"ARG!"
Arsya mengaduh kesakitan ketika pipinya ditampar telak dengan kuat. Rasa perih dan merah terceplak jelas di pipinya yang berwarna putih susu. Ujung bibirnya sobek dan berdarah.
"Kamu dari mana saja?!!! Jam segini baru pulang! Mau jadi jalang hah?!" bentak seorang wanita paruh baya. Tangannya kembali menampar Arsya dengan telak. Kali ini tubuh Arsya terpelanting dengan pipi yang mulai memar. Sekuat tenaga Arsya menahan air matanya tuk tidak keluar.
"Oma a—Arg!" belum sempat Arsya berkata, rambutnya sudah dijambak dengan kuat oleh Jasmine–Oma Arsya. Muka Jasmine tampak padam. Kali ini Arsya tak tahan lagi. Air matanya keluar dengan deras.
"Kamu diam aja! Saya gak perlu penjelasan kamu. Kamu ini ngelunjak ya. Mentang-mentang saya pergi lama dari rumah. Udah berani aja pulang malem!"
"Oma bukan gi—Arg sakit Oma," lirih Arsya kesakitan. Kepalanya berdenyut-denyut. Arsya yakin kali ini rambutnya pasti banyak yang rontok. Jasmine bukannya prihatin malah semakin menguatkan jambakannya. Arsya mengaduh lebih keras serta memohon pada Jasmine untuk melepaskan rambutnya. Seakan tuli, Jasmine malah menampar kembali pipi Arsya. Kali ini bukan lagi merah tapi kebiruan yang mendominasi pipi Arsya.
"Jalang kayak kamu tuh perlu dikasih pelajaran! Gak tau apa ini udah jam berapa?!"
"O-oma sa-kit."
"Diam kamu!" teriak Jasmine galak. Matanya melotot dengan rahang yang mengetat. Serasa tidak tahan lagi, Arsya yakin kali ini ia akan segera pingsan. Namun, samar-samar sebuah suara menginterupsi perbuatan Jasmine.
"OMA! Udah Oma, cukup! Lepasin Kak Sya ya Oma. Nanti Kak Sya bisa pingsan. Oma, please," suara lembut itu berhasil membuat Jasmine melepaskan rambut Arsya. Sontak saja, Arsya terjatuh dengan rambut acak-acakan. Pipinya lebam dengan darah di ujung bibir, membuktikan betapa kuatnya tamparan Jasmine.
"Aesa. Kamu ngapain disini? Udah kamu masuk aja ke kamar. Belajar. Oma mau kasih pelajaran buat jalang satu ini."
"Nggak Oma. Udah ya, Oma terlalu kasar. Kak Sya nanti pingsan," gadis bersuara lembut bernama Aesa itu menahan suaranya agar tak menangis. Dilihatnya kakak semata wayangnya duduk dengan rambut terurai, terlihat beberapa helai rambut sudah rontok. Aesa pun mendekati Arsya dan membantunya berdiri. Jasmine seketika melotot.
"Aesa! Apa yang kamu lakuin?!"
"Oma, Kak Sya butuh istirahat. Lukanya juga perlu diobatin."
"Nggak! Biarin aja dia disitu. Biar dia tahu rasa!"
Aesa menahan diri untuk tidak berteriak kesal. Omanya itu terlalu kasar kepada kakaknya namun terlalu lembut kepadanya. Sedangkan Arsya menahan diri untuk tidak menepis tangan Aesa yang menyentuhnya. Ia jijik sekali!
"Oma, nanti ayah pulang terus liat keadaan Kak Sya yang berantakan gini. Ayah bakalan marah Oma."
"Oma nggak peduli! Pokoknya malam ini dia gak boleh masuk ke rumah. Tidur di luar!"
"Oma!"
"Aesa!"
Jasmine melotot ke arah Aesa yang sedari tadi berusaha menolong Arsya. Hatinya panas. Ia tidak suka dibantah. Karena kesal dan lelah, Jasmine berbalik dan pergi ke kamarnya tanpa sepatah katapun. Setelah Jasmine menghilang di belokan tangga, Arsya langsung menepis tangan Aesa dan menatapnya jijik.
"Nggak usah sok baik deh lo. Pakek acara nolongin gue segala. Najis!"
Aesa tertegun. Hatinya perih. Ia hanya bisa menunduk dengan air mata yang sudah keluar. Arsya mengambil tasnya yang sempat terjatuh dan memakai sepatunya. Aesa bingung akan apa yang dilakukan Arsya.
"Kak mau kemana?"
"Bukan urusan lo!" jawab Arsya galak. Ia keluar rumah diikuti Aesa yang terus memanggilnya.
"Kak mau kemana? Ini udah malem."
"Karna gue pulang malem gue pergi. Lo lupa Oma larang gue masuk rumah?"
"Kak aku bisa bilang ke Oma. Masuk Kak, nanti ayah bisa marah gak nemuin Kakak," mohon Aesa. Suaranya bergetar. Tangannya menahan tangan Arsya yang ingin membuka gerbang rumah.
"Nggak usah sok peduli! Ini tuh semua gara-gara lo!" telak Arsya seraya menepis tangan Aesa dan pergi.
***
Arfin dan Laskar keluar dari tempat gym setelah urusan Arfin selesai. Namun, sedari tadi tubuh Laskar terus saja bergerak gelisah. Mulutnya tak henti menggigiti kukunya. Kakinya terus saja berjalan tanpa arah. Arfin yang sudah risih dari tadi pun buka suara.
"Lo kenapa deh? Kayak gelisah gitu."
Laskar menoleh namun tak menjawab. Ia terus saja berjalan ke arah parkiran dengan wajah cemas, gelisah, takut, dan frustasi. Arfin melongo melihat tingkah sahabatnya itu. Sampai di dalam mobil, Laskar masih saja tidak tenang.
"Kar, lo kenapa deh?"
Kali ini Laskar menoleh dengan wajah penuh keringat dingin. "Arsya Fin Arsya!"
"Arsya? Kenapa Arsya?" tanya Arfin bingung.
"Gue takut dia kenapa-napa. Firasat gue buruk tentang itu."
Dahi Arfin terlipat dengan alis terangkat. "Lo ada-ada aja deh. Arsya mungkin udah di rumah dan tidur jam segini. Jadi dia aman."
"Enggak! Gue yakin bener. Pasti terjadi sesuatu sama Arsya, Fin! Gue selalu ngerasain ini waktu cemas sama dia!" ucap Laskar sungguh-sungguh. Arfin tertegun melihat wajah Laskar yang tampak yakin. Karena juga khawatir pada Arsya akhirnya Arfin memutuskan untuk menemui Arsya saja di rumah. Laskar setuju dengan ide itu.
Selama perjalanan, Laskar terus bergerak gelisah dan meminta Arfin untuk lebih cepat mengemudi. Terkadang Arfin berteriak karena sebal. Ia sudah mengatakan bahwa ini sudah kecepatan penuh. Sampai di rumah Arsya, Laskar langsung keluar dan menuju rumah Arsya. Ia terus memencet bel dengan tak sabaran, sampai tangannya berhenti ketika pintu terbuka.
"Aesa, mana Arsya? Dia udah pulang kan? Atau udah tidur? Gue mau nemuin dia," tanya Laskar to the point. Mendengar itu, Aesa langsung menangis histeris. Hal itu menambah kekhawatiran Laskar.
"Kak Laskar hiks hiks. Kak Arsya."
"Kenapa Arsya? Dia kenapa Aesa?!" tanya Laskar frustasi. Arfin yang baru masuk langsung menenangkan Laskar yang mulai emosi.
"Hiks hiks, Kak Sya kabur Kak," adu Aesa. Tangisnya sekarang lebih keras. Seketika tubuh Laskar lemas. Jantungnya hampir saja berhenti berdetak. Ia terduduk dengan mata sayu. Arfin pun sontak terkejut dengan aduan Aesa. Tak menyangka Arsya akan kabur.
"Fin, ikut gue sekarang! Kita cari Arsya. Gue takut dia kenapa-napa. Ini juga udah malem banget. Ayo Fin, buruan!" ucap Laskar yang langsung berdiri menuju mobil diikuti Arfin yang gelagapan.
***
To be continuee..
Hai guys! Udah agak lama ya gak apdet ehehe. Baca ya guys. Jangan lupa bintangnya dan share cerita aku ke temen" kalian ya♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskarsya
Teen Fiction"Dia itu ibarat jantung gue. Sumber detak kehidupan gue. Dia paru-paru gue. Sumber napas gue. Kalo dia kalah, sama aja gue mati."-Laskar "Selagi kosong dan gak menyakitkan, kenapa gak?"-Arsya