tiga bulan pacaran, oh bukan, dari kenal saja ia bahkan tidak pernah mau bergandengan denganku, menyentuh saja sepertinya tidak."

"Kupikir ia memang tidak suka padaku, karena aku duluan yang bilang suka padanya dan ia menjadi pacarku karena terpaksa. Nyatanya, ia duluan yang melamar dan aku masih tidak percaya kejadian bulan lalu."

Sarin, teman Eriana, tertawa terbahak-bahak. "Aku pun berpikir kamu digantung, Ri!"

"Oh, setelah diingat-ingat kalian pertama bertemu di pesawat ya? Waktu kamu mampir bentar ke Indonesia dua tahun yang lalu?"

Eriana mengangguk kecil. Ia bersyukur karena pada saat itu ia telat untuk mengambil pesawat, sehingga menunggu waktu malam dan sebuah takdir, ia bisa bertemu dengan calon suaminya. Link Brion, lelaki dengan pribadi dingin dan penyanyang.

°°°

Pria berambut hitam tersebut menatap langit-langit yang sangat cerah. Saat pengikatan suci tadi, untuk pertama kalinya Link mencium bibir seseorang yang kini sudah menjadi istrinya.

Ia melirik Eriana yang tengah tertawa bersama teman-temannya. Link tersenyum, Eriana tampak begitu bahagia. Pilihannya untuk langsung meminangnya adalah pilihan yang tepat, benar? Beberapa bulan yang lalu pun, Link merasa bersalah karena sangat dingin pada Eriana.

Keberadaan Eriana bagi Link sangat membawa pengaruh besar. Link sudah benar-benar melupakan cinta pertamanya dan sekarang ia sudah mencintai Eriana seorang. Berbicara tentang Shel dan Melvin, Link juga mengundang mereka. Ia juga dapat memaklumi jika mereka tidak datang karena pernikahannya diadakan di Inggris. Butuh biaya yang lumayan hanya untuk sampai di sini.

"Bri!"

Link menoleh dan mendapati Max yang menyengir lebar. Max menepuk-nepuk pundak Link, "gue bangga sama lo, Bri. Sekali punya pacar di sini langsung nikahin."

Link tertawa meremehkan, "lo gimana sama pacar lo itu? Dah tiga tahun pacaran belum ada kepastian?"

Raut Max berubah seratus delapan puluh derajat. Ia mengangguk-anggukan kepalanya pasrah. Kekasihnya itu tak lain adalah Sarin. Kebetulan? Mungkin saja.

"BRI!"

"LINK!"

"Panggil Bri aja."

"Oh oke. Brii!"

Kali ini, Link dan Max menoleh bersamaan. Kedua mata Link melotot sempurna dan Max celingukan tidak mengenalinya, kecuali wanita di samping pria tersebut. Mereka Melvin dan Shel, dihadiri oleh buah hatinya di dalam kereta dorong.

"Loh. Gue kira, kalian ga datang. Acara juga bentar lagi beres."

"Haha, ada kendala tadi. Sori telat, selamat kawin, Bri! Enak kan langsung nikah."

Link terkejut dengan ucapan Melvin yang blak-blakkan. Shel sendiri hanya bisa tertawa kecil.

"Gue ganggu kalian? Kalau git-"

"Gapapa, gabung aja," potong Link sambil memiting lehernya. Melvin yang sedikit kebingungan karena ada seorang bule yang mengerti bahasanya. Link segera memberitahunya jika Max memang sempat berada di Indonesia dan belajar bahasanya.

"Gue Melvin.., dan ya ini istri gue, Shel. Anak laki-laki gue yang udah setaun ini Hamzah," ucapnya dengan bersemangat memperkenalkan keluarga kecilnya.

Max mengangguk dan berjabat tangan dengan Melvin. "Oh.. Shel. Gue cuma tau lo dari Brion, salam kenal ya." Tangannya ia gilirkan menghadap Shel. Hening beberapa saat, dan bersamaan Link dengan Melvin menurunkan uluran tangan Max. Pria berambut pirang tersebut langsung mengangkat tangannya merasa bersalah.

"Ah, oke ini istri lo. Tapi kenapa lo ikutan, Bri?"

Link hanya memutar bola mata, "Pacar lo liatin mulu tuh, jangan sembarang nempel-nempel cewek makanya."

Max menoleh dengan cepat, ia melambaikan kedua tangannya pada Sarin. "Aku ga megang cewek manapun selain kamu!"

"Gue pergi dulu, bye!"

Link menggeleng. Tidak di Indonesia ataupun di Inggris, ia selalu mendapatkan teman yang tidak tahu malu.

"Oh, Bri. Belum kenalan kan sama anak kita," Shel akhirnya membuka mulut. Link tersenyum, ia berjongkok dan menatap mata cokelat indah bayi. Iris dan kulit putih yang sama persis dengan Shel dan rupa yang terlihat seperti Melvin kecil.

"Dek Hamzah, ini Om Brion, panggil Om Bri aja. Kalau ke Inggris, Om siap didik kamu, biar ga malu-maluin kaya Babeh Melvin."

"Woi, gitu amat."

"Haha. Biar-"

Omongan Link terpotong, begitu jarinya digenggam. Dengan wajah polosnya, Hamzah tertawa. Link terenyuh, melihat Hamzah dengan gemas. Melvin ikut senang ketika anaknya tampak nyaman dengan Link.

"Link! Nanti malam--

"Ahk! Lucu banget!"

Eriana datang dan sedikit menggeser Link untuk melihat bayi. Sekejap saja, Eriana bisa dekat dengan Hamzah seperti anaknya sendiri. Shel dan Melvin pun banyak berbincang hangat dengannya. Eriana menoleh pada Link, ia menatapnya memelas.

"Link.. Mau satu."

"HAH?" Link terlonjak, wajahnya merah padam. Ia tidak tahu harus membalas apa. Eriana hanya tertawa dan merangkul erat lengan Link.

"Wow.. Istrinya Bri, cantik jug-Argh."

Shel mencubit lengan Melvin kencang, ia tersenyum sinis. Salah satu yang baru-baru ini Melvin ketahui, Shel adalah wanita yang cemburuan. Menyadari ucapannya, Melvin tertawa lalu mencubit kedua pipi Shel gemas.

Memang, Tuhan telah mengatur semuanya.., dan jodoh adalah salah satunya.

•••END•••

Thanks for reading!

🍀 π, Apr 2020

(not) PLATONICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang