"Lo inget kata-kata gue ini. Gue bakalan selalu lindungi lo, karna a hero never forgets his wonder woman."
***
Arsya menapaki trotoar dengan hati sendu dan perih. Luka bekas tamparan di pipinya kini mulai membengkak. Rambutnya juga kusut dan banyak yang rontok. Kini Arsya tak tahu harus pergi ke mana. Ponselnya mati, dan dia tak tahu daerah tempat sekarang ia berada. Setelah insiden kabur dari rumah, Arsya berlari tanpa arah. Yang ia pikirkan hanya pergi dari rumah sejauh mungkin. Tak peduli dengan teriakan Aesa yang terus memanggilnya. Tapi, Arsya tahu, Aesa tidak akan pernah keluar dari rumah terkutuk itu barang sejengkal dari gerbang.
Arsya menarik napas panjang dan menenangkan diri. Setetes air mata jatuh kembali disusul dengan tetesan berikutnya. Segera mungkin Arsya menghapusnya. Ia harus kuat. Lo udah biasa ngadepin hal ini, Sya! Kenapa lo masih sedih aja! Fitghting Arsya! Lo cewek kuat!.
Arsya menutup matanya dan mengerang tertahan. Dadanya sesak seakan ribuan jarum menusuk tubuhnya. Arsya melanjutkan langkahnya, walau dia tak tahu kemana akan pergi. Sebenarnya, ia ingin sekali menemui Laskar dan memeluknya.
Hanya cowok itu yang mengerti keadaannya luar dalam secara detail.
Hanya cowok itu yang bisa menenangkan dia saat pms, dan dengan lapang dada membelikannya boneka panda.
Hanya cowok itu yang rela mengantarkannya kemana-mana, menemani kegiatan sehari-harinya.
Hanya cowok itu yang akan mengalah ketika perdebatan mereka, meminta maaf walau tidak salah, memeluknya ketika rapuh dan rentan, dan mengurangi rasa takutnya ketika petir berbunyi saat hujan.
Hanya cowok itu yang akan memarahinya ketika ia jatuh dari tangga, dan mengomelinya ketika ia makan banyak eskrim.
Dan hanya cowok itu yang akan selalu datang mencarinya dan menyelamatkannya walau ia terdampar di ujung dunia sekalipun.
Tapi sekarang berbeda. Laskar mungkin tak akan datang. Tak akan menolongnya. Arsya sungguh bodoh bila mengharapkan itu. Arsya menatap daerah sekelilingnya dengan was-was. Ia tak kenal daerah ini tapi mengapa ia merasa sangat mengenal daerah ini?
Tes!
Arsya memegang bahunya yang basah. Lalu mendongak menatap langit yang tampak lebih hitam dan gelap. Sejurus kemudian, ratusan atau bahkan ribuan tetesan air meluncur dengan derasnya, membuat badan Arsya basah kuyup seketika. Hujan! Arsya harus segera mencari tempat berteduh. Sekilas matanya melihat sebuah warung di ujung jalan. Arsya pun bergegas berlari menuju warung tersebut.
DUAR!
"AAAAAA!!!" jerit Arsya ketakutan. Belum sampai setengah jalan petir sudah menyambar duluan. Arsya terduduk di tanah dengan memeluk kepalanya. Badannya bergetar. Kakinya lemas dengan jantung yang rasanya seperti lari marathon.
DUAR! DUAR! DUAR!
"AAAA!!! ASKAR TOLONGIN ARSYA! ARSYA TAKUT!" Petir kali ini menyambar dengan hebatnya. Kilat putihnya seperti listrik. Arsya menangis ketakutan. Ia benci sekali petir!. Bibir Arsya tampak pucat dengan kaki bergetar. Hujan semakin deras saja dengan sambaran petir yang mendominasi.
SPLASH! BRAK!
"ARG!" Arsya menjerit kesakitan sambil memegangi kakinya yang tertimpa pohon. Sebuah pohon tak jauh darinya tumbang dan menimpa dirinya. Arsya mengerang kesakitan, kakinya mati rasa. Ia berusaha mengangkat pohon tersebut tapi nihil. Kekuatan Arsya tak cukup kuat untuk mengangkat pohon itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskarsya
Teen Fiction"Dia itu ibarat jantung gue. Sumber detak kehidupan gue. Dia paru-paru gue. Sumber napas gue. Kalo dia kalah, sama aja gue mati."-Laskar "Selagi kosong dan gak menyakitkan, kenapa gak?"-Arsya